Kamis, 20 Juni 2019

Banjir Sentimen Positif, Harga Minyak Melesat 1% Lebih - Rifanfinancindo

Banjir Sentimen Positif, Harga Minyak Melesat 1% Lebih
Foto: REUTERS / Isaac Urrutia
Rifanfinancindo Palembang - Harga minyak melesat lebih dari 1% seiring dengan penurunan inventori minyak di Amerika Serikat (AS). Selain itu Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akhirnya telah menyepakati tanggal pertemuan untuk mendiskusikan kelanjutan pengurangan produksi.

Pada perdagangan Kamis (20/6/2019) pukul 09:00 WIB, harga minyak brent kontrak pengiriman Agustus naik hingga 1,59% ke US$ 62,8/barel. Adapun harga light sweet (WTI) kontrak pengiriman Juli melesat hingga 1,69% menjadi US$ 54,67/barel.

US Energy Information Administration (EIA) mengumumkan inventori minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 14 Juni 2019 berkurang hingga 3,1 juta barel dibanding pekan sebelumnya. Hal itu membuat pelaku pasar sumringah karena sebelumnya konsensus analis memperkirakan penurunan inventori hanya sebesar 1,1 juta barel.

Penurunan inventori di AS akan membuat permintaan minyak mentah akan meningkat, setidaknya dlaam jangka pendek. Namun itu juga memberi harapan bahwa permintaan minyak masih bisa terjaga di tengah perlambatan ekonomi global seperti sekarang ini.

Isu pelemahan permintaan memang menjadi salah satu yang paling diperhatikan pelaku akhir-akhir ini. Pasalnya tiga lembaga yang memantau perkembangan keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) pasar minyak, kompak menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan untuk 2019. Tiga lembaga tersebut adalah EIA, OPEC, dan International Energy Agency (IEA), yang mana masing-masing menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan tahun 2019 sebesar 160.000 barel/hari, 70.000 barel/hari, dan 100.000 barel/hari.

Sentimen permintaan yang positif juga datang dari perkembangan hubungan dagang AS-China yang kian mesra.

"Saya rasa pertemuan nanti (dengan Presiden Xi) akan berjalan dengan sangat baik. Tim kami akan memulai pembicaraan. China ingin sebuah kesepakatan, demikian pula AS. Namun kesepakatan itu harus menguntungkan bagi semuanya," tutur Trump, mengutip Reuters.

Kala dua raksasa ekonomi dunia tidak lagi saling hambat perdagangan, maka rantai pasokan global akan kembali lancar. Permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak juga berpotensi meningkat.

Sementara itu, OPEC akhirnya sepakat untuk bertemu pada tanggal 2 Juli 2019 di Wina, Austria demi menentukan kelanjutan kebijakan pengurangan produksi yang telah dilakukan sejak Januari 2019 silam.

Jauh hari sebelumnya, pertemuan dijadwalkan pada tanggal 25-26 Juni, tetapi Rusia meminta diundur hingga 3-4 Juli. Iran bahkan menyarankan pertemuan ditunda hingga 10-12 Juli.

Sejauh ini OPEC telah memberi sinyal akan terus menahan produksi di level yang rendah. Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih juga pernah mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengurangi produksi secara bertahap dan menjaga pasokan di level normal.

Jika benar pada pertemuan nanti OPEC dan sekutunya lanjut mengurangi pasokan hingga akhir tahun, harga minyak berpeluang untuk menguat lagi.

Dari Timur Tengah, serangan roket telah menghantam kawasan pemukiman dan kantor beberapa perusahaan minyak, termasuk ExxonMobil, di daerah dekat Basra, Irak pada hari Rabu (19/6/2019). Serangan tersebut turut membuat ketegangan yang telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir semakin parah.

"Kelompok (yang meluncurkan roket) terdiri dari lebih dari satu grup dan terlatih dalam hal peluncuran misil," ujar pihak keamanan Irak, mengutip Reuters.

Pekan lalu juga telah terjadi penyerangan pada dua kapal tanker di perairan dekat Selat Hormuz, yang mana beberapa negara menuding Iran sebagai pihak yang bertanggungjawab. Namun Iran dengan segera menampik tuduhan tersebut.

Entah siapa yang salah, tetapi konflik di Timur Tengah dapat mengancam pasokan minyak global. Sebab, wilayah tersebut merupakan ladang minyak terbesar di dunia. Pasokan yang semakin seret sudah tentu akan memberi dorongan ke atas pada harga minyak.(taa/taa)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar