Jumat, 15 Agustus 2025

Pasokan Melimpah Tekan Harga Minyak, Pasar Cermati Data Ekonomi AS dan China

 


Harga minyak melemah pada perdagangan Jumat, tertekan oleh kekhawatiran terhadap permintaan bahan bakar setelah rilis data ekonomi yang mengecewakan dari Amerika Serikat dan China—dua konsumen minyak terbesar dunia. Investor juga menunggu pertemuan puncak antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang dijadwalkan berlangsung di Alaska, dengan isu gencatan senjata di Ukraina menjadi salah satu agenda utama.

Kontrak berjangka Brent turun 39 sen atau 0,58% menjadi USD 66,45 per barel pada pukul 07.50 GMT. Sementara itu, WTI AS melemah 42 sen atau 0,66% ke USD 63,54 per barel. Secara mingguan, WTI diperkirakan mengalami penurunan 0,5%, sedangkan Brent menuju pelemahan 0,2%.

Dari China, data resmi menunjukkan pertumbuhan produksi pabrik merosot ke level terendah dalam delapan bulan, sementara pertumbuhan penjualan ritel melambat ke titik terlemah sejak Desember. Kondisi ini memperlemah sentimen pasar, meskipun throughput kilang minyak China naik 8,9% year-on-year pada Juli. Namun, angka tersebut masih di bawah level tertinggi Juni, yang merupakan rekor sejak September 2023. Peningkatan throughput ini diiringi lonjakan ekspor produk minyak, mengindikasikan melemahnya permintaan domestik.

Ekspektasi surplus pasokan yang lebih besar juga membebani harga. Bank of America, dalam catatan analisis Kamis, merevisi proyeksi surplus pasar minyak akibat peningkatan suplai dari OPEC+ (OPEC, Rusia, dan sekutunya). Mereka kini memproyeksikan rata-rata surplus sebesar 890.000 barel per hari (bph) dari Juli 2025 hingga Juni 2026. Perkiraan ini sejalan dengan laporan Badan Energi Internasional (IEA) awal pekan ini yang menilai pasar minyak saat ini “terlalu jenuh” setelah peningkatan produksi OPEC+.

Dari sisi AS, inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan ditambah data tenaga kerja yang lemah menambah kekhawatiran bahwa Federal Reserve tidak akan memangkas suku bunga bulan depan. Padahal, penurunan suku bunga biasanya mendorong aktivitas ekonomi dan permintaan minyak. Sementara itu, pertemuan Trump-Putin dinilai berpotensi memengaruhi pasar, terutama jika tercapai kesepakatan gencatan senjata yang dapat membuka peluang pelonggaran sanksi terhadap pasokan minyak Rusia.

Rabu, 13 Agustus 2025

Harga Emas Naik Didukung Pelemahan Dolar AS dan Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed

 


Harga emas bergerak menguat pada perdagangan Rabu, didorong oleh melemahnya Dolar AS setelah data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan memperkuat keyakinan pasar akan adanya pemangkasan suku bunga pada September. Sentimen pasar juga dipengaruhi oleh antisipasi pertemuan antara Amerika Serikat dan Rusia pekan ini terkait perang di Ukraina.

Per pukul 06.51 GMT, harga emas spot naik 0,3% menjadi $3.355,30 per ons, sementara kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember menguat 0,2% ke $3.405,50. Menurut Tim Waterer, Kepala Analis Pasar di KCM Trade, pelemahan USD memberikan ruang bagi kenaikan moderat harga emas, dengan logam mulia ini berfluktuasi di sekitar level $3.350 menjelang pertemuan Trump–Putin pada Jumat mendatang. Ia menambahkan, jika pertemuan di Alaska tidak menghasilkan kesepakatan dan perang Ukraina terus berlanjut, harga emas berpotensi kembali menguji level $3.400.

Pertemuan Trump–Putin dan Dampaknya ke Emas

Gedung Putih menyebut pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin hanyalah “sesi mendengarkan” bagi presiden, sehingga menurunkan ekspektasi tercapainya kesepakatan gencatan senjata cepat. Ketidakpastian geopolitik ini menjadi faktor pendukung harga emas, yang kerap dianggap aset lindung nilai di tengah ketegangan global.

Data Inflasi AS Tekan Dolar, Dongkrak Daya Tarik Emas

Data yang dirilis Selasa menunjukkan Consumer Price Index (CPI) AS naik 0,2% pada Juli, lebih rendah dari kenaikan 0,3% pada Juni. Secara tahunan, CPI naik 2,7%. Angka ini memicu pelemahan lebih lanjut pada Indeks Dolar, membuat emas yang dihargai dalam USD menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain.

Pasar kini memperkirakan sekitar 90% peluang The Fed memangkas suku bunga pada September, dengan setidaknya satu pemangkasan tambahan sebelum akhir tahun. Dalam lingkungan suku bunga rendah, emas yang tidak memberikan imbal hasil cenderung lebih diminati karena biaya peluang memegangnya menjadi lebih rendah.

Faktor Tambahan yang Mendukung Sentimen Pasar

Selain ekspektasi pemangkasan suku bunga, pasar juga mendapat sentimen positif dari perpanjangan gencatan tarif antara Amerika Serikat dan China selama 90 hari, yang mencegah penerapan bea masuk tiga digit pada barang masing-masing. Meski demikian, fokus investor minggu ini masih tertuju pada rilis data ekonomi AS berikutnya, termasuk Producer Price Index (PPI), klaim pengangguran mingguan, dan penjualan ritel.

Dengan kombinasi pelemahan Dolar, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter, dan risiko geopolitik yang belum mereda, prospek harga emas jangka pendek tetap bullish. Jika ketidakpastian global berlanjut, emas berpotensi mempertahankan posisinya di atas $3.350 dan menguji kembali area resistance kunci di $3.400.

Sumber : newsmaker.id

Senin, 11 Agustus 2025

Poundsterling Menguat, Pasar Menanti Data Ekonomi Inggris dan Suku Bunga AS

 


Poundsterling (GBP) melanjutkan reli penguatan terhadap dolar AS (USD) di awal pekan, mencatat kenaikan lima hari beruntun dan mendekati level 1.3450. Kenaikan ini terutama dipicu oleh pelemahan dolar AS akibat meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat. Tren ini menunjukkan sentimen pasar yang mulai beralih dari greenback ke mata uang utama lain, termasuk GBP, seiring meningkatnya keyakinan terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar di AS.

Indeks Dolar AS (DXY) saat ini turun 0,17% ke kisaran 98,00, mencerminkan menurunnya minat investor terhadap dolar. Berdasarkan data CME FedWatch, probabilitas pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan September mencapai 88%. Faktor ini menjadi pendorong utama arus modal keluar dari dolar AS, yang memberi ruang bagi poundsterling untuk menguat lebih lanjut.

Komentar dari Gubernur The Fed, Michelle Bowman, juga memperkuat sentimen dovish. Ia menegaskan bahwa lemahnya data ketenagakerjaan AS—termasuk laporan Nonfarm Payrolls Juli—mendukung kemungkinan hingga tiga kali pemangkasan suku bunga tahun ini. Pernyataan ini menambah keyakinan pelaku pasar bahwa kebijakan moneter AS akan lebih longgar, sehingga mengurangi daya tarik dolar di mata investor global.

Fokus pasar kini beralih pada rilis data inflasi AS dan data pertumbuhan ekonomi Inggris yang dijadwalkan minggu ini. Inflasi AS akan memberikan sinyal penting terkait langkah The Fed berikutnya, sementara data PDB Inggris akan menguji fundamental poundsterling di tengah prospek ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Apabila pertumbuhan ekonomi Inggris menunjukkan hasil positif, peluang GBP/USD untuk menembus resistance kunci semakin terbuka. Sebaliknya, data yang lemah dapat membatasi reli dan memicu koreksi teknikal dalam jangka pendek.

Kamis, 07 Agustus 2025

Harga Perak Melonjak: Tarif dan Suku Bunga Jadi Pendorong Utama


Harga perak (XAG/USD) terus menunjukkan penguatan signifikan dan diperdagangkan di kisaran $38,05 pada Kamis pagi waktu Eropa. Ini menandai hari kelima berturut-turut perak mencatatkan performa positif, didorong oleh pelemahan dolar AS serta meningkatnya permintaan terhadap aset lindung nilai (safe-haven).

Ketegangan Perdagangan Pacu Permintaan Safe-Haven

Sentimen pasar turut dipengaruhi oleh pernyataan mantan Presiden AS, Donald Trump, yang mengisyaratkan potensi pengenaan tarif tambahan terhadap China dan Jepang. Sebelumnya, ia telah mengumumkan tarif sebesar 25% untuk barang-barang India yang berkaitan dengan pembelian minyak dari Rusia. Ketidakpastian global yang ditimbulkan dari ketegangan perdagangan ini mendorong investor mencari perlindungan dalam aset-aset yang lebih aman, dan perak menjadi salah satu pilihan utama.

Perak, bersama emas, secara historis menjadi tempat berlindung ketika ketidakpastian geopolitik meningkat. Dalam konteks ini, meningkatnya risiko kebijakan proteksionisme dari AS telah menambah minat pasar terhadap logam mulia tersebut, memperkuat tren bullish yang sedang berlangsung.

Harapan Pemangkasan Suku Bunga Dorong Daya Tarik Perak

Di sisi kebijakan moneter, ekspektasi bahwa Federal Reserve akan segera memangkas suku bunga kembali menguat setelah rilis data ketenagakerjaan AS pekan lalu yang lebih lemah dari perkiraan. Melemahnya pasar tenaga kerja membuka ruang bagi The Fed untuk mengadopsi kebijakan yang lebih akomodatif.

Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendukung harga logam mulia karena menurunkan opportunity cost dalam menyimpan aset tanpa imbal hasil seperti perak. Dalam skenario ini, investor cenderung mengalihkan aset dari obligasi atau instrumen berbunga rendah ke komoditas lindung nilai, memperkuat permintaan terhadap logam putih ini.

Fokus Pasar: Klaim Pengangguran AS

Pasar saat ini juga menantikan rilis data mingguan klaim tunjangan pengangguran AS, yang diperkirakan naik menjadi 221.000. Jika data aktual ternyata lebih kuat dari ekspektasi, dolar AS berpotensi rebound dan memberikan tekanan terhadap harga perak. Namun, hingga saat ini, sentimen pasar masih mendukung pergerakan naik perak, seiring dengan kombinasi ketidakpastian global dan ekspektasi pelonggaran moneter di AS.

Momentum Bullish Perak Masih Terjaga

Dengan latar belakang ketegangan geopolitik, kebijakan tarif yang agresif, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga dari The Fed, perak mendapat dukungan fundamental yang kuat untuk mempertahankan tren penguatannya. Selama dolar AS tetap melemah dan risiko global meningkat, prospek jangka pendek perak tetap positif. Bagi investor, ini bisa menjadi peluang strategis untuk memanfaatkan momentum logam mulia dalam portofolio diversifikasi aset.

Senin, 04 Agustus 2025

Dolar AS Stabil Usai Data Pekerjaan Mengecewakan, Franc Swiss Tertekan Tarif Baru


Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mulai menunjukkan stabilisasi pada awal pekan ini setelah terpukul tajam oleh laporan ketenagakerjaan yang mengecewakan dan keputusan kontroversial Presiden Donald Trump memecat pejabat tinggi statistik pemerintah. Kejadian-kejadian ini mendorong spekulasi bahwa Federal Reserve kemungkinan besar akan segera menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Laporan ketenagakerjaan yang dirilis Jumat lalu memperlihatkan pertumbuhan pekerjaan AS yang jauh di bawah ekspektasi pada bulan Juli. Lebih mengkhawatirkan lagi, data nonfarm payrolls untuk dua bulan sebelumnya direvisi turun sebesar 258.000 pekerjaan, menandakan pelemahan tajam di pasar tenaga kerja. Meskipun angka utama tidak terlihat terlalu buruk secara kasat mata, revisi besar-besaran ini menciptakan narasi negatif yang kuat di kalangan investor.

"Revisi tersebut benar-benar signifikan," kata Mohamad Al-Saraf, analis valuta asing di Danske Bank. "Kami sulit membayangkan The Fed tidak akan menurunkan suku bunga dalam pertemuan bulan September nanti."

Sentimen negatif terhadap dolar AS semakin diperparah oleh pemecatan Komisioner Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS), Erika McEntarfer, yang dituduh oleh Trump telah memalsukan data pekerjaan. Tak hanya itu, pengunduran diri mendadak Gubernur The Fed, Adriana Kugler, memberikan peluang bagi Trump untuk mempengaruhi arah kebijakan moneter lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya. Ketegangan antara Trump dan Federal Reserve mengenai suku bunga memang telah lama menjadi sorotan pasar.

Akibatnya, dolar AS anjlok lebih dari 2% terhadap yen Jepang dan sekitar 1,5% terhadap euro pada hari Jumat. Namun, pada hari Senin, greenback berhasil sedikit memulihkan diri, naik 0,3% menjadi 147,91 yen. Meski begitu, nilainya masih turun sekitar 3 yen dibandingkan puncaknya pekan lalu.

Di sisi lain, euro turun 0,2% menjadi $1,1561 sementara pound sterling relatif stabil di $1,3276. Terhadap sekeranjang mata uang utama, indeks dolar AS naik tipis 0,2% menjadi 98,88, setelah mengalami penurunan tajam lebih dari 1,3% pada akhir pekan lalu.

Meskipun tekanan baru-baru ini mengguncang dolar, kinerja bulan Juli secara keseluruhan masih positif. Dolar mencatat kenaikan bulanan sebesar 3,4%, terbesar sejak lonjakan 5% pada April 2022, dan merupakan kenaikan bulanan pertama sepanjang tahun ini. Peningkatan ini terjadi di tengah persepsi bahwa kebijakan perdagangan Trump mulai mendapatkan penerimaan pasar serta ketahanan data ekonomi AS dalam menghadapi tekanan tarif.

Sementara itu, franc Swiss mengalami pelemahan signifikan lebih dari 0,5% terhadap dolar AS setelah pemerintah AS menjatuhkan tarif tinggi sebagai bagian dari langkah "reset" kebijakan perdagangan global Gedung Putih. Euro sendiri justru menguat 0,3% terhadap franc, menunjukkan pergeseran arus modal menjauh dari mata uang safe haven tersebut.

"Kami melihat pelemahan franc cukup tajam setelah pengumuman tarif tersebut," ujar Al-Saraf. "Jika tarif ini diberlakukan secara berkelanjutan, dampaknya terhadap ekonomi Swiss akan cukup besar."

Pemerintah Swiss dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada hari Senin untuk membahas respons terhadap kebijakan tarif AS. Pihak kabinet menyatakan masih membuka kemungkinan untuk merevisi penawaran dagang kepada Washington demi meredam ketegangan yang ada.

Sumber : newsmaker.id

Kamis, 31 Juli 2025

Dolar Australia Menguat Usai Rilis Data Penjualan Ritel dan PMI Tiongkok


Dolar Australia (AUD) berhasil menghentikan tren pelemahannya selama lima hari berturut-turut pada Kamis (31 Juli), seiring penguatan terhadap Dolar AS (USD) pasca dirilisnya sejumlah data ekonomi penting dari Australia dan mitra dagang utamanya, Tiongkok. Pasangan mata uang AUD/USD mempertahankan kestabilannya di tengah kombinasi sentimen domestik positif dan kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok.

Data Penjualan Ritel Australia Dorong Kepercayaan Pasar

Penopang utama penguatan AUD berasal dari data Penjualan Ritel Australia yang menunjukkan pertumbuhan signifikan. Pada Juni, penjualan ritel meningkat sebesar 1,2% secara bulanan (MoM), jauh melampaui perkiraan pasar sebesar 0,4% dan jauh lebih tinggi dari revisi bulan Mei yang naik menjadi 0,5% dari awalnya 0,2%.

Secara triwulanan (QoQ), Penjualan Ritel Australia juga mengalami kenaikan 0,3% pada kuartal kedua 2025, dibandingkan dengan 0,1% pada kuartal sebelumnya. Angka ini menunjukkan konsumsi domestik yang cukup resilient di tengah tekanan global dan ketidakpastian ekonomi.

Kinerja penjualan ritel yang kuat ini memperkuat pandangan bahwa perekonomian Australia masih memiliki daya beli yang stabil, sehingga mengurangi kekhawatiran investor terhadap prospek resesi dalam waktu dekat.

Data PMI Tiongkok Beri Sinyal Pelemahan Ekonomi Regional

Namun di sisi lain, AUD tetap dibayangi oleh data ekonomi dari Tiongkok yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Indeks Manufaktur PMI versi NBS (National Bureau of Statistics) Tiongkok turun menjadi 49,3 pada Juli dari sebelumnya 49,7 di bulan Juni. Angka ini di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan PMI tetap di 49,7.

PMI Non-Manufaktur Tiongkok juga turun menjadi 50,1 dari 50,5 pada bulan sebelumnya, dan gagal memenuhi ekspektasi konsensus sebesar 50,3. Penurunan ini menandakan bahwa sektor jasa dan industri di Tiongkok masih mengalami perlambatan yang cukup signifikan, sehingga memberikan tekanan terhadap negara-negara mitra dagangnya—termasuk Australia—yang sangat bergantung pada ekspor komoditas ke Negeri Tirai Bambu.

AUD Tetap Tangguh di Tengah Ketidakpastian Global

Meski data dari Tiongkok cenderung negatif, AUD tetap menunjukkan ketahanan berkat kekuatan fundamental domestik. Stabilitas AUD/USD mencerminkan sentimen pasar yang seimbang antara optimisme terhadap ekonomi Australia dan kehati-hatian terhadap perkembangan eksternal.

Penguatan Dolar Australia kali ini juga mencerminkan respons pasar terhadap kemungkinan Bank Sentral Australia (RBA) mempertahankan atau bahkan menaikkan suku bunga jika tekanan inflasi dan konsumsi tetap tinggi, berbeda dengan arah kebijakan beberapa bank sentral utama lainnya.

Kesimpulan

Penguatan Dolar Australia hari ini menunjukkan bahwa sentimen pasar masih berpihak pada fundamental domestik yang kuat, khususnya dari sektor konsumsi. Meski ada kekhawatiran dari data ekonomi Tiongkok yang melemah, AUD berhasil mempertahankan momentumnya berkat dukungan data penjualan ritel yang melampaui ekspektasi. Dalam jangka pendek, pergerakan AUD/USD akan terus dipengaruhi oleh dinamika eksternal, terutama kinerja ekonomi Tiongkok dan sikap kebijakan moneter dari RBA.

Sumber : newsmaker.id

Rabu, 23 Juli 2025

Perdana Menteri Jepang Ishiba Bantah Kabar Pengunduran Diri di Tengah Krisis Politik



Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba membantah tegas laporan media yang menyebutkan bahwa dirinya akan segera mengumumkan pengunduran diri, menyusul kekalahan bersejarah dalam pemilihan majelis tinggi pada hari Minggu lalu. Penolakan ini disampaikan setelah serangkaian pertemuan penting dengan para tokoh senior Partai Demokrat Liberal (LDP) di Tokyo.

Dalam konferensi pers yang digelar Rabu sore, Ishiba menegaskan bahwa kabar pengunduran dirinya tidak berdasar. "Tidak ada kebenaran dalam laporan tersebut," ujarnya setelah bertemu dengan tiga mantan pemimpin dan tokoh kunci partai: Yoshihide Suga, Taro Aso, dan Fumio Kishida. Ia juga menyatakan bahwa dalam pertemuan tersebut, mereka tidak membahas soal kelanjutan posisinya sebagai perdana menteri.

Sekretaris Jenderal LDP, Hiroshi Moriyama, yang turut hadir dalam pertemuan itu, menyatakan bahwa mereka sepakat untuk menghadapi kondisi partai saat ini dengan rasa urgensi yang tinggi dan mencegah perpecahan internal. Menurutnya, solidaritas partai menjadi prioritas utama di tengah menurunnya dukungan publik.

Sebelum Ishiba memberikan klarifikasi, surat kabar Yomiuri melaporkan bahwa ia telah menyampaikan niatnya untuk mundur kepada orang-orang terdekatnya, bahkan menyebutkan pengumuman resmi bisa dilakukan pada bulan ini. Media lokal lainnya menyebut bulan Agustus sebagai waktu yang lebih mungkin. Laporan tersebut muncul tak lama setelah kesepakatan dagang AS-Jepang diumumkan, yang menurunkan tarif mobil dan bea impor lainnya dari Jepang hingga 15%.

Yomiuri juga menyatakan bahwa Ishiba merasa sudah saatnya bertanggung jawab atas hasil pemilu majelis tinggi, terlebih karena ada kemajuan penting dalam perundingan dagang yang selama ini menjadi perhatian utama pemerintahannya.

Pasar merespons laporan pengunduran diri Ishiba dengan cepat. Yen Jepang melemah hingga menyentuh level 147,20 terhadap dolar AS, sebelum kembali menguat sebagian setelah Ishiba memberikan bantahan resmi.

Surat kabar Sankei melaporkan bahwa keputusan final mengenai masa depan Ishiba kemungkinan akan diambil pada akhir Agustus, mengingat jadwal padatnya di awal bulan. Jika Ishiba benar-benar mengundurkan diri, maka pemilihan pemimpin baru LDP dijadwalkan akan berlangsung sekitar bulan September.

Untuk menggantikan posisi Ishiba sebagai perdana menteri, kandidat baru dari LDP harus mendapatkan dukungan dari parlemen. Ini berarti koalisi yang berkuasa perlu menjalin kerja sama tertentu dengan partai oposisi — sebuah skenario yang belum pernah terjadi sejak LDP didirikan pada tahun 1955.

“Ini menandai dimulainya periode spekulasi mengenai siapa yang akan menjadi pemimpin berikutnya,” kata William Chou, Wakil Direktur Japan Chair di Hudson Institute. “Saat ini, situasinya penuh ketidakpastian dan spekulasi.”

