Jumat, 02 Agustus 2019

Rifan Financindo - 1 September, AS Kenakan Tarif 10% Buat Produk China US$ 300 M

1 September, AS Kenakan Tarif 10% Buat Produk China US$ 300 M
Foto:(REUTERS/Kevin Lamarque)
Rifan Financindo - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan AS akan mengenakan tarif tambahan 10% pada produk China yang diekspor ke Negeri Paman Sam. Kebijakan itu disampaikan Trump via akun Twitter seperti dikutip pada Jumat (2/8/2019).

Imbasnya, Wall Street mencatatkan penurunan tajam pada penutupan perdagangan hari Kamis (1/8/19) waktu setempat. Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 280,85 poin menjadi 26.583,42 setelah melonjak sebanyak 311 poin pada hari sebelumnya.

Indeks S&P 500 mengakhiri perdagangan dengan turun 0,9% menjadi 2.953,56 setelah naik lebih dari 1%. Sementara indeks Nasdaq Composite ditutup turun 0,8% menjadi 8,111.12 setelah melonjak lebih dari 1,6%.

Dalam serangkain postingan di Twitter, Kamis, Trump mengeluhkan China yang memutuskan untuk menegosiasikan kembali kesepakatan dagang sebelum ditandatangani. Oleh karena itu, dia mengatakan akan mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang China senilai US$ 300 miliar. Bea masuk ini akan berlaku pada 1 September.

"Pembicaraan perdagangan terus berlanjut, dan selama pembicaraan tersebut, AS akan mulai, pada tanggal 1 September, memberikan tambahan tarif 10% untuk sisa US$ 300 miliar barang dan produk yang berasal dari China ke Negara kami. Ini belum termasuk US$ 250 miliar yang sudah dikenai tarif 25%," katanya.

Komentar ini disampaikan setelah delegasi AS kembali dari melakukan perundingan dagang di Shanghai, China, pada akhir bulan Juli.

Trump juga menuding China tidak menepati janji untuk membeli produk pertanian dari AS dalam jumlah besar. Bahkan Trump menyebut Presiden China Xi Jinping mengatakan akan menghentikan penjualan Fentanyl ke AS. Namun begitu, Trump berharap akan ada pembicaraan dagang selanjutnya.

"Ini tidak pernah terjadi, dan banyak orang Amerika terus mati!" tambahnya. "Kami menantikan untuk melanjutkan dialog positif kami dengan China mengenai kesepakatan perdagangan yang komprehensif, dan merasa bahwa masa depan antara kedua negara kami akan menjadi sangat cerah!."

Menanggapi situasi ini, analis di Prudential Financial Quincy Krosby mengatakan sudah sejak lama perdagangan menjadi isu yang mengganggu pasar. Ia juga memperkirakan ancaman Trump akan segera dibalas oleh China.

"Faktanya adalah kita pasti akan mendapat reaksi dari Beijing," ujarnya dilansir CNBC International, Jumat (2/8/2019).

Sementara itu di Eropa, para pelaku pasar nampaknya tidak begitu memusingkan ancaman Trump kepada China. Pada perdagangan Kamis, indeks Pan-European Stoxx 600 ditutup sementara menguat tipis 0,41%, dipimpin oleh kenaikan 2,2% saham-saham jasa keuangan.

AS dan China akan melanjutkan negosiasi perdagangan di Washington DC pada awal September. Ini diputuskan setelah kedua negara mengadakan pembicaraan dagang di Shanghai pada 30 dan 31 Juli.

Dalam perundingan ini kedua ekonomi terbesar dunia itu telah dilakukan pembicaraan yang mendalam dan konstruktif mengenai ekonomi dan perdagangan. Salah satu topik adalah agar China meningkatkan pembelian produk pertanian AS dan Negeri Paman Sam menciptakan 'kondisi yang menguntungkan' untuk itu. Demikian disampaikan media pemerintah China Xinhua, Rabu (31/7/2019).

Sementara itu pada Rabu, Gedung Putih mengatakan bahwa kedua belah pihak membahas berbagai topik seperti transfer teknologi secara paksa, hak kekayaan intelektual, jasa, hambatan nontarif dan pertanian.

"Pihak China mengonfirmasi komitmen mereka untuk meningkatkan pembelian ekspor pertanian Amerika Serikat. Pertemuan itu konstruktif, dan kami berharap negosiasi mengenai kesepakatan perdagangan yang dapat ditegakkan akan berlanjut di Washington, D.C., pada awal September," menurut pernyataan Gedung Putih dilansir CNBC International.

Pertemuan dua hari lalu di Shanghai adalah pembicaraan dagang langsung pertama sejak pertemuan G-20. Di tengah-tengah pembicaraan, Presiden AS Donald Trump memposting serangkaian kicauan di jejaring sosial Twitter yang mengkritik praktik perdagangan China. Trump menuduh bahwa China tidak membeli lebih banyak produk pertanian AS, seperti yang dijanjikannya. (miq/miq)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo 

Kamis, 01 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Nego Dagang AS-China di Shanghai Selesai, Damai?

Nego Dagang AS-China di Shanghai Selesai, Damai?
Rifanfinancindo - Amerika Serikat (AS) dan China akan melanjutkan negosiasi perdagangan di Washington DC pada awal September. Ini diputuskan setelah kedua negara mengadakan pembicaraan dagang di Shanghai pada 30 dan 31 Juli.

Dalam perundingan ini kedua ekonomi terbesar dunia itu telah melakukan pembicaraan yang mendalam dan konstruktif mengenai ekonomi dan perdagangan. Salah satu topik adalah agar China meningkatkan pembelian produk pertanian AS dan Negeri Paman Sam menciptakan 'kondisi yang menguntungkan' untuk itu. Demikian disampaikan media pemerintah China Xinhua, Rabu (31/7/2019).

Sementara itu pada Rabu, Gedung Putih mengatakan bahwa kedua belah pihak membahas berbagai topik seperti transfer teknologi secara paksa, hak kekayaan intelektual, jasa, hambatan nontarif dan pertanian.

"Pihak China mengonfirmasi komitmen mereka untuk meningkatkan pembelian ekspor pertanian Amerika Serikat. Pertemuan itu konstruktif, dan kami berharap negosiasi mengenai kesepakatan perdagangan yang dapat ditegakkan akan berlanjut di Washington, D.C., pada awal September," menurut pernyataan Gedung Putih dilansir CNBC International.

Pertemuan dua hari lalu di Shanghai adalah pembicaraan dagang langsung pertama sejak pertemuan G-20. Di tengah-tengah pembicaraan, Presiden AS Donald Trump memposting serangkaian kicauan di jejaring sosial Twitter yang mengkritik praktik perdagangan China. Trump menuduh bahwa China tidak membeli lebih banyak produk pertanian AS, seperti yang dijanjikannya.

"China melakukan sangat buruk, tahun terburuk dalam 27, seharusnya (China) mulai membeli produk pertanian kami sekarang, (tapi) tidak ada tanda-tanda bahwa mereka melakukannya. Itu adalah masalah dengan China, mereka tidak menepati janji," tulis Trump, Selasa.

Trump juga menuduh China sengaja memperlambat kesepakatan untuk menunggu hasil pemilihan presiden 2020.

"Mereka mungkin harus menunggu Pemilu kita untuk melihat apakah kita mendapatkan salah satu dari Demokrat seperti Sleepy Joe (sebagai presiden baru) ... mereka bisa menunggu, namun bahwa jika & ketika saya menang, kesepakatan yang mereka dapatkan akan jauh lebih sulit daripada apa yang kita negosiasikan sekarang ... atau tidak ada kesepakatan sama sekali," kata Trump. (miq/miq)

Rabu, 31 Juli 2019

Rifanfinancindo - Trump "Ancam" China (Lagi) & Dag Dig Dug Kebijakan The Fed

Rifanfinancindo - Pasar keuangan Indonesia cenderung mixed pada perdagangan hari ke-2 pekan ini, Selasa (30/07/2019). Pasar saham mengalami penguatan, rupiah stagnan, dan pasar obligasi pemerintah rata-rata mengalami koreksi harga.

IHSG kemarin ditutup positif dengan persentase penguatan cukup cantik sebesar 1,23% pada level 6.376. Sementara bursa utama kawasan Asia juga terapresiasi, seperti: Nikkei 225 positif 0,43%, Hang Seng naik 0,14%, Shanghai Composite terangkat 0,39%, Kospi bertambah 0,45%, dan Strait Times plus 0,12%.

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak mengalami perubahan nilai alias sama dengan penutupan pasar spot kemarin di harga Rp 14.015/$AS. Mata Uang Garuda sempat terjerat di zona merah hingga berhasil keluar dari zona tersebut.


Meskipun rupiah selamat tidak sampai terdepresiasi, sebetulnya mata uang Asia sedang bergerak menguat terhadap dolar sehingga rupiah hanya menempati posisi klasemen bawah, hanya lebih baik dari ringgit Malaysia yang melemah 0,12%.

Rupiah mampu memangkas pelemahan setelah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis angka realisasi investasi kuartal-II 2019 dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) tumbuh 9,61% secara tahunan (year-on-year/YoY), yang menandai pertumbuhan pertama dalam lima kuartal. Dalam empat kuartal sebelumnya, realisasi PMA selalu jatuh secara tahunan.

Di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) sebagian besar mengalami kenaikan, yang menandakan harga obligasi sedang turun akibat banyak dilepas para pelaku pasar. Ada empat seri yang biasanya menjadi acuan para pelaku pasar, yakni: FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 7 basis poin (bps) menjadi 6,76%, disusul FR0078 bertenor 10 tahun naik 5,6 bps menjadi 7,31, kemudian FR0068 bertenor 15 tahun naik 3,7 bps menjadi 7,61, dan FR0079 bertenor 20 tahun naik 2,5 bps menjadi 7,80. Besaran 100 bps tersebut setara dengan 1%. Berikut tabel selengkapnya:

Seri Jatuh tempo Yield 30 Jul'19 (%) Selisih (basis poin)
FR0077 5 tahun 6.764 7.00
FR0078 10 tahun 7.313 5.60
FR0068 15 tahun 7.619 3.70
FR0079 20 tahun 7.802 2.50
Avg movement

4.70
Sumber: Refinitiv

Dua tema besar yang berasal dari faktor eksternal berikut perlu diperhatikan pelaku pasar keuangan dalam negeri, pertama terkait pertemuan para Pejabat AS dengan Pejabat China di Shanghai dan rapat dari Bank sentral AS atau the Fed yang akan menentukan kebijakan suku bunganya pada Kamis esok pukul 01:00 WIB.

Dari perang dagang, AS dan China kembali melakukan perundingan setelah sempat macet pada bulan Mei lalu. Berbicara kepada wartawan di Gedung Putih, Presiden Trump mengatakan bahwa pembicaraan dengan China berjalan baik, tetapi Amerika Serikat akan "membuat kesepakatan yang sangat baik atau tidak sama sekali."

"Kita akan lihat apa yang terjadi," katanya kepada wartawan.

Trump memperingatkan China agar tidak menunggu masa jabatan pertamanya selesai untuk membuat kesepakatan perdagangan. Jika ia memenangkan pemilihan ulang pada Pemilu Presiden AS bulan November 2020, hasilnya mungkin bukan kesepakatan tetapi kemungkinan yang lebih buruk.

"Masalah dengan mereka menunggu ... adalah bahwa jika dan ketika saya menang, kesepakatan yang mereka dapatkan akan jauh lebih sulit daripada apa yang kita negosiasikan sekarang ... atau tidak ada kesepakatan sama sekali," kata Trump dalam sebuah postingannya di Twitter.

Trump mengatakan China tampaknya mundur dari janji membeli produk pertanian A.S., yang menurut pejabat AS bisa menjadi isyarat dari niat baik China dan merupakan bagian dari pakta yang terakhir.

"China ... seharusnya mulai membeli produk pertanian kami sekarang - tidak ada tanda-tanda bahwa mereka melakukannya. Itulah masalah dengan China, mereka hanya tidak menjalaninya," lanjut Trump dalam serangkaian tweet.

Pelaku pasar kini juga dihadapkan pada kebijakan suku bunga dari the Federal Reserve (the Fed) yang akan diumumkan tanggal 31 Juli waktu setempat. Mengutip situs resmi CME Group pada pukul 05:53 WIB, probabilitas pemangkasan suku bunga acuan the Fed sebesar 25 bps sebesar 79,1%. Naik dari probabilitas kemarin yang sempat berada di level 78,1%. Pemangkasan 50 bps akan menjadi kejutan, tetapi kemungkinannya kecil. (yam/yam)
 

Selasa, 30 Juli 2019

Rifan Financindo - Naik 2 Hari, Emas Dunia Hari Ini Turun

Naik 2 Hari, Emas Dunia Hari Ini Turun ke Rp 641.458/gram
Rifan Financindo - Setelah menguat dua hari beruntun hingga Senin kemarin, harga emas dunia melemah pada pagi ini Selasa (30/7/19). Harga emas masih "galau" menunggu pengumuman suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia).

Pada pukul 8:23 WIB, emas dunia diperdagangkan di level US$ 1.423,24/troy ounce atau Rp 641.458/gram (kurs: 1 US$ = Rp 14.015) di pasar spot, melansir data Refintiv. Posisi tersebut melemah di dibandingkan penutupan perdagangan Senin US$ 1.426,69/troy ounce atau Rp 642.927/gram.

"Terlihat jelas, pasar emas sedang menanti pernyataan The Fed pada hari Rabu (Kamis dini hari waktu Indonesia). Kita tahu suku bunga akan dipangkas sebesar 25 basis poin. Tapi pada Rabu nanti, pertanyaannya adalah apa yang kita dapat (berapa kali pemangkasan selanjutnya) dari sana" kata David Meger, direktur trading logam di High Ridge Futures, sebagaimana dikutip CNBC International.

Sampai saat ini pelaku pasar melihat The Fed berpeluang memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini, yakni di pekan ini, di bulan September, dan satu lagi Desember, dengan masing-masing sebesar 25 basis poin (bps).

Hal tersebut tercermin di piranti FedWatch milik CME Group yang menunjukkan probabilitas suku bunga The Fed sebesar 1,50%-1,75% di bulan Desember sebesar 37,2% berdasarkan data pukul 8:30 WIB. Persentase tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan probabilitas suku bunga lainnya. Tingkat suku bunga The Fed saat ini berada di level 2,25%-2,50%.

The Fed akan mengumumkan suku bunga pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia), Jerome Powell dan kolega pasti akan memangkas suku bunganya, begitulah ekspektasi para pelaku pasar yang juga terlihat di piranti FedWatch.

Data pagi ini menunjukkan pasar melihat ada probabilitas sebesar 75% The Fed akan memangkas suku bunga 25 bps menjadi 2,00%-2,225%, dan probabilitas sebesar 25% suku bunga dipangkas 50 bps menjadi 1,75%-2,00%.

Jika ditotal, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas (baik itu 25 bps maupun 50 bps) sudah mencapai 100%, yang berarti pelaku pasar melihat suku bunga pasti akan dipangkas, tinggal realisasinya berapa basis poin.

Mantan ketua The Fed sebelum Jerome Powell yakni Janet Yellen pada Senin kemarin menyatakan dukungan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 bps. Yellen menjelaskan fokus AS seharusnya mempertahankan kondisi untuk pertumbuhan ekonomi yang kuat, yang bisa mempertahankan laju ekspansi.

"saya pikir terkait dengan risikonya (pelambatan ekonomi), saya cenderung untuk memangkas (suku bunga) sedikit. Saya tidak melihat ini sebagai awal dari siklus pelonggaran moneter, kecuali terjadi perubahan kondisi ekonomi" kata Yellen, sebagaimana dikutip CNBC International.

Pernyataan Ketua The Fed yang mengakhiri masa jabatannya selama empat tahun pada Februari 2018 lalu itu juga menunjukkan peluang Powell tidak akan agresif dalam memangkas suku bunga di tahun ini.

