Rabu, 30 Januari 2019

Nantikan Diskusi Dagang AS-China, Bursa Jepang Stagnan | PT Rifan Financindo

Nantikan Diskusi Dagang AS-China, Bursa Jepang Stagnan
PT Rifan Financindo - Bursa Jepang dibuka nyaris tak bergerak, Rabu (30/1/2019), saat para investor menantikan kabar perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Indeks Nikkei 225 yang sempat sebentar mencicipi zona hijau di awal perdagangan, bergerak turun tipis 0,13%. Indeks Topix menguat sedikit 0,03% di awal perdagangan, AFP melaporkan.

Wakil Perdana Menteri China Liu He dijadwalkan akan menghadiri perundingan dagang dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang Robert Lighthizer di Washington hari Rabu hingga Kamis waktu setempat.


Investor seluruh dunia cemas perundingan itu akan berlangsung tak mulus setelah Senin lalu Departemen Kehakiman AS menuntut secara pidana raksasa teknologi China, Huawei, direktur keuangan, dan afiliasinya dengan tuduhan penipuan bank, melanggar sanksi terhadap Iran, dan pencurian teknologi.

Wall Street sendiri ditutup variatif dini hari tadi karena para pelaku pasar menantikan laporan kinerja Apple setelah pasar ditutup.

Dow Jones Industrial Average masih mampu menguat 0,21%, namun S&P 500 melemah 0,15% dan indeks yang sarat emiten teknologi, Nasdaq Composite, anjlok 0,81%. (prm)


Selasa, 29 Januari 2019

Dolar AS Menguat Tipis ke Rp 14.080 Pagi Ini | Rifanfinancindo

Foto: Dolar AS/ Selfie Miftahul Jannah
Rifanfinancindo - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini mengalami penguatan meski berada dalam rentang yang sangat tipis. Dolar AS berada di level Rp 14.070 atau menjauhi Rp 14.000 pada pukul 09.15 WIB.

Mengutip Reuters, Selasa (29/1/2019), dolar AS berada di level tertingginya Rp 14.080. Dolar AS juga sempat berada di level terendahnya di Rp 14.070.

Nilai tukar mata uang Paman Sam lebih sedikit tinggi dibandingkan posisi Senin lalu yang berada di posisi Rp 14.165. Dolar menguat terhadap rupiah sejak akhir pekan lalu.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka merah pagi ini mengekor pelemahan yang terjadi pada mayoritas bursa saham asia.

Membuka perdagangan, Selasa (29/1/2019), IHSG melanjutkan pelemahan 6,857 poin (0,11%) ke level 6.451,855. Indeks LQ45 berkurang 1,984 poin (0,19%) ke 1.017,153.

Pada pukul 09.05 JATS, IHSG berbalik menguat namun sangat tipis, naik 0,610 poin (0,01%) ke 6.459,322. Indeks LQ45 naik 0,04 poin (0,00%) ke 1.019,178. (dna/dna)
 
 

Jumat, 25 Januari 2019

Voting di Senat AS Temui Jalan Buntu, Shutdown Berlanjut | Rifan Financindo

Voting di Senat AS Temui Jalan Buntu, Shutdown Berlanjut
Foto: Demo Karyawan Federal AS. (Reuters/Carlo Barria)
Rifan Financindo - Penutupan Pemerintah (government shutdown) Amerika Serikat (AS) yang telah memasuki hari-34 dipastikan masih terus berlanjut. Ini setelah pemungutan suara di Senat AS terkait rancangan anggaran dari Partai Republik maupun Demokrat gagal meraih suara mayoritas.

AFP melaporkan pada Jumat (25/1/2019), proposal terbaru yang didukung Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri shutdown, yang dapat membuka kembali lembaga federal sekaligus menyediakan anggaran US$ 5,7 miliar untuk pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko, tidak mampu memperoleh minimal 60 suara yang dibutuhkan di majelis tinggi. Usulan Demokrat pun demikian. 

Para pemimpin senat dari Partai Republik maupun Partai Demokrat telah bertemu pada Kamis (24/1/2019) waktu setempat dalam upaya mengakhiri shutdown. Pemicunya adalah Gedung Putih telah mengisyaratkan mendukung RUU Pendanaan Pemerintah selama tiga pekan demi membuka perundingan keamanan perbatasan. 

Setelah pemungutan suara menemui jalan buntu, Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell dan Pemimpin Minoritas Senat Chuck Summer segera mengadakan pembicaraan untuk menghasilkan resolusi terbaru. 




Voting di Senat AS Temui Jalan Buntu, Shutdown Berlanjut
Foto: Pekerja pemerintah yang terkena dampak dari penutupan melakukan protes diam-diam terhadap penutupan sebagian pemerintah yang sedang berlangsung di Capitol Hill di Washington, Rabu, 23 Januari 2019 (AP Photo / Andrew Harnik)
 
"RUU Pendanaan Pemerintah selama tiga pekan hanya akan berjalan jika ada uang muka untuk pembangunan tembok perbatasan," ujar juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders dikutip dari AFP.

Situasi ini membuat nasib 800 ribu pekerja federal semakin tak pasti. Demonstrasi demi demonstrasi yang mereka lakukan seolah tidak didengar oleh Trump maupun para pemangku kepentingan lainnya di Kongres AS. 


Kamis, 24 Januari 2019

Yen Jepang Menguat, Tapi Tren Pendek Masih Melemah | PT Rifan Financindo

Yen Jepang Menguat, Tapi Tren Pendek Masih Melemah
Foto: Mata Uang Yen Jepang (REUTERS/Thomas White)
PT Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang (JPY) mulai pulih dari tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang negeri sakura sempat tertekan lantaran data neraca perdagangan yang baru diumumkan menurut sebagian pengamat hasilnya di bawah ekspektasi.

Seperti dilansir Refinitiv data ekspor Jepang periode Desember 2018 diumumkan minus 3,8% YoY, lebih rendah dari konsensus yang dihimpun Refinitiv tersebut yang memperkirakan koreksi hanya sebesar 1,9% YoY.

Sementara impor hanya meningkat 1,9% selama tahun berjalan (YOY), jauh di bawah konsensus yang sebesar 3,7% YoY.

Secara teknikal, dalam jangka pendek yen Jepang masih memiliki kecenderungan melemah. Hal ini digambarkan dalam indikator teknikal rerata pergerakan konvergen dan divergen (moving average convergence divergence/ MACD), yang pada posisi death cross.

Namun demikian, tanda-tanda yen Jepang berbalik menguat mulai terlihat. Hal ini terlihat dari posisi lawannya yaitu dolar AS yang bergerak di bawah rata-rata nilainya selama lima hari (moving average/MA5) terhadap yen.
Yen Jepang Bangkit, Tanda-Tanda Penguatan Di Depan Mata
Sumber: Refinitiv
Level penghalang penguatan yen Jepang (resistance) yang paling terdekat berpotensi berada di level 108,75.

Hingga pukul 10:25 WIB, yen Jepang mulai menipiskan pelemahan dengan hanya terkoreksi 0,07% ke level 109,51. Menguatnya yen tersebut seiring dengan Kementerian Keuangan China yang menegaskan komitmennya untuk menggelontorkan stimulus fiskal pada tahun ini, termasuk pemotongan tarif pajak.

Tahun lalu, China memberikan stimulus fiskal berupa pemotongan tarif pajak dan sebagainya senilai CNY 1,3 triliun. Untuk tahun ini, besaran stimulus diperkirakan mencapai CNY 2 triliun. Jepang juga dilaporkan akan memberikan stimulus fiskal namun angkanya belum diketahui.

Dolar AS juga mendapat tekanan dari penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahan AS yang sudah berlangsung selama tiga puluh dua hari.

Shutdown sedikit banyak mempengaruhi perekonomian AS secara keseluruhan. Ada sekitar 800.000 abdi negara yang belum menerima bayaran, dan kontrak-kontrak swasta dengan pemerintah pun tidak berjalan. Roda ekonomi tidak berputar sesuai dengan potensinya, ada yang menghambat.

TIM RISET CNBC INDONESIA (yam/hps)


Rabu, 23 Januari 2019

Minyak Dunia Tertekan Pemangkasan Proyeksi Pertumbuhan IMF | Rifanfinancindo

Minyak Dunia Tertekan Pemangkasan Proyeksi Pertumbuhan IMF
Rifanfinancindo -- Harga minyak mentah dunia merosot hampir 3 persen pada perdagangan Selasa (22/1), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan dipicu oleh kekhawatiran terhadap pelambatan laju pertumbuhan ekonomi global yang dapat menekan permintaan minyak mentah di tengah melesatnya produksi minyak mentah AS.

Dilansir dari Reuters, Rabu (23/1), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$1,82 atau 2,9 persen menjadi US$60,92 per barel. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,57 atau 2,9 persen menjadi US$52,23 per barel.

Pekan ini, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 dari proyeksi yang dibuat pada Oktober 2018 3,7 persen menjadi 3,5 persen. Salah satu pemicunya adalah hambatan pada perdagangan internasional.

Kemudian, awal pekan ini, pemerintah China juga merilis data pertumbuhan ekonomi China tahun lalu yang hanya 6,6 persen, terendah dalam 28 tahun terakhir. Kondisi tersebut menekan harga minyak mentah karena memberikan sinyal permintaan bakal melemah. 
Terlebih, pasokan minyak mentah global juga meningkat."Banyak kekhawatiran di pasar minyak terkait melemahnya data perekonomian China," ujar Ahli Strategi Pasar Senior RJO Futures Phillip Streible.

Pada Senin (21/1) lalu, Arab Saudi merilis data ekspor minyak mentah pada November 2018 naik dari 7,7 juta barel per hari (bph) pada Oktober 2018 menjadi 8,2 juta bph. Kenaikan tersebut terjadi seiring peningkatan produksi yang menyentuh 11,1 juta bph.

Di AS, Badan Administrasi Informasi Energi AS mencatat produksi minyak mentah terkerek menjadi 11,9 juta bph. Negeri Paman Sam telah menjadi produsen minyak mentah terbesar di dunia mengungguli Rusia dan Arab Saudi.

Selama tahun lalu, pertumbuhan produksinya mencapai 2,4 juta bph. "Mereka (AS) tidak memperkirakan itu (produksi minyak mentah hampir 12 juta bph) untuk beberapa bulan," ujar Managing Member Tyche Capital Tariq Zahir di New York.

Zahir mengungkapkan jumlah rig pengeboran di AS merosot pada Jumat lalu. Namun, pasar masih menanti apakah Arab Saudi akan melaksanakan kesepakatan pemangkasan produksi bersama anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia.

Sejumlah analis mengatakan kekhawatiran pelaku pasar terhadap realisasi pemangkasan produksi OPEC juga turut menekan harga minyak dunia. Menteri Energi Rusia Alexander Novak dikabarkan tidak jadi menghadiri World Economic Forum di Davos.

Tadinya, Novak berencana untuk bertemu dengan Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih di sela gelaran tersebut. Berdasarkan laporan Bloomberg yang dikutip Reuters, Al-Falih juga absen dalam acara tersebut.

Sebelumnya, Al-Falih sempat mengkritik lambatnya pamangkasan produksi minyak mentah yang dilakukan Rusia. Direktur Energi Berjangka Mizuho Robert Yawger menilai Rusia tidak seantusias Arab Saudi dalam memangkas produksinya.

"Ada spekulasi keduanya (Novak dan Al-Falih) tidak akan bertatap muka langsung," ujar Yawger di New York.

Sementara, survey DNV GL melaporkan 70 persen dari eksekutif senior di industri energi berencana mendongkrak atau menjaga belanja modalnya tahun lalu. Angka itu meningkat dari tahun lalu yang hanya sebesar 39 persen.

"Meski volatilitas harga minyak meningkat dalam beberapa bulan terakhir, riset kami menunjukkan sektor nampak percaya diri dengan kemampuannya untuk menghadapi ketidakstabilan pasar dan rendahnya harga minyak dan gas untuk jangka panjang," ujar Kepala Divisi Minyak dan Gas DNV Liv Holem. (sfr/agt)