Kekalahan LDP dalam pemilu majelis tinggi membuat partai tersebut kehilangan mayoritas di kedua kamar parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarahnya. Ishiba sebelumnya menyatakan bahwa proses perundingan dagang dengan AS menjadi alasan penting baginya untuk tetap menjabat. Namun, kesepakatan dagang yang telah tercapai justru dianggap oleh sebagian pihak sebagai alasan yang sah untuk dirinya mundur.

Dukungan publik terhadap pemerintahan Ishiba kini berada pada titik kritis. Survei besar terbaru menunjukkan tingkat persetujuan terhadapnya hanya sedikit di atas 20%, level yang secara historis dianggap sangat rendah dan tidak stabil bagi kelangsungan sebuah pemerintahan di Jepang.

Dengan tekanan politik yang semakin kuat, masa depan Ishiba sebagai pemimpin negara kian dipertanyakan. Meski ia masih bertahan, posisinya tampak rapuh di tengah dorongan internal partai dan gejolak publik yang menginginkan perubahan kepemimpinan.

Senin, 21 Juli 2025

Harga Minyak Stabil karena Dampak Sanksi terhadap Rusia Dinilai Minim

 


Harga minyak dunia cenderung stabil pada awal pekan ini, seiring ekspektasi bahwa sanksi terbaru dari Uni Eropa terhadap Rusia tidak akan berdampak signifikan pada pasokan minyak global. Pasar energi tampaknya telah mengantisipasi bahwa aliran minyak mentah Rusia akan tetap relatif tidak terganggu, meskipun ketegangan geopolitik terus berlangsung.

Harga kontrak berjangka Brent turun tipis sebesar 12 sen atau 0,2% menjadi $69,16 per barel pada pukul 08.00 GMT, setelah ditutup melemah 0,35% pada sesi sebelumnya. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS tercatat stagnan di level $67,34 per barel, setelah mencatat penurunan 0,3% di hari Jumat.

Sanksi Eropa Dinilai Tidak Signifikan terhadap Pasokan Rusia

Paket sanksi ke-18 Uni Eropa terhadap Rusia yang disahkan pada hari Jumat mencakup langkah-langkah terhadap Nayara Energy—perusahaan India yang dikenal sebagai pengimpor dan eksportir produk hasil penyulingan minyak mentah Rusia. Namun, pasar menilai bahwa langkah ini tidak cukup kuat untuk mengganggu arus ekspor energi Rusia secara besar-besaran.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa Rusia telah mengembangkan “kekebalan” terhadap sanksi-sanksi dari Barat. Ini mengindikasikan bahwa dampak praktis dari sanksi tersebut terhadap pasokan minyak dan kestabilan pasar global mungkin akan terbatas, setidaknya dalam jangka pendek.

Faktor Geopolitik Lain: Iran dan Potensi Kembali ke Meja Perundingan

Selain Rusia, pasar juga menyoroti perkembangan terkait Iran. Pemerintah Iran dijadwalkan akan menggelar pembicaraan nuklir dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada hari Jumat. Langkah ini merupakan tanggapan atas ultimatum dari ketiga negara Eropa tersebut, yang memperingatkan akan memberlakukan kembali sanksi internasional jika pembicaraan tidak segera dilanjutkan.

Sebagai salah satu produsen minyak utama yang terkena sanksi, setiap langkah diplomatik terkait Iran dapat berdampak langsung pada ekspektasi pasokan global. Jika pembicaraan menghasilkan kemajuan, pasar bisa merespon dengan menyesuaikan harga berdasarkan potensi kembalinya minyak Iran ke pasar.

Tekanan Internal AS: Penurunan Jumlah Rig dan Ketegangan Perdagangan

Dari dalam negeri AS, data dari Baker Hughes menunjukkan bahwa jumlah rig minyak aktif turun dua menjadi 422 rig, jumlah terendah sejak September 2021. Penurunan ini menjadi sinyal potensi perlambatan produksi, yang bisa berdampak pada pasokan dalam negeri dan memberikan sedikit dukungan pada harga.

Sementara itu, AS juga menghadapi ketegangan perdagangan dengan Uni Eropa. Tarif impor dari Eropa ke AS dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus. Namun, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick optimis bahwa kesepakatan perdagangan masih bisa dicapai sebelum tenggat tersebut.

Harga Minyak Bertahan karena Faktor Fundamental Lebih Dominan

Meski dinamika geopolitik terus memanas, pasar minyak global tampaknya mengambil sikap hati-hati dan rasional. Ekspektasi bahwa sanksi terbaru terhadap Rusia tidak akan mengganggu pasokan secara signifikan, serta ketidakpastian seputar negosiasi Iran dan isu perdagangan AS–Uni Eropa, membuat harga minyak cenderung bertahan di kisaran stabil.

Dengan tidak adanya kejutan besar dari sisi pasokan dan permintaan, harga minyak saat ini merefleksikan keseimbangan antara risiko geopolitik dan fundamental pasar. Namun, volatilitas tetap mungkin terjadi jika terjadi eskalasi mendadak dalam konflik atau kebijakan dagang yang lebih agresif dari negara-negara besar.

Kamis, 17 Juli 2025

EUR/USD Melemah Menuju 1.1600, Pasar Fokus pada Data Inflasi HICP Zona Euro

 Pasangan mata uang EUR/USD mengalami penurunan pada sesi perdagangan Asia hari Kamis, diperdagangkan di kisaran 1.1620 setelah menghapus sebagian penguatan yang tercatat pada sesi sebelumnya. Perhatian para pelaku pasar kini tertuju pada rilis data Harmonized Index of Consumer Prices (HICP) Zona Euro yang dijadwalkan pada hari ini. Angka inflasi ini berpotensi menjadi pemicu volatilitas signifikan terhadap nilai tukar euro, terutama jika hasilnya jauh dari ekspektasi pasar.

Di sisi lain, fokus pasar juga mulai beralih ke data Penjualan Ritel Amerika Serikat (US Retail Sales) untuk bulan Juni yang akan dirilis pada sesi perdagangan Amerika Utara. Data ini akan menjadi indikator penting bagi arah konsumsi domestik AS dan dapat memberikan gambaran lebih lanjut mengenai kekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut, sekaligus memberikan petunjuk tambahan terhadap arah kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed).

Nilai tukar dolar AS menunjukkan potensi penguatan lebih lanjut, terutama karena meningkatnya ekspektasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 4,25%–4,50% pada pertemuan kebijakan bulan Juli mendatang. Ketidakpastian tarif yang dipicu oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump menjadi salah satu alasan utama mengapa The Fed kemungkinan besar akan bersikap hati-hati dalam menentukan langkah selanjutnya.

Trump mengumumkan pada hari Rabu bahwa ia berencana mengirimkan satu surat kepada lebih dari 150 negara, memberitahu mereka bahwa tarif sebesar 10% akan diberlakukan. Ia menegaskan bahwa negara-negara tersebut bukanlah mitra dagang besar seperti Tiongkok atau Jepang, dan menyebut tarif tersebut bisa meningkat menjadi 15–20%, meskipun tidak memberikan rincian pasti. Pernyataan ini menambah tekanan terhadap ketidakpastian perdagangan global dan berdampak pada pergerakan nilai tukar mata uang utama dunia, termasuk euro.

Lebih lanjut, Trump juga menyatakan bahwa ia ingin Jerome Powell mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua The Fed, namun menambahkan bahwa pemecatan paksa dapat mengganggu stabilitas pasar. Ini kembali memunculkan kekhawatiran investor terhadap potensi intervensi politik terhadap independensi bank sentral AS.

Dari sisi inflasi, data harga konsumen AS untuk bulan Juni yang lebih tinggi dari perkiraan telah memicu kekhawatiran bahwa suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama. Presiden The Fed Dallas, Lorie Logan, menekankan bahwa The Fed mungkin perlu mempertahankan tingkat suku bunga saat ini lebih lama demi memastikan inflasi tetap terkendali, terutama dengan adanya tekanan tambahan dari kebijakan tarif pemerintahan Trump.

Sementara itu, Presiden The Fed New York, John Williams, menyatakan bahwa posisi kebijakan moneter saat ini sudah tepat, memberikan ruang bagi The Fed untuk memantau perkembangan ekonomi sebelum mengambil keputusan selanjutnya. Pernyataan ini menandakan bahwa bank sentral AS masih bersikap wait-and-see, yang semakin memperkuat posisi dolar sebagai aset aman di tengah ketidakpastian global.

Dengan banyaknya data penting dan dinamika geopolitik yang sedang berlangsung, EUR/USD berpotensi melanjutkan tren pelemahannya jika inflasi Zona Euro meleset dari ekspektasi atau jika sentimen terhadap dolar AS tetap solid. Para trader dan analis kini menantikan konfirmasi dari kedua rilis data hari ini untuk mengukur arah tren jangka pendek selanjutnya bagi pasangan mata uang utama ini.

Sumber : newsmaker.id

Selasa, 15 Juli 2025

Saham Jepang Menguat Menjelang Pembicaraan Perdagangan Tokyo-AS

 


Pasar saham Jepang ditutup menguat pada Selasa, seiring meningkatnya optimisme investor menjelang pertemuan penting antara Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang dijadwalkan berlangsung di Tokyo pada Jumat mendatang. Pertemuan ini menjadi krusial karena dilakukan menjelang tenggat waktu kesepakatan dagang antara kedua negara pada 1 Agustus.

Indeks Nikkei 225 naik 0,55%, atau 218,4 poin, dan berakhir di level 39.678,02, menandakan sentimen pasar yang positif terhadap kemungkinan kemajuan diplomatik antara Jepang dan Amerika Serikat.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, akan mengunjungi Jepang dalam rangka menghadiri Hari Nasional Amerika di World Expo, Osaka, pada 19 Juli. Ia memilih untuk melewatkan pertemuan G20 sektor keuangan di Afrika Selatan demi fokus pada hubungan bilateral dengan Jepang. Delegasi AS kali ini akan diperkuat oleh Menteri Ketenagakerjaan Lori Chavez-DeRemer dan Wakil Menteri Luar Negeri Christopher Landau, mencerminkan pentingnya agenda dagang ini bagi Washington.

Negosiator utama Jepang, Ryosei Akazawa, juga dijadwalkan bertemu Bessent. Meskipun Akazawa telah melakukan tujuh kunjungan ke AS sejak April, kesepakatan perdagangan yang dinanti-nanti belum juga tercapai. Hal ini meningkatkan tekanan politik dan ekonomi menjelang tenggat waktu yang kian dekat.

Dari sisi ekonomi domestik, survei kuartalan Bank of Japan menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi rumah tangga tetap tinggi pada kuartal kedua. Sekitar 85,1% responden memperkirakan harga akan naik dalam 12 bulan ke depan, hanya sedikit turun dari 86,7% pada Maret. Dari angka tersebut, 33,4% memperkirakan kenaikan signifikan, sementara 51,7% memperkirakan kenaikan moderat.

Untuk jangka waktu lima tahun, 83,1% rumah tangga memperkirakan harga akan lebih tinggi, dibandingkan 83,5% sebelumnya. Yang menarik, rumah tangga memperkirakan rata-rata kenaikan harga sebesar 12,8% untuk setahun ke depan, level tertinggi sejak September 2006—menunjukkan kekhawatiran inflasi yang mendalam di kalangan konsumen Jepang.

Di sektor korporasi, StemCell Institute (TYO:7096) mengumumkan kemitraan strategis dengan Big Rainbow Investment, yang terkait dengan Grup Sinar Mas dari Indonesia, untuk mendirikan perusahaan patungan 50:50 dalam memperluas layanan cell banking di Asia Tenggara. Operasi akan dijalankan oleh Stemcell Innovations yang berbasis di Singapura, dengan modal awal sebesar SG\$7 juta, dan ditargetkan mulai beroperasi pada Maret 2026. Proyek ini juga kemungkinan akan merambah penyimpanan oosit dan terapi regeneratif, dua bidang yang tengah naik daun dalam dunia bioteknologi.

Sementara itu, Toyokumo (TYO:4058) melaporkan penjualan bulan Juni sebesar 404 juta yen, tumbuh 57,8% dibandingkan tahun lalu. Penjualan untuk paruh pertama tahun fiskal 2025 juga naik 55,1% menjadi 2,25 miliar yen, mencerminkan pertumbuhan kuat di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Dari sektor farmasi, Towa Pharmaceutical (TYO:4553) mengonfirmasi bahwa kebakaran yang terjadi pada 14 Juli di pabrik Yamagata hanya merusak sebagian ruang mesin dan tidak menimbulkan korban. Bangunan lain di area tersebut tidak terdampak dan tetap beroperasi seperti biasa, menjaga kelangsungan produksi obat generik perusahaan.

Kesimpulan

Kenaikan saham Jepang mencerminkan harapan pasar terhadap tercapainya kemajuan dalam negosiasi perdagangan Jepang-AS yang semakin intensif menjelang tenggat waktu. Ditambah lagi, data ekonomi dan perkembangan korporasi menunjukkan dinamika positif, meskipun ekspektasi inflasi yang tinggi bisa menjadi tantangan jangka panjang. Dengan berbagai faktor global dan domestik yang terus bergulir, investor disarankan untuk mencermati arah kebijakan pemerintah dan pergerakan korporasi utama yang bisa menentukan tren pasar selanjutnya.

Rabu, 09 Juli 2025

Yen Jepang Melemah di Tengah Ketegangan Tarif Dagang dengan AS

 


Nilai tukar yen Jepang kembali merosot dan menembus level 147 per dolar AS pada hari Rabu, menandai penurunan untuk sesi ketiga berturut-turut. Pelemahan ini mencerminkan meningkatnya tekanan pasar terhadap mata uang Jepang, seiring memburuknya hubungan dagang antara Jepang dan Amerika Serikat, khususnya terkait proteksi Jepang atas pasar beras domestiknya yang menjadi titik gesekan utama.

Ketegangan memuncak setelah Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan tarif sebesar 25% atas berbagai produk Jepang, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang. Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif tersebut bersifat final—tanpa ruang untuk revisi atau penundaan—dan berlaku untuk 14 negara sekaligus, menambah tekanan pada mitra dagang utama Washington, termasuk Tokyo.

Pemerintah Jepang merespons dengan nada diplomatis namun tegas. Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyebut kebijakan tersebut sebagai "sangat disesalkan," namun menegaskan bahwa Jepang akan tetap melanjutkan dialog dengan pihak AS untuk mencari solusi yang adil dan saling menguntungkan. Pernyataan ini menunjukkan pendekatan negosiasi terbuka dari Jepang meskipun berada di bawah tekanan ekonomi dan politik yang signifikan.

Dari sisi moneter, Bank of Japan (BoJ) turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak jangka menengah dari kebijakan tarif ini terhadap stabilitas harga domestik. Anggota dewan BoJ, Junko Koeda, menyatakan bahwa bank sentral kini mengamati secara ketat potensi efek lanjutan terhadap inflasi inti, terutama dari kemungkinan lonjakan harga pangan seperti beras, yang merupakan komoditas strategis di pasar domestik Jepang.

Pelemahan yen dalam konteks ini juga memperlihatkan ketidakseimbangan yang dihadapi BoJ: di satu sisi, mata uang yang lebih lemah bisa meningkatkan daya saing ekspor Jepang, namun di sisi lain, dapat memicu tekanan inflasi impor, terutama di sektor pangan dan energi. Ketidakpastian kebijakan perdagangan global yang terus meningkat membuat ruang gerak kebijakan moneter Jepang semakin sempit.

Secara teknikal, jika tekanan terhadap yen terus berlanjut, potensi pelemahan lanjutan dapat membawa nilai tukar ke kisaran 148–149 per dolar dalam waktu dekat, terutama jika negosiasi bilateral tidak menunjukkan kemajuan. Para pelaku pasar kini menantikan rilis data ekonomi Jepang serta perkembangan lebih lanjut dalam perundingan dagang untuk menentukan arah tren nilai tukar berikutnya.

Dengan dinamika geopolitik yang kompleks dan risiko ekonomi yang meningkat, posisi yen akan sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar terhadap stabilitas kawasan serta kemampuan Jepang mempertahankan komitmennya terhadap kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.

Senin, 07 Juli 2025

Pasar Saham Eropa Stabil, Investor Cermati Langkah Perdagangan AS dan Ketegangan BRICS

 


Pasar saham Eropa bergerak stabil pada awal pekan ini, mencerminkan sikap hati-hati investor dalam menghadapi perkembangan terbaru terkait kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Indeks STOXX 50 bertahan di kisaran 5.300, sementara STOXX 600 berada datar di level 541. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh potensi tarif tambahan dari AS dan ketegangan geopolitik global menjadi latar utama pergerakan pasar yang tertahan.

Surat Peringatan Tarif AS Picu Spekulasi Baru

Presiden AS Donald Trump dijadwalkan mengirimkan sekitar selusin surat peringatan tarif secara formal kepada mitra dagang, sebagai bagian dari strategi memperketat posisi perdagangan global. Namun, masih belum jelas apakah negara-negara Uni Eropa akan termasuk dalam daftar tersebut. Trump sebelumnya juga menyampaikan rencana untuk memberlakukan tambahan tarif sebesar 10% kepada negara-negara yang dianggap berpihak pada aliansi BRICS—blok ekonomi yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.

Langkah ini meningkatkan kekhawatiran bahwa kebijakan perdagangan AS akan makin mengarah pada fragmentasi global, dan memicu perhitungan ulang oleh pelaku pasar terhadap risiko perdagangan internasional.

Penundaan Paket Tarif Utama Tahan Sentimen Pasar

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengonfirmasi bahwa penerapan paket tarif yang sebelumnya dijadwalkan berlaku mulai 9 Juli, kini ditunda hingga 1 Agustus. Penundaan ini memberikan waktu lebih bagi pasar untuk menyesuaikan ekspektasi, tetapi juga memperpanjang ketidakpastian yang membayangi keputusan investasi dan strategi lindung nilai perusahaan multinasional.

Di tengah penantian tersebut, minat risiko di pasar Eropa tampak tertahan, seiring investor menunggu arah kebijakan lebih jelas dari Washington.

Sektor Energi Tertekan Setelah Keputusan OPEC+

Saham-saham terkait energi mengalami tekanan setelah OPEC+ mengumumkan peningkatan produksi minyak mentah yang melebihi ekspektasi untuk bulan Agustus. Keputusan ini memicu penurunan harga minyak global, yang secara langsung berdampak pada kinerja perusahaan minyak dan gas di bursa Eropa. Sektor energi menjadi salah satu penyumbang pelemahan indeks regional pada sesi perdagangan kali ini.

Tekanan Tambahan dari Ketegangan Tiongkok-Uni Eropa

Di sisi lain, sektor kesehatan di Jerman mencatat pelemahan signifikan setelah Tiongkok memberlakukan sanksi balasan terhadap perangkat medis asal Uni Eropa. Saham Siemens Healthineers serta sejumlah perusahaan teknologi medis lainnya mengalami koreksi akibat sentimen negatif ini. Merck KGaA juga turut melemah setelah mendapat penurunan peringkat dari broker, menambah tekanan pada sektor kesehatan yang sebelumnya menjadi penopang pertumbuhan saham defensif.

Kesimpulan: Ketidakpastian Global Membentuk Pola Wait and See

Stabilitas indeks STOXX mencerminkan sikap waspada investor terhadap faktor-faktor eksternal yang belum sepenuhnya bisa diprediksi. Penundaan kebijakan tarif, ancaman terhadap mitra dagang AS, serta ketegangan antara Tiongkok dan Uni Eropa menjadi isu utama yang mempengaruhi arah pasar saham Eropa.

Dalam beberapa minggu mendatang, fokus utama investor akan tertuju pada tindak lanjut kebijakan perdagangan AS, respons dari negara-negara BRICS, serta dampak lanjutan dari eskalasi ketegangan ekonomi global. Bagi pelaku pasar, strategi selektif dan pemantauan aktif terhadap pergerakan geopolitik menjadi kunci dalam menyikapi volatilitas yang kemungkinan akan meningkat.

Sumber : newsmaker.id

Kamis, 03 Juli 2025

Indeks Hang Seng Turun 0,6%, Saham Xiaomi Jadi Penekan Terbesar

 


Indeks Hang Seng di Bursa Saham Hong Kong ditutup melemah 0,6% ke level 24.069,94 pada perdagangan Kamis (4/7). Penurunan ini menjadi yang terendah sejak 23 Juni, sekaligus menghapus kenaikan 0,6% yang tercatat pada sesi perdagangan hari sebelumnya. Pelemahan tersebut mencerminkan kembalinya kekhawatiran investor terhadap risiko global dan ketidakpastian regulasi sektor teknologi.

Xiaomi Pimpin Penurunan, Tekanan Terbesar di Sektor Teknologi

Dari sisi kontributor, saham Xiaomi Corp. mencatat penurunan paling signifikan, yaitu sebesar 3,4%. Koreksi tajam ini menjadikannya penyumbang terbesar terhadap pelemahan indeks Hang Seng hari ini. Secara keseluruhan, dari 85 saham yang terdaftar dalam indeks, 31 saham mengalami penurunan, sementara 51 saham mencatatkan kenaikan, dan 3 saham stagnan.

Sektor perdagangan dan industri menjadi sektor paling tertekan, dengan dua dari empat sub-sektor mencatatkan pelemahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kekhawatiran investor tidak hanya terfokus pada satu sektor saja, namun telah meluas ke sektor-sektor siklikal yang sensitif terhadap perkembangan ekonomi global.

Sentimen Global dan Kekhawatiran Regulasi Tekan Pasar

Penurunan indeks Hang Seng kali ini tidak dipicu oleh satu kejadian spesifik, namun lebih karena akumulasi kekhawatiran pasar terhadap prospek ekonomi global yang masih belum pasti. Ketidakpastian seputar arah kebijakan suku bunga global, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dan potensi pengetatan regulasi sektor teknologi menciptakan atmosfer yang membuat pelaku pasar memilih strategi defensif.

Investor juga cenderung berhati-hati menjelang rilis data ekonomi penting dari Amerika Serikat, termasuk laporan Nonfarm Payrolls dan indeks aktivitas sektor jasa. Ketidakpastian terhadap data tersebut mendorong pelaku pasar untuk mengurangi eksposur terhadap aset berisiko, termasuk saham-saham teknologi yang memiliki volatilitas tinggi.

Pasar Masih Fluktuatif, Respons Tinggi Terhadap Sentimen Eksternal

Penurunan hari ini menggarisbawahi fakta bahwa pasar saham Hong Kong masih sangat rentan terhadap perubahan sentimen global. Meskipun secara teknikal belum memasuki fase bearish, namun fluktuasi yang terjadi menunjukkan bahwa investor masih cenderung bereaksi cepat terhadap potensi risiko, terutama yang berasal dari luar negeri.

Di tengah minimnya katalis positif dari dalam negeri, arah pergerakan indeks Hang Seng dalam waktu dekat kemungkinan besar akan tetap dipengaruhi oleh data ekonomi global, kebijakan suku bunga bank sentral, serta dinamika hubungan dagang antarnegara.

Kesimpulan: Hang Seng Butuh Katalis Positif untuk Pulih

Pelemahan indeks Hang Seng pada perdagangan hari ini memperlihatkan sensitivitas tinggi pasar terhadap ketidakpastian makroekonomi dan risiko regulasi. Dengan saham-saham unggulan seperti Xiaomi menjadi target aksi jual, pelaku pasar menunggu kepastian dari rilis data-data global sebelum mengambil posisi lebih agresif. Untuk bisa pulih secara berkelanjutan, pasar memerlukan katalis positif, baik dari kebijakan pemerintah maupun perbaikan data fundamental. Sampai saat itu tiba, volatilitas tinggi kemungkinan besar akan tetap mewarnai perdagangan di Bursa Hong Kong.

Selasa, 01 Juli 2025

Harga Perak Stabil di Tengah Melemahnya Dolar AS

 


Harga perak bertahan stabil di kisaran \$36 per ons pada Selasa, mempertahankan kekuatan setelah mencatatkan performa positif sepanjang bulan Juni. Penguatan ini ditopang oleh melemahnya dolar AS, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang lebih agresif, meningkatnya kekhawatiran fiskal, serta ketidakpastian yang terus berlanjut terkait kebijakan perdagangan global.

Dolar yang lebih lemah biasanya mendorong permintaan terhadap komoditas yang dihargai dalam dolar, seperti perak. Hal ini terjadi karena logam mulia tersebut menjadi lebih murah bagi pembeli dari luar negeri. Kombinasi antara ketegangan fiskal, arah kebijakan moneter AS, dan ketidakjelasan dalam perdagangan internasional menjadikan perak tetap menarik sebagai aset pelindung nilai (safe haven).

Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Dorong Permintaan Safe Haven

Pasar kini semakin yakin bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, kemungkinan besar pada pertemuan bulan Juli. Sentimen ini dipicu oleh data ekonomi AS yang mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan, serta tekanan politik yang terus diarahkan kepada bank sentral untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

Investor tengah menantikan rilis data tenaga kerja AS yang akan dirilis pekan ini. Jika data menunjukkan pelemahan, hal tersebut akan semakin memperkuat spekulasi bahwa The Fed perlu segera melonggarkan kebijakan moneternya. Dalam konteks ini, perak berpotensi mendapat dorongan tambahan sebagai alternatif investasi ketika imbal hasil obligasi menurun dan risiko pasar meningkat.

Rencana Pemangkasan Pajak dan Belanja AS Tingkatkan Kekhawatiran Fiskal

Selain faktor moneter, fokus investor juga tertuju pada upaya Senat AS dalam mengesahkan paket pemangkasan pajak dan belanja besar-besaran yang diajukan oleh Presiden Donald Trump sebelum tenggat 4 Juli. Paket kebijakan ini diperkirakan akan menambah utang nasional hingga \$3,3 triliun, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius terkait ketahanan fiskal jangka panjang Amerika Serikat.

Kondisi fiskal yang memburuk biasanya memperlemah kepercayaan terhadap mata uang negara tersebut, dalam hal ini dolar AS. Akibatnya, investor cenderung mencari aset keras seperti perak dan emas untuk melindungi nilai kekayaannya dari potensi penurunan nilai tukar dan inflasi.

Ketidakpastian Perdagangan Masih Membayangi Sentimen Pasar

Sementara itu, isu perdagangan tetap menjadi perhatian utama. Investor masih menunggu kejelasan apakah AS akan berhasil mencapai kesepakatan dengan mitra dagang utamanya sebelum masa penangguhan tarif selama 90 hari berakhir minggu depan. Jika kesepakatan gagal tercapai, risiko meningkatnya tensi perdagangan bisa kembali memicu volatilitas pasar secara global.

Secara keseluruhan, harga perak kemungkinan akan tetap mendapat dukungan kuat selama tekanan terhadap dolar AS berlanjut dan ketidakpastian makroekonomi tetap tinggi. Dengan berbagai katalis yang sedang berkembang, logam mulia ini terus menjadi pilihan favorit bagi investor yang menghindari risiko.

Kamis, 26 Juni 2025

Saham Eropa Menguat Tipis Seiring Gencatan Senjata Iran-Israel, Sorotan Tertuju pada Independensi The Fed

 


Pasar saham Eropa dibuka menguat tipis pada Kamis pagi, terdorong oleh meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah setelah gencatan senjata antara Iran dan Israel tampaknya tetap bertahan. Namun, sorotan investor dengan cepat bergeser ke Amerika Serikat, menyusul kritik terbaru Presiden Donald Trump terhadap Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, yang kembali memunculkan kekhawatiran akan independensi bank sentral AS.

STOXX 600 Menguat, Saham Regional Kompak Menghijau

Indeks STOXX 600 pan-Eropa dibuka naik 0,3% di level 538,75 poin pada pukul 07.07 GMT. Kenaikan ini juga tercermin di sejumlah indeks utama kawasan lainnya, menunjukkan bahwa sentimen investor mulai membaik seiring meredanya ketidakpastian geopolitik. Pelaku pasar tampaknya menyambut positif perkembangan di Timur Tengah, di mana gencatan senjata yang diumumkan awal pekan ini masih berlangsung tanpa pelanggaran signifikan.

Penguatan pasar didorong oleh sektor-sektor defensif dan industri berat. Saham perusahaan tambang industri Eropa melonjak 1,1% saat pembukaan, mencerminkan ekspektasi stabilitas pasokan global. Sektor utilitas juga mencatatkan kenaikan sebesar 0,8%, mencerminkan minat investor terhadap saham-saham berisiko rendah di tengah dinamika global yang belum sepenuhnya mereda.

Trump Kembali Serang The Fed, Kekhawatiran Terhadap Campur Tangan Politik Meningkat

Meskipun tensi geopolitik mereda, pasar keuangan kembali dihantui oleh ketidakpastian kebijakan moneter AS. Presiden Donald Trump pada Rabu menyebut Ketua The Fed Jerome Powell sebagai “mengerikan” dan menyatakan telah mempertimbangkan tiga atau empat nama untuk menggantikan Powell sebagai pemimpin bank sentral AS. Menurut laporan Wall Street Journal, Trump bahkan mempertimbangkan untuk mengumumkan pengganti Powell secepatnya pada September atau Oktober.

Kritik terbuka terhadap The Fed ini memperuncing kekhawatiran pasar akan potensi campur tangan politik terhadap kebijakan moneter, yang selama ini dijaga independensinya. Jika independensi The Fed terganggu, hal ini dapat berdampak signifikan terhadap kestabilan pasar global, terutama dalam menghadapi kemungkinan penyesuaian suku bunga dan kebijakan likuiditas ke depan.

Perdagangan Global Kembali Memanas Jelang Batas Waktu 9 Juli

Trump juga menghadapi tekanan dari sisi perdagangan internasional. Kebijakan tarif yang tidak konsisten kembali menjadi perhatian, menjelang tenggat 9 Juli untuk tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan Uni Eropa. Para pemimpin Uni Eropa dijadwalkan memberikan arahan kepada Komisi Eropa hari ini, apakah akan mengejar kesepakatan cepat dengan Washington meskipun harus memberikan konsesi lebih, atau memilih konfrontasi yang berpotensi menghasilkan hasil yang lebih menguntungkan dalam jangka panjang.

Ketidakpastian ini menambah kompleksitas lanskap ekonomi global, dan menjadi pertimbangan utama bagi investor dalam memposisikan portofolio mereka.

Performa Saham Individual: H\&M Jadi Sorotan Positif

Di tengah gejolak tersebut, beberapa emiten individu tetap berhasil mencuri perhatian. Saham H\&M, perusahaan ritel mode asal Swedia, dibuka melonjak 5,3% setelah melaporkan laba kuartal kedua yang sedikit lebih kuat dari ekspektasi. Kinerja ini menjadi angin segar bagi CEO Daniel Erver, yang tengah berupaya melakukan restrukturisasi merek serta meningkatkan profitabilitas perusahaan di tengah tekanan pasar ritel global.

Hasil yang positif dari H\&M menunjukkan bahwa terlepas dari ketidakpastian makro, perbaikan strategi mikro tetap dapat menarik minat investor.

Kesimpulan: Pasar Eropa Bergerak di Tengah Keseimbangan Risiko dan Harapan

Saham Eropa saat ini bergerak dalam koridor yang hati-hati. Di satu sisi, ketegangan geopolitik yang mereda memberikan ruang bagi kenaikan, namun di sisi lain, gangguan dari arah kebijakan moneter AS dan potensi perang dagang menahan reli lebih lanjut. Fokus pasar ke depan akan tertuju pada kelanjutan gencatan senjata Timur Tengah, arah kebijakan The Fed, dan dinamika negosiasi dagang transatlantik. Dalam lanskap global yang penuh ketidakpastian, pasar tetap mencari keseimbangan antara risiko dan potensi pertumbuhan.

Selasa, 24 Juni 2025

Dolar Australia Melaju Kencang! Ketegangan Mereda, Ekonomi Membaik

 


Dolar Australia (AUD) kembali menguat terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) pada Selasa (24/06), memperpanjang tren positifnya untuk hari kedua berturut-turut. Pasangan mata uang AUD/USD menunjukkan penguatan signifikan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan gencatan senjata total antara Iran dan Israel. Pernyataan ini disambut positif oleh pasar global, terutama investor yang selama ini mencermati ketegangan geopolitik Timur Tengah sebagai faktor risiko utama.

Redanya Ketegangan Dukung Sentimen Pasar

Konflik yang sempat memanas pasca-serangan rudal Iran ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar pada Senin malam — yang kemudian berhasil dicegat tanpa korban — telah menciptakan ketidakpastian global selama beberapa hari terakhir. Namun, situasi berubah drastis setelah Trump mengonfirmasi bahwa AS telah menghancurkan tiga fasilitas nuklir utama milik Iran, yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan. Meskipun Iran membalas dengan tindakan simbolik, termasuk persetujuan parlemen untuk menutup Selat Hormuz, pernyataan Trump soal "gencatan senjata total" berhasil meredakan kepanikan pasar.

Bagi AUD, kabar ini menjadi katalis yang mendorong mata uang tersebut menguat, mengingat Australia memiliki eksposur perdagangan yang tinggi terhadap kondisi stabilitas global. Ketika risiko geopolitik menurun, investor global cenderung kembali masuk ke aset-aset dengan yield lebih tinggi, termasuk mata uang komoditas seperti AUD.

Data Ekonomi Domestik Perkuat Posisi AUD

Tak hanya didukung oleh faktor eksternal, AUD juga memperoleh dorongan dari rilis data ekonomi domestik yang solid. Indeks PMI dari S\&P Global menunjukkan bahwa sektor swasta Australia tumbuh pada laju tercepat kedua dalam sepuluh bulan terakhir. Lonjakan ini mencerminkan pemulihan permintaan domestik dan aktivitas produksi yang meningkat secara konsisten.

Pertumbuhan yang lebih kuat ini secara otomatis mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat oleh Reserve Bank of Australia (RBA). Dengan inflasi yang mulai terkendali namun pertumbuhan tetap kuat, pelaku pasar kini melihat potensi stabilitas kebijakan moneter Australia sebagai alasan tambahan untuk mengakumulasi AUD.

AUD/USD Dalam Tren Positif

Pasangan AUD/USD diperdagangkan di atas level teknikal penting, mengindikasikan momentum bullish yang sedang berlangsung. Para analis teknikal menyoroti bahwa jika penguatan ini berlanjut, AUD dapat menembus level resistensi berikutnya, terutama jika dolar AS terus melemah akibat ketidakpastian kebijakan The Fed dan dampak geopolitik yang mereda.

Ditambah lagi, indeks dolar Bloomberg tercatat melemah 0,3% dalam sesi perdagangan yang sama, menandakan tekanan terhadap USD secara menyeluruh. Dalam lingkungan ini, AUD muncul sebagai salah satu mata uang utama dengan performa terbaik.

Kesimpulan

Kombinasi dari meredanya ketegangan geopolitik Timur Tengah dan membaiknya indikator ekonomi domestik menjadikan AUD sebagai primadona di pasar valuta asing saat ini. Dengan ekspektasi suku bunga yang stabil dan sentimen risiko yang membaik, tren penguatan AUD diperkirakan akan terus berlanjut dalam waktu dekat, terutama jika tidak ada kejutan baru dari sisi geopolitik global.

Jumat, 20 Juni 2025

Hang Seng Menguat 1,3% di Akhir Pekan Namun Tetap Catatkan Penurunan Mingguan

 


Indeks Hang Seng melonjak 293 poin atau sekitar 1,3% dan ditutup di level 23.530 pada perdagangan Jumat, menghapus kerugian selama tiga hari sebelumnya di tengah penguatan luas di berbagai sektor. Meski mengalami rebound harian yang signifikan, indeks acuan Hong Kong ini tetap mencatat penurunan mingguan sebesar 1,5%—penurunan mingguan pertama dalam tiga pekan terakhir dan yang terdalam sejak awal April.

Kenaikan pada hari Jumat sebagian besar didorong oleh keputusan Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) yang mempertahankan suku bunga pinjaman utama (LPR) tetap stabil. Sebelumnya pada bulan Mei, PBoC memangkas suku bunga ke rekor terendah guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan menyeimbangkan tekanan eksternal, termasuk dari peningkatan tarif AS. Keputusan untuk mempertahankan suku bunga kali ini dipandang sebagai sinyal stabilisasi ekonomi Tiongkok, memberikan dorongan pada sektor keuangan dan properti yang sensitif terhadap kebijakan moneter.

Sentimen pasar juga mendapatkan dukungan dari kabar bahwa Amerika Serikat meredam spekulasi keterlibatannya dalam potensi aksi militer bersama Israel terhadap Iran. Pernyataan resmi dari pihak Washington ini meredakan kekhawatiran pasar global akan eskalasi geopolitik yang dapat mengguncang pasar saham dan komoditas, serta memperburuk risiko inflasi.

Meskipun demikian, sentimen jangka menengah tetap tertekan setelah Federal Reserve AS mengeluarkan pernyataan hawkish terkait inflasi. Dalam pernyataan terbarunya, The Fed menyebutkan bahwa risiko inflasi tetap “bermakna” dan memperkirakan laju pemangkasan suku bunga akan lebih lambat pada tahun 2026. Meskipun masih terbuka kemungkinan untuk dua kali pemotongan suku bunga tahun ini, ketidakpastian arah kebijakan membuat pelaku pasar lebih berhati-hati, terutama terhadap saham-saham berbasis pertumbuhan yang sensitif terhadap suku bunga.

Di sisi korporasi, saham United Laboratories naik 2,2% setelah menerima pembayaran awal sebesar \$180 juta dari Novo Nordisk dalam kesepakatan lisensi eksklusif, yang menandakan kepercayaan terhadap inovasi dan pipeline farmasi perusahaan. Beberapa saham unggulan lainnya yang mencatat penguatan signifikan termasuk Sunny Optical Tech yang naik 4,2%, Mixue Group sebesar 3,1%, dan Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) yang menguat 1,9%.

Secara keseluruhan, meskipun penguatan di akhir pekan memberikan angin segar, Hang Seng tetap menghadapi tantangan dari ketidakpastian global dan dinamika makroekonomi yang berubah cepat. Investor disarankan untuk tetap selektif dalam memilih saham, dengan fokus pada sektor-sektor defensif dan berbasis fundamental kuat dalam menghadapi fluktuasi yang masih mungkin berlanjut dalam beberapa pekan ke depan.

Rabu, 18 Juni 2025

Harga Minyak Naik Saat Konflik Iran-Israel Memasuki Hari Keenam

 


Harga minyak mentah dunia kembali menguat dalam perdagangan Asia pada Rabu pagi, melanjutkan kenaikan hampir 4% dari sesi sebelumnya. Lonjakan ini didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan akibat konflik bersenjata antara Iran dan Israel yang terus memburuk dan kini memasuki hari keenam.

Harga minyak mentah Brent tercatat naik sebesar 26 sen atau 0,3% menjadi \$76,71 per barel pada pukul 04:40 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat menguat 35 sen atau 0,5% ke level \$75,19 per barel. Kenaikan ini mencerminkan ketegangan yang meningkat di kawasan Timur Tengah, yang menjadi pusat perhatian pasar global.

Presiden AS Donald Trump pada Selasa menyerukan agar Iran menyerah tanpa syarat di tengah eskalasi konflik udara yang semakin intensif. AS pun memperkuat kehadiran militernya di wilayah tersebut dengan mengerahkan lebih banyak pesawat tempur, sebagaimana dikonfirmasi oleh tiga pejabat militer kepada Reuters. Langkah ini semakin memperkuat kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan distribusi energi global, khususnya melalui Selat Hormuz.

Selat Hormuz adalah jalur vital pengiriman minyak dunia, mengangkut sekitar 20% dari total pasokan minyak mentah global yang dikirim lewat laut. Iran, sebagai produsen terbesar ketiga dalam OPEC, memproduksi sekitar 3,3 juta barel per hari (bph). Meskipun OPEC+ memiliki kapasitas cadangan sekitar 5,7 juta bph untuk menutupi kekurangan, gangguan signifikan terhadap infrastruktur ekspor atau produksi Iran tetap menjadi ancaman nyata bagi stabilitas harga minyak.

Menurut analis dari Fitch Ratings, gangguan material terhadap produksi atau ekspor Iran akan memberikan tekanan naik yang signifikan terhadap harga. Namun demikian, dalam skenario ekstrem sekalipun, di mana ekspor Iran sepenuhnya terhenti, kapasitas cadangan dari negara-negara OPEC+ diperkirakan cukup untuk menyeimbangkan pasar.

Selama dua pekan terakhir, harga minyak Brent telah melonjak sekitar \$10 per barel, mencerminkan peningkatan premi risiko geopolitik. Analis Fitch memperkirakan bahwa premi risiko tersebut kemungkinan akan tetap berada dalam kisaran \$5 hingga \$10 selama konflik terus berlangsung tanpa eskalasi besar yang melampaui ekspektasi pasar.

Tanda-tanda kekhawatiran juga terlihat dari selisih harga (spread) antara minyak Brent dan benchmark Dubai yang melonjak di atas \$3 per barel pada hari Rabu—tingkat tertinggi sejak akhir September 2023, menurut data dari LSEG. Hal ini menunjukkan permintaan yang lebih kuat terhadap minyak dari pasar non-Timur Tengah, yang dianggap lebih aman secara logistik.

Selain konflik geopolitik, perhatian pasar juga terfokus pada pertemuan hari kedua Federal Reserve AS yang sedang berlangsung. Bank sentral AS diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%-4,50%. Namun, ancaman perlambatan pertumbuhan global akibat gejolak Timur Tengah dapat mendorong The Fed untuk memangkas suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan pasar, mungkin sudah pada bulan Juli ketimbang September.

Analis pasar dari IG, Tony Sycamore, menyatakan bahwa ketegangan di Timur Tengah bisa menjadi pemicu bagi The Fed untuk mengadopsi sikap lebih dovish, sebagaimana terjadi setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Penurunan suku bunga secara historis biasanya mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak, sehingga menjadi sentimen positif tambahan bagi harga energi.

Namun demikian, situasi ini juga menciptakan dilema baru bagi The Fed. Di satu sisi, konflik yang berkepanjangan berisiko memperlambat pertumbuhan global; di sisi lain, lonjakan harga minyak dapat memicu tekanan inflasi baru, yang justru bertentangan dengan tujuan penurunan suku bunga.

Dengan latar belakang yang kompleks ini, pasar energi saat ini menghadapi ketidakpastian tinggi. Kenaikan harga minyak mencerminkan kombinasi antara ketegangan geopolitik, potensi gangguan pasokan, dan arah kebijakan moneter AS yang belum pasti. Dalam jangka pendek, sentimen pasar cenderung tetap sensitif terhadap perkembangan di Timur Tengah, sementara pelaku pasar menantikan sinyal yang lebih jelas dari The Fed terkait arah kebijakan suku bunga berikutnya.

Senin, 16 Juni 2025

Saham Jepang Menguat Meski Ketegangan Global Meningkat, Apa Faktor Pendorongnya?

 


Indeks Nikkei 225 mencatat kenaikan signifikan sebesar 1,26% dan ditutup pada level 38.311 pada hari Senin, sementara indeks Topix yang lebih luas juga mengalami kenaikan 0,75% ke posisi 2.777. Kenaikan ini mencerminkan pemulihan yang kuat dari kerugian sesi sebelumnya, bahkan di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global, khususnya di Timur Tengah.

Pasar Abaikan Ketegangan Timur Tengah, Fokus pada Fundamental Domestik

Meski bentrokan antara Israel dan Iran terus berlanjut—dengan kedua belah pihak saling menyerang infrastruktur energi dan mendorong kenaikan harga minyak dunia—pasar saham Jepang menunjukkan ketahanan yang luar biasa. Investor tampaknya memilih untuk memfokuskan perhatian pada fundamental domestik dan peluang jangka pendek, dibandingkan terbawa arus kekhawatiran global.

Peningkatan harga minyak memang bisa menimbulkan tekanan inflasi global, namun sentimen risiko di pasar Jepang tetap positif. Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi dan perusahaan-perusahaan besar Jepang dalam menghadapi gejolak global.

Yen Melemah, Industri Ekspor Diuntungkan

Salah satu faktor kunci di balik penguatan bursa Jepang adalah pelemahan yen, yang secara historis berdampak positif pada prospek keuntungan perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor. Yen yang lebih murah membuat produk Jepang lebih kompetitif di pasar global, sehingga meningkatkan pendapatan dari luar negeri saat dikonversi kembali ke mata uang lokal.

Sektor teknologi dan industri berat menjadi yang paling merespons positif kondisi ini. Saham seperti Advantest melonjak 9,6%, Metaplanet melejit hingga 25,6%, sementara Disco naik 4,3%. Perusahaan besar seperti Mitsubishi Heavy Industries dan IHI Corp juga masing-masing mencatatkan kenaikan sebesar 2% dan 3,5%.

Bank of Japan Jadi Fokus Investor Selanjutnya

Perhatian investor kini tertuju pada pertemuan kebijakan Bank of Japan (BoJ) yang akan datang. Pasar secara luas memperkirakan bahwa BoJ akan mempertahankan suku bunga pada level saat ini, sambil mengevaluasi potensi dampak inflasi dari kenaikan harga minyak serta menunggu kepastian lebih lanjut terkait arah kebijakan perdagangan dan tarif dari Amerika Serikat.

Sikap hati-hati BoJ dinilai sejalan dengan pendekatan yang dibutuhkan saat ini—mengingat ekonomi Jepang sedang berada pada fase pemulihan yang hati-hati pasca kenaikan suku bunga pertama dalam lebih dari satu dekade pada awal tahun ini. Jika bank sentral menegaskan kembali komitmennya terhadap dukungan kebijakan moneter akomodatif, maka hal tersebut bisa menjadi katalis tambahan bagi penguatan pasar saham.

Saham Jepang Tetap Resilien di Tengah Ketidakpastian Global

Ketahanan pasar saham Jepang di tengah eskalasi ketegangan geopolitik mencerminkan kekuatan internal dan respons positif terhadap kondisi makroekonomi yang mendukung. Dukungan dari pelemahan yen, prospek ekspor yang cerah, serta ekspektasi kebijakan moneter yang stabil dari Bank of Japan menjadi faktor utama di balik performa positif ini. Dengan perhatian pasar kini beralih ke arah kebijakan BoJ dan dinamika global, investor disarankan tetap waspada namun optimistis terhadap prospek jangka pendek saham Jepang.

Kamis, 12 Juni 2025

Ekonomi Inggris Menyusut 0,3% di Bulan April Akibat Dampak Tarif dan Kenaikan Pajak

 


Perekonomian Inggris mencatat kontraksi bulanan terbesar dalam 18 bulan terakhir, menyusul dampak kombinasi kenaikan pajak tajam dan tarif dagang yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Data terbaru ini memberikan tekanan terhadap pemerintahan Partai Buruh pimpinan Perdana Menteri Keir Starmer, yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi untuk membiayai program belanja publiknya yang ambisius.

Produk domestik bruto (PDB) Inggris turun sebesar 0,3% pada bulan April, menurut laporan Kantor Statistik Nasional (ONS) pada Kamis. Angka ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang memprediksi penurunan hanya sebesar 0,1%. Sektor jasa dan manufaktur mengalami penurunan, sementara konstruksi menunjukkan sedikit pertumbuhan.

Kontraksi ini menjadi pukulan keras bagi Starmer, yang sebelumnya mengklaim bahwa Inggris mulai bangkit setelah mencatatkan pertumbuhan solid pada kuartal pertama 2025 dan melampaui kinerja ekonomi negara-negara anggota G7 lainnya. Sayangnya, data terbaru ini menandai potensi melambatnya pertumbuhan pada kuartal kedua, seiring meningkatnya pemutusan hubungan kerja, beban pajak, serta tekanan dari perang dagang global yang dilancarkan oleh Trump.

Dampak Kenaikan Pajak dan Tarif Trump Semakin Terasa

Pada bulan April, ekspor barang Inggris ke AS tercatat mengalami penurunan terbesar sejak pencatatan dimulai pada Januari 1997, akibat gelombang ekspor besar-besaran di kuartal pertama untuk menghindari tarif baru. Dampak ini, ditambah dengan tekanan dari pajak penghasilan dan upah minimum yang dinaikkan oleh Menteri Keuangan Rachel Reeves dalam anggaran pertamanya, menekan konsumsi dan permintaan domestik.

Suren Thiru, Direktur Ekonomi di Institute of Chartered Accountants di Inggris dan Wales, menyebut bahwa lemahnya pertumbuhan menjadi "sakit kepala besar" bagi Menteri Reeves. Menurutnya, melemahnya ekonomi membuat upaya pemerintah untuk menghasilkan pendapatan yang cukup demi mendukung belanja publiknya menjadi lebih sulit, dan membuka kemungkinan kenaikan pajak lanjutan dalam Anggaran Musim Gugur mendatang.

Reeves sendiri menyebut data PDB ini “jelas mengecewakan,” meski dalam wawancara dengan BBC kemudian hari, ia menekankan bahwa angka bulanan cenderung fluktuatif dan menyoroti bahwa kesepakatan dagang Inggris dengan India, AS, dan Uni Eropa akan mendukung pertumbuhan ke depan, terutama setelah reformasi sistem perencanaan kota yang diusung Partai Buruh.

Suku Bunga dan Risiko Fiskal Semakin Mengemuka

Kontraksi ini menjadi yang pertama sejak enam bulan terakhir dan yang terbesar sejak kemenangan telak Partai Buruh pada pemilu musim panas lalu. Para ekonom kini memperkirakan pertumbuhan hanya akan mencapai 0,1% pada kuartal kedua tahun ini. Kondisi ini memicu ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga lanjutan oleh Bank of England, dengan pasar sepenuhnya memperhitungkan dua pemangkasan suku bunga tambahan masing-masing sebesar 0,25 poin persentase.

Pemerintah Starmer berharap momentum dari pertumbuhan kuartal pertama bisa membantu membiayai pemulihan layanan publik, termasuk rencana Reeves untuk meningkatkan investasi di sektor transportasi, pertahanan, energi, dan sistem kesehatan nasional (NHS). Namun, data terbaru ini menunjukkan bahwa euforia pertumbuhan mungkin terlalu prematur.

Reeves sebelumnya membatalkan rencana pemangkasan subsidi musim dingin untuk pensiunan setelah pertumbuhan kuartal pertama terlihat positif. Namun strategi ini bisa berbalik arah, terutama jika ekonomi gagal mempertahankan momentumnya dan target penerimaan negara meleset.

Permintaan Lemah, Pengangguran Naik, dan Daya Beli Terkikis

Ekonomi Inggris juga kehilangan lebih dari seperempat juta lapangan kerja sejak Reeves menaikkan pajak gaji dan upah minimum nasional. Konsumen yang sebelumnya berbelanja besar di kuartal pertama mulai menahan pengeluaran mereka, tercermin dari turunnya penjualan ritel dan output sektor jasa.

ONS melaporkan bahwa output sektor jasa, yang merupakan kontributor terbesar bagi PDB Inggris, turun 0,4%. Aktivitas pengacara dan agen properti menurun tajam, mencerminkan anjloknya transaksi rumah akibat percepatan pembelian sebelum kenaikan pajak properti diberlakukan. Sementara itu, sektor manufaktur mengalami penurunan produksi sebesar 0,9%.

Analisis: Apakah Ini Awal dari Resesi?

Thomas Pugh, Kepala Ekonom di RSM UK, menyatakan bahwa kontraksi bulan April tampaknya lebih mencerminkan "distorsi sementara" akibat penyesuaian dari kebijakan tarif dan pajak yang diberlakukan sebelumnya. Ia menilai bahwa prediksi resesi tampak terlalu pesimistis untuk saat ini.

Meski begitu, proyeksi pertumbuhan kuartalan Inggris hanya berada di kisaran 0,3% hingga akhir 2026. Hal ini menunjukkan tekanan fiskal masih sangat nyata, dan membuka jalan bagi kemungkinan pemerintah menaikkan pajak lagi untuk menjaga defisit anggaran dalam batas yang aman.

Kesimpulan: Ekonomi Inggris Hadapi Kenyataan Baru

Data terbaru ini menjadi peringatan penting bagi pemerintahan Partai Buruh bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah sesuatu yang bisa dianggap pasti. Kombinasi tekanan global seperti perang dagang, penurunan daya beli konsumen, dan kebijakan fiskal domestik yang agresif menciptakan tantangan kompleks bagi kebijakan ekonomi pemerintah.

Pemerintah Inggris perlu lebih cermat menyeimbangkan ambisi belanja publik dengan kondisi ekonomi riil, terutama jika ingin menjaga stabilitas fiskal dan menghindari ketergantungan pada utang atau pajak tambahan dalam jangka menengah.

Selasa, 10 Juni 2025

Indeks Dolar AS Menguat di Tengah Harapan Kesepakatan Dagang AS-Tiongkok

 


Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur nilai Dolar AS (USD) terhadap enam mata uang utama dunia, bangkit kembali ke sekitar 99,25 selama sesi awal Eropa pada Selasa (10/06). Penguatan ini didorong oleh membaiknya sentimen risiko di pasar global, dengan para investor secara cermat memantau hasil perundingan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang dijadwalkan akan dilanjutkan di London pada hari yang sama.

Perundingan dagang yang krusial antara kedua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini telah dimulai di London pada hari Senin dan memasuki hari kedua pada Selasa. Pemerintahan Trump telah mengisyaratkan kesediaannya untuk mencabut beberapa pembatasan ekspor teknologi. Sebagai imbalannya, Amerika Serikat mengharapkan jaminan dari Tiongkok mengenai pelonggaran pembatasan pengiriman rare earth (logam tanah jarang), komoditas yang sangat penting untuk berbagai produk energi, pertahanan, dan teknologi mutakhir. Perkembangan ini merupakan indikasi positif yang dapat membuka jalan bagi resolusi konflik dagang yang telah berlangsung lama.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menggambarkan diskusi pada hari Senin sebagai "pertemuan yang baik," sebuah pernyataan yang menambah optimisme di pasar. Optimisme mengenai meredanya ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok berhasil meredam kekhawatiran akan perlambatan ekonomi di kedua negara adidaya tersebut, yang pada gilirannya memberikan dukungan signifikan bagi greenback (Dolar AS). Fokus pasar selanjutnya akan tertuju pada data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS untuk bulan Mei, yang akan dirilis pada hari Rabu. Laporan ini sangat dinantikan karena dapat memberikan petunjuk penting mengenai dampak tarif yang telah diberlakukan dan prospek suku bunga di masa mendatang. Konsensus pasar memproyeksikan IHK utama diperkirakan akan naik sebesar 2,5% secara tahunan (YoY) pada Mei, sementara IHK inti diperkirakan naik sebesar 2,9% secara tahunan pada periode yang sama. Apabila laporan menunjukkan pembacaan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan, hal tersebut berpotensi menyeret Dolar AS lebih rendah secara keseluruhan, mengingat implikasinya terhadap kebijakan moneter Federal Reserve.

Selasa, 27 Mei 2025

Harga Minyak Melemah karena Ekspektasi Kenaikan Produksi OPEC+ Membebani Sentimen Pasar

 


Harga minyak turun pada hari Selasa karena pasar mulai mengantisipasi kemungkinan keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak mentah pada pertemuan yang dijadwalkan minggu ini. Prospek peningkatan pasokan ini memicu kekhawatiran akan tekanan pada keseimbangan pasar global dan membebani sentimen investor yang sebelumnya terdorong oleh ketatnya pasokan.

Pasar Mengantisipasi Keputusan OPEC+

Kontrak berjangka Brent turun 12 sen atau sekitar 0,19% menjadi \$64,62 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) turun 15 sen atau 0,24% ke posisi \$61,38 per barel. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor bahwa OPEC+ — kelompok yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya — akan menyepakati peningkatan produksi, yang berpotensi menambah pasokan global dan menekan harga lebih lanjut.

Menurut sumber internal OPEC+ yang dikutip oleh Reuters, delapan negara anggota yang sebelumnya sepakat untuk melakukan pemangkasan produksi secara sukarela akan mengadakan pertemuan pada 31 Mei, sehari lebih awal dari jadwal semula. Pertemuan tersebut diperkirakan akan menetapkan level produksi untuk Juli, dengan proyeksi peningkatan sebesar 411.000 barel per hari.

Dampak Kebijakan dan Ketegangan Geopolitik

Meskipun tekanan jual mendominasi pasar, penurunan harga minyak masih terbatas setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan perpanjangan negosiasi dagang dengan Uni Eropa hingga 9 Juli. Langkah ini meredakan kekhawatiran jangka pendek tentang potensi tarif tambahan yang dapat menghambat permintaan bahan bakar, khususnya di sektor transportasi dan industri berat.

Selain itu, pasar juga memantau perkembangan dari Iran. Perusahaan Minyak Nasional Iran (NIOC) menetapkan harga jual resmi minyak ringan untuk pembeli Asia pada bulan Juni sebesar \$1,80 per barel di atas rata-rata harga Oman/Dubai, naik dari premium \$1,65 pada bulan Mei. Strategi harga ini menegaskan tekad Iran untuk mempertahankan pangsa pasar di Asia di tengah ketidakpastian geopolitik yang sedang berlangsung.

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan bahwa negaranya mampu bertahan jika perundingan nuklir dengan AS gagal mencapai kesepakatan. Pernyataan ini menambah kompleksitas dinamika pasar minyak global. Jika negosiasi nuklir menemui jalan buntu, sanksi ekonomi terhadap Iran bisa diperketat, sehingga membatasi ekspor minyak negara tersebut dan berpotensi menopang harga minyak di pasar global.

Harga Minyak Rentan terhadap Tekanan Pasokan dan Sentimen Global

Harga minyak dunia saat ini berada dalam posisi rentan, diapit oleh ekspektasi kenaikan produksi OPEC+ dan ketidakpastian geopolitik yang terus bergulir. Sementara kebijakan dagang AS dan dinamika perundingan nuklir Iran menjadi faktor pendukung harga, tekanan pasokan dari potensi peningkatan produksi tetap menjadi fokus utama pelaku pasar.

Keseimbangan antara faktor fundamental pasokan dan permintaan global akan sangat menentukan arah harga minyak dalam waktu dekat. Jika OPEC+ benar-benar memutuskan untuk meningkatkan produksi tanpa diimbangi oleh kenaikan permintaan global, tekanan pada harga minyak kemungkinan akan terus berlanjut.

Rabu, 21 Mei 2025

Harga Emas Tembus $3.300 Lagi, Didorong Pelemahan Dolar AS dan Permintaan Safe Haven

 


Harga emas (XAU/USD) kembali menembus level psikologis \$3.300 per ons pada Rabu pagi (21 Mei), melanjutkan tren kenaikan mingguan untuk hari ketiga berturut-turut. Kenaikan ini menandai level tertinggi dalam satu setengah minggu terakhir dan memperkuat sentimen bullish terhadap logam mulia. Dorongan utama berasal dari pelemahan berkelanjutan pada Dolar AS, yang dipicu oleh kekhawatiran fiskal di Amerika Serikat dan penurunan peringkat kredit pemerintah AS pada akhir pekan lalu.

Sentimen negatif terhadap dolar terus mendominasi pasar setelah lembaga pemeringkat menurunkan peringkat utang pemerintah AS. Hal ini menimbulkan keresahan baru terhadap prospek fiskal jangka menengah negara tersebut. Akibatnya, investor mulai mengalihkan portofolio mereka ke aset non-yielding seperti emas, yang secara historis dipandang sebagai pelindung nilai dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.

Di sisi lain, sikap kehati-hatian yang ditunjukkan oleh pejabat Federal Reserve mengenai prospek ekonomi Amerika turut memperkuat ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS akan memangkas suku bunga lagi tahun ini. Harapan pelonggaran moneter ini memberikan tekanan tambahan pada dolar AS, yang pada akhirnya menguntungkan harga emas. Dolar kini berada di posisi terlemah dalam hampir dua minggu, memperkuat daya tarik emas di mata investor global.

Selain faktor domestik AS, ketegangan perdagangan yang kembali mencuat antara Amerika Serikat dan China juga ikut mendukung permintaan terhadap aset safe haven. Pasar mulai kembali memperhitungkan risiko potensi hambatan perdagangan global yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, memperkuat alasan untuk berinvestasi pada aset yang lebih aman dan stabil seperti emas.

Dengan kombinasi dari melemahnya dolar AS, potensi pemangkasan suku bunga, dan meningkatnya ketegangan perdagangan global, prospek jangka pendek harga emas terlihat solid. Investor ritel maupun institusi mulai memperbesar eksposur terhadap emas sebagai langkah antisipatif terhadap volatilitas pasar yang tinggi dan ketidakpastian arah kebijakan ekonomi AS.

Seiring pasar yang masih sangat sensitif terhadap perubahan data ekonomi dan pernyataan pejabat bank sentral, pergerakan harga emas ke depan akan sangat bergantung pada sinyal lanjutan dari Federal Reserve serta perkembangan hubungan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia. Namun untuk saat ini, momentum kenaikan emas masih terjaga kuat dan didukung oleh permintaan yang terus meningkat dari investor pencari lindung nilai.

Kamis, 15 Mei 2025

Trump Mengatakan AS dan Iran Semakin Dekat dengan Kesepakatan Nuklir

 


Presiden Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat mungkin semakin dekat dengan kesepakatan untuk membatasi program nuklir Republik Islam Iran. "Saya rasa kita semakin dekat dengan kesepakatan," ujar Trump pada sebuah acara dengan pemimpin bisnis di Qatar pada hari Kamis. "Anda mungkin sudah membaca di berita bahwa Iran telah menyetujui persyaratan."

Pernyataan Trump tampaknya merujuk pada wawancara NBC dengan Ali Shamkhani, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, di mana Shamkhani menegaskan kembali posisi Teheran bahwa mereka bersedia membatasi pengayaan uranium dengan imbalan pencabutan sanksi.

Dampak Terhadap Harga Minyak

Komentar Trump dan Shamkhani menyebabkan harga minyak anjlok. Brent turun 2,8% menjadi $64,22 per barel pada pukul 08:00 waktu London.

AS dan Iran telah mengadakan empat putaran pembicaraan mengenai aktivitas nuklir Republik Islam, dengan Oman sebagai mediator. Trump menegaskan keinginannya untuk mencapai kesepakatan yang akan mencegah Iran membangun senjata nuklir, sementara Iran mencari pengurangan sanksi AS yang melumpuhkan.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, yang memimpin tim negosiasi Iran, mengatakan pada hari Rabu bahwa kedua belah pihak masih menjaga jarak, dan mengharapkan pendekatan yang lebih realistis dari AS dalam putaran pembicaraan berikutnya, yang belum dijadwalkan.

Araghchi juga mengkritik Trump atas komentarnya tentang peran Republik Islam dalam ketegangan di Timur Tengah. "Kami sedang melakukan negosiasi yang sangat serius dengan Iran untuk perdamaian jangka panjang, dan jika itu tercapai, akan sangat fantastis," kata Trump pada hari Kamis.

Rabu, 07 Mei 2025

Indeks Dolar AS Bertahan Menjelang Keputusan The Fed

Indeks Dolar AS (DXY), yang melacak pergerakan Dolar AS (USD) terhadap enam mata uang utama lainnya, diperdagangkan di sekitar level 99,50 pada sesi Eropa pada hari Rabu (07/05). Indeks ini kembali menguat setelah sempat kehilangan lebih dari 0,50% pada sesi sebelumnya.

Penguatan Dolar Menjelang Keputusan Suku Bunga The Fed

Penguatan dolar terjadi di tengah kehati-hatian pasar menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve (The Fed) yang akan diumumkan pada sesi Amerika Utara. Diperkirakan, The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25–4,50% untuk ketiga kalinya secara berturut-turut pada pertemuan bulan Mei 2025. Langkah ini mencerminkan upaya bank sentral untuk menyeimbangkan indikasi inflasi yang mulai mereda dengan kondisi pasar tenaga kerja yang masih kuat serta meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan AS.

Kontraksi Ekonomi AS pada Kuartal Pertama

Ekonomi AS mengalami kontraksi pada kuartal pertama, dengan produk domestik bruto (PDB) menyusut pada tingkat tahunan sebesar 0,3%. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh lonjakan impor karena pelaku bisnis dan konsumen berlomba menyimpan barang menjelang kenaikan tarif yang diantisipasi. Meskipun pertumbuhan ekonomi melambat, indikator inflasi seperti Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) menunjukkan tekanan harga yang mulai mereda, sementara data ketenagakerjaan tetap kuat.

Namun, investor semakin mempertimbangkan potensi pelemahan kondisi ekonomi dalam beberapa bulan mendatang, seiring dengan tanda-tanda perlambatan yang muncul dari data ekonomi terbaru.

Pernyataan Ketua The Fed dan Ketegangan Perdagangan

Para pelaku pasar akan sangat memperhatikan pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, terutama di tengah meningkatnya ketegangan tarif dan tekanan politik baru dari Presiden Trump untuk memangkas suku bunga. Pernyataan Powell akan menjadi kunci dalam mengantisipasi arah kebijakan moneter ke depan.

Pertemuan AS-China di Jenewa

Secara paralel, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, dijadwalkan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng, di Jenewa akhir pekan ini. Ini akan menjadi pertemuan tingkat tinggi pertama sejak AS menaikkan tarif, memperburuk ketegangan perdagangan global. Kementerian Perdagangan China telah mengonfirmasi partisipasinya setelah mengevaluasi proposal Washington berdasarkan masukan industri domestik dan sentimen global.

Kesimpulan

Indeks Dolar AS yang tetap bertahan di tengah dinamika ekonomi dan geopolitik menunjukkan ketahanan greenback sebagai mata uang safe-haven. Investor akan terus memantau kebijakan The Fed serta perkembangan dalam perundingan dagang AS-China sebagai indikator utama pergerakan selanjutnya.