European Central Bank (ECB) saat mengumumkan suku bunga pada Kamis pekan lalu bersikap tidak terlalu dovish, dan terlihat tidak akan agresif dalam melonggarkan kebijakan moneter. Sementara Bank of Japan (BOJ) akan mengumumkan kebijakan moneternya pada hari ini, jika tidak terlalu dovish juga maka spekulasi The Fed tidak akan agresif akan semakin menguat, dan menjadi kabar buruk bagi emas.

Emas merupakan aset tanpa imbal hasil, sehingga semakin rendah suku bunga di AS dan secara global akan memberikan keuntungan yang lebih besar dalam memegang aset ini, begitu juga sebaliknya. (pap)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo 

Senin, 29 Juli 2019

PT Rifan Financindo - Pekan Terpenting di 2019 Segera Mulai, Sudah Siap?

PT Rifan Financindo - Bersiaplah, pekan terpenting bagi pasar keuangan dunia di tahun 2019 akan segera dimulai. Pada pekan depan, segerombolan sentimen yang luar biasa penting akan datang menghampiri pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia. Pelaku pasar hanya akan diberi waktu sebentar untuk mencerna setiap sentimen tersebut.

Guna membantu para pelaku pasar mempersiapkan diri, Tim Riset CNBC Indonesia merangkum deretan sentimen yang harus diantisipasi pada pekan depan. 

Negosiasi Dagang AS-China 

Pertama, ada negosiasi dagang AS-China. Dalam wawancara dengan CNBC International pada hari Rabu (24/7/2019), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa dirinya dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer akan bertandang ke China pada hari Senin (29/7/2019) untuk kemudian menggelar negosiasi dagang selama dua hari yang dimulai sehari setelahnya (Selasa, 30/7/2019).

Walaupun etikat baik kedua negara untuk kembali ke meja perundingan merupakan sesuatu yang sangat positif, namun jalannya negosiasi patut untuk dikawal ketat oleh pelaku pasar. Pasalnya, Mnuchin sendiri mengakui bahwa pada saat ini ada banyak masalah yang belum bisa dipecahkan oleh kedua belah pihak.

"Saya akan mengatakan bahwa ada banyak permasalahan (yang belum bisa dipecahkan)," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.

Sebelumnya, pejabat Gedung Putih memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang kedua negara membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diteken atau sekitar enam bulan. Ada kemungkinan yang besar bahwa perang dagang AS-China akan berlanjut hingga ke tahun 2020.

Kalau negosiasi dagang antar kedua negara tak berjalan dengan mulus, tentu potensi eskalasi perang dagang menjadi tak bisa dikesampingkan. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

The Fed Pangkas Tingkat Suku Bunga Acuan? 

Sentimen kedua yang harus dipantau pelaku pasar adalah hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS. Pada tanggal 30 dan 31 Juli waktu setempat, The Fed dijadwalkan menggelar pertemuan.

Selepas pertemuan selama dua hari usai, bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut akan mengumumkan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Jika benar ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan, hal ini terbilang bersejarah lantaran akan menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama dalam lebih dari satu dekade.

Sejatinya, pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed nampak sudah pasti. Namun pertanyaannya: seberapa banyak?

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 28 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan bulan ini adalah sebesar 21,4%.

Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas hingga 50 bps berada di level 78,6%. Jika ditotal, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas (baik itu 25 bps maupun 50 bps) sudah mencapai 100%.

Tim Riset CNBC Indonesia meyakini bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan bulan ini, bukan 50 bps.

Salah satu alasannya adalah pasar tenaga kerja AS yang sedang bergairah. Untuk diketahui, dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuan, The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni inflasi dan pasar tenaga kerja.

Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi ada di level 2%. Untuk data teranyar yakni periode Mei 2019, Core PCE price index tercatat hanya tumbuh sebesar 1,6% YoY, sangat jauh di bawah target The Fed.

Sementara itu, berbicara mengenai pasar tenaga kerja, pada bulan Juni data resmi dari pemerintah AS mencatat bahwa tercipta sebanyak 224.000 lapangan pekerjaan (sektor non-pertanian), jauh mengalahkan konsensus yang sebanyak 162.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Penciptaan lapangan kerja pada bulan Juni juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.

Kemudian, tingkat pengangguran per akhir Juni diumumkan di level 3,7%, di mana level tersebut berada di dekat kisaran terendah dalam 49 tahun terakhir.

Jadi, kalau dari dua indikator utama yang diperhatikan The Fed dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, terbilang sulit untuk mengharapkan The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan secara agresif. Walaupun inflasi masih berada jauh di bawah target Powell dan koleganya, pasar tenaga kerja AS saat ini sedang bergairah.
 
Bank Sentral Jepang Siap Suntik Stimulus Tambahan?
Tak hanya The Fed, pelaku pasar juga perlu memantau hasil pertemuan Bank of Japan (BOJ) selaku bank sentral Jepang yang akan diumumkan pada hari Selasa (30/7/2019).
BOJ menjadi salah satu bank sentral utama dunia yang diprediksi akan mengucurkan stimulus moneter guna memacu perekonomian dan mendorong kenaikan inflasi. Hingga kini, belum jelas stimulus macam apa yang akan diberikan oleh bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda tersebut, beserta dengan waktunya.

Mengingat posisi Jepang selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar ketiga di dunia, arah kebijakan moenter yang diambil bank sentralnya tentu menjadi sangat penting bagi perekonomian dunia.

Kala perekonomian Jepang melaju di level yang relatif tinggi, perekonomian dunia juga bisa dipacu untuk melaju di level yang tinggi. Sebaliknya, kala perekonomian Jepang lesu, perekonomian dunia juga akan mendapatkan tekanan.

Masihkan Penanaman Modal Asing Terkontraksi?
Melansir Refinitiv, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dijadwalkan merilis data realisasi penanaman modal periode kuartal II-2019 pada hari Selasa (30/7/2019). Pelaku pasar akan mencermati betul angka realisasi penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI).

Pasalnya, dari total penanaman modal di tanah air, lebih dari 50% disumbang oleh PMA. Karena nilainya lebih besar, tentu pertumbuhan PMA yang signifikan akan lebih terasa bagi perekonomian ketimbang pertumbuhan penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Sebagai informasi, pertumbuhan PMA di era Jokowi sangatlah mengecewakan. Pada tahun 2014, PMA tercatat tumbuh 13,54% jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2013. Pada tahun 2015, pertumbuhannya sempat naik menjadi 19,22%.
 
Dalam dua tahun berikutnya (2016-2017), PMA hanya tumbuh di kisaran satu digit. Pada tahun 2018, PMA bahkan tercatat ambruk hingga 8,8%. Untuk periode kuartal I-2019, PMA kembali jatuh yakni sebesar 0,92% secara tahunan, jauh memburuk dibandingkan capaian periode kuartal I-2018 yakni pertumbuhan sebesar 12,27%. 
 
Rilis Data Ekonomi AS & China 
 
Sentimen terakhir yang patut dicermati oleh pelaku pasar pada pekan depan adalah rilis data ekonomi dari negara-negara maju, terutama AS dan China. Pasalnya, seperti sudah disebutkan di halaman-halaman sebelumnya, ada potensi perang dagang AS-China justru akan tereskalasi.

Rilis data di AS dan China lantas menjadi sangat penting guna memberikan gambaran terkait dengan dampak perang dagang kedua negara terhadap satu sama lain.

Pada hari Rabu (31/7/2019), Manufacturing PMI China periode Juli 2019 versi resmi pemerintah China akan dirilis, disusul Manufacturing PMI versi Caixin untuk periode yang sama sehari setelahnya (1/8/2019).

Beralih ke AS, angka indeks keyakinan konsumen periode Juli 2019 akan dirilis oleh The Conference Board pada hari Selasa. Pada hari Rabu, angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juli 2019 akan dirilis oleh Automatic Data Processing (ADP).

Pada hari Jumat (2/8/2019), angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juli 2019 versi resmi pemerintah AS akan dirilis, beserta juga angka tingkat pengangguran untuk periode yang sama. (ank/ank)