Senin, 16 Desember 2019

Waspada Ancaman Perang Dagang AS-Eropa

Waspada Ancaman Perang Dagang AS-Eropa
Foto: Donald Trump menjadi Thanos (Screenshot Twitter @TrumpWarRoom)
PT Rifan Financindo - Amerika Serikat (AS) dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan lagi tarif hingga 100% pada produk-produk Eropa, yang belum dikenai tarif.

CNBC International melaporkan akhir pekan lalu, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) telah menerbitkan dokumen daftar barang-barang Eropa yang akan dikenai tarif hingga 100%. Beberapa barang yang menjadi target di antaranya adalah wiski Irlandia dan Scotch serta Cognac.

Selain itu, minyak zaitun Spanyol dan keju Prancis hingga pisau Jerman dan fillet ikan Portugis, juga diperkirakan akan dijatuhi tarif hingga 100%.

Tarif baru ini merupakan buntut dari perselisihan kedua negara dalam hal pemberian subsidi ilegal oleh pemerintah Eropa untuk perusahaan pesawat Airbus.

AS telah lama berpendapat bahwa subsidi yang diberikan UE untuk Airbus, merugikan perusahaan pesawat AS Boeing. AS juga mengatakan UE telah melanggar peraturan WTO dalam hal pemberian subsidi itu.

Pada Oktober lalu, AS telah mengenakan tarif 10% untuk pesawat sipil besar dan 25% untuk barang pertanian dari Eropa. Penerapan tarif diumumkan setelah AS mendapat izin dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Lembaga itu memutuskan AS menang dalam tuntutannya terhadap UE dan membiarkan pemerintahan Presiden Donald Trump menjatuhkan tarif sebagai hukuman atas langkah pemberian subsidi oleh UE kepada Airbus.

"Sebagai akibat dari kegagalan UE untuk menangani subsidi ini, pada 18 Oktober, Amerika Serikat mengenakan tarif 10% pada pesawat sipil besar dan 25% pada produk pertanian dan lainnya dari UE," tulis USTR dalam dokumen yang terbit 2 Desember.

Sebelumnya pada awal tahun ini, USTR juga telah menerbitkan daftar beberapa barang Eropa senilai lebih dari US$ 10 miliar yang akan dikenai tarif terkait masalah Airbus.

Menanggapi kabar dimasukkannya kembali wiski hingga Cognac ke dalam daftar tarif AS, analis Bernstein Trevor Stirling mengatakan langkah ini menunjukkan bahwa ancaman tarif AS memang belum hilang.

"Ini adalah perombakan penuh, kami berpotensi melihat tarif diterapkan, yang kami tekankan sebagai kemungkinan dua bulan lalu," kata Stirling dalam sebuah catatan kepada klien broker. (sef/sef)

Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Jumat, 13 Desember 2019

Inggris dan Amerika Bawa Rupiah Berjaya, Nomor 2 di Asia!

Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Pelaku pasar sedang berbahagia karena damai dagang AS-China sepertinya semakin di depan mata.

Pada Jumat (13/12/2019), US$ 1 setara dengan Rp 13.975 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,32% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,07% terhadap dolar AS. Penguatan rupiah terkesan agak 'kebetulan' karena mata uang Tanah Air hampir sepanjang hari menghuni zona merah.

Namun hari ini, penguatan rupiah tidak lagi berbau 'keberuntungan'. Rupiah sudah mantap menguat, ajeg sejak sebelum pasar spot dibuka. Kemungkinan besar penguatan ini akan bertahan hingga lapak ditutup, dan rupiah pun bisa memberi kado akhir pekan yang manis bagi Indonesia.

Tidak cuma rupiah, hampir seluruh mata uang utama Asia juga menguat di hadapan dolar AS. Sejauh ini yang masih melemah hanya dolar Hong Kong, yen Jepang, dan won Korea Selatan.

Rupiah bahkan menjadi mata uang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari yuan China. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:08 WIB:


AS-China Siap Teken Kesepakatan?
Pelaku pasar semringah karena hubungan AS-China yang terus membaik. Kabar terbaru, AS siap untuk menunda atau bahkan membatalkan pengenaan bea masuk baru untuk importasi produk China senilai US$ 160 miliar yang sedianya berlaku 15 Desember.

Tidak hanya itu, Reuters memberitakan AS juga akan memberi diskon 50% atas bea masuk yang berlaku selama masa perang dagang lebih dari setahun terakhir. Sebagai informasi, AS telah mengenakan bea masuk terhadap importasi produk made in China senilai US$ 550 miliar selama periode tersebut.

Namun memang tidak semua bea masuk yang akan didiskon, tetapi US$ 375 miliar-nya saja. Menurut sumber yang dekat dengan tim negosiator dagang AS-China, tawaran-tawaran dari AS itu bisa berlaku segera jika China setuju.

China pun memberi respons positif. Seperti dikutip dari Reuters, China berencana membeli produk pertanian AS senilai US$ 50 miliar tahun depan. Jumlah ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2017, sebelum perang dagang

Optimisme yang merebak di Washington dan Beijing membuat Presiden AS Donald Trump tampak semringah. Dalam cuitan di Twitter, eks taipan properti itu menegaskan kesepakatan dagang AS-China sudah sangat dekat.

"Kita sudah sangat dekat untuk sebuah kesepakatan dengan China. Mereka menginginkannya, begitu juga kita!" cuit Trump.


Damai dagang AS-China yang sepertinya semakin dekat dengan kenyataan membuat pelaku pasar ogah bermain aman. Dengan prospek pertumbuhan ekonomi global seiring membaiknya arus perdagangan dunia, saatnya bermain agresif dan mengambil risiko.

Arus modal asing pun menyemut ke aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Hasilnya jelas, rupiah dkk di Asia tidak punya pilihan selain menguat

Partai Konservatif (Sepertinya) Menang di Pemilu Inggris
Kabar dari Inggris juga menjadi sentimen positif di pasar. Kemarin, rakyat Inggris memilih anggota parlemen dalam Pemilu yang dipercepat. Semestinya Pemilu di Negeri Big Ben baru terjadi pada 2022.

Hasil exit poll menujukkan Partai Konservatif bakal memenangi Pemilu. Tories adalah partai penguasa di Palace of Westminster, gedung parlemen Inggris.

Reuters mewartakan, exit poll memberi gambaran bahwa Partai Konservatif akan memenangkan 368 kursi dari 650 yang tersedia di parlemen. Sementara Parta Buruh mendapat 191 kursi, Partai Nasional Skotlandia 55 kursi, dan Partai Liberal Demokrat 13 kursi.

Artinya, kemungkinan besar Boris Johnson masih akan menjabat sebagai Perdana Menteri. Tidak ada perubahan kepemimpinan. Ini membuat proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) diharapkan lebih mulus, karena tidak ada perubahan kebijakan.

Denga harapan soft Brexit pada Januari 2020, satu risiko bisa dicoret dari daftar. Ditambah dengan potensi damai dagang AS-China yang kian besar, risk appetite investor membucah sehingga mata uang Asia bak tertimpa dunia runtuh.

Dulu presiden Indonesia pertama Soekarno pernah mengatakan "Inggris kita linggis, Amerika kita setrika". Namun hari ini, justru dua negara tersebut yang 'berjasa' membawa rupiah menguat...


TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)

Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 12 Desember 2019

The Fed Tak Pangkas Suku Bunga

Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
PT Rifan - Berbeda dengan dua periode perdagangan sebelumnya, kemarin pasar keuangan tanah air kompak ditutup terkoreksi. Koreksi terjadi di tengah penantian apakah penerapan tarif baru terhadap produk impor asal China akan terjadi 15 Desember nanti.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi tipis 0,06% ke level 6.189,1 pada perdagangan kemarin, Rabu (11/12/2019). IHSG menjadi salah satu dari tiga bursa utama kawasan Asia dengan kinerja terburuk.

Bersama IHSG, indeks SETi dan indeks Nikkei225 menutup perdagangan kemarin di zona merah. Bahkan bisa dibilang IHSG merupakan bursa saham di kawasan Benua Kuning dengan kinerja terburuk kedua setelah Jepang.



Setelah mengalami penguatan empat hari beruntun, nilai tukar rupiah terhadap dolar akhirnya ditutup melemah. Mata uang Garuda terdepresiasi 0,18% pada perdagangan kemarin dan menyentuh level Rp 14.030/US$.

Memang perdagangan kemarin diwarnai dengan pelemahan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar. Namun kinerja rupiah tak bisa dibilang moncer. Pasalnya, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk kedua di Benua Kuning setelah won.

Di pasar obligasi pemerintah, koreksi harga juga tak terelakkan. Hal itu tercermin dari kenaikan imbal hasil empat seri surat utang yang menjadi acuan. Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 dan FR0079 yang masing-masing bertenor 10 dan 20 tahun.

Melemahnya pasar keuangan dalam negeri terjadi di tengah penantian kelanjutan negosiasi dagang AS-China. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa AS berencana untuk menunda penerapan tarif untuk produk impor asal China 15 Desember nanti.

The Wall Street Journal pada Selasa melaporkan bahwa rencana penundaan tarif tambahan tersebut dilakukan guna memuluskan tercapainya kesepakatan. Tak bisa dipungkiri dalam kurun waktu hampir dua tahun ini perang dagang telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

"Perang dagang masih menjadi ladang ranjau terbesar, tapi yang bisa dilakukan adalah mengikuti harga dan berharap akan ada resolusi," tutur Chief Investment Strategist Capital Wealth Planning Jeff Saut, dalam laporan risetnya, sebagaimana dikutip CNBC International.

Dari bursa tanah air nilai transaksi harian pekan ini juga tak jauh-jauh dari Rp 6 triliun dengan asing membukukan aksi jual bersih Rp 109,7 miliar pada perdagangan Rabu (11/12/2019).
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)

Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Rabu, 11 Desember 2019

Optimistis Kesepakatan Dagang Dicapai, Bursa Saham Asia Hijau

Optimistis Kesepakatan Dagang Dicapai, Bursa Saham Asia Hijau
Foto: Reuters
PT Rifan Financindo Berjangka - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (11/12/2019), di zona hijau.
Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei menguat 0,05%, indeks Shanghai naik 0,18%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,01%.

Perkembangan terkait perang dagang AS-China yang menggembirakan menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.

Wall Street Journal melaporkan bahwa AS berencana untuk menunda pengenaan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China yang dijadwalkan akan mulai berlaku pada 15 Desember mendatang, seperti dilansir CNBC International. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini mencapai US$ 160 miliar.

Ditundanya pengenaan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China tersebut dilakukan oleh AS seiring dengan upaya yang tengah dilakukan kedua belah pihak untuk memfinalisasi kesepakatan dagang tahap satu.

Pejabat AS dikabarkan telah meminta China untuk terlebih dulu membeli produk-produk agrikultur asal AS sebelum kemudian meneken kesepakatan dagang tahap satu dengan pihaknya. Di sisi lain, pihak China meminta supaya pembelian produk agrikultur asal AS yang akan mereka lakukan memiliki nilai yang proporsional dengan besaran penghapusan bea masuk tambahan yang dilakukan oleh Washington.

Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.

Perkembangan tersebut lantas membawa kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, sebelumnya ada perkembangan yang membuat mereka pesimitis bahwa kesepakatan dagang tahap satu akan segera bisa diteken.

Financial Times melaporkan bahwa Partai Komunis China telah memerintahkan seluruh kantor pemerintahan untuk secara total menghilangkan ketergantungan terhadap perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) buatan negara lain dalam jangka waktu tiga tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Layaknya formasi di permainan sepak bola, kebijakan ini disebut dengan istilah "3-5-2". Hal ini lantaran penggantian hardware dan software buatan negara lain tersebut akan dilakukan secara bertahap, tepatnya 30% pada tahun 2020, 50% pada tahun 2021, dan 20% pada tahun 2022, tulis Financial Times dalam pemberitaannya.

Pemberitaan dari Financial Times tersebut mengutip sebuah publikasi dari sekuritas asal China yang bernama China Securities. Analis di China Securities memproyeksikan bahwa sebanyak 20 hingga 30 juta hardware di China perlu untuk diganti guna memenuhi kebijakan tersebut.

Menurut China Securities, perintah untuk secara total menghilangkan ketergantungan terhadap hardware dan software buatan negara lain datang pada awal tahun ini. Walaupun tak ada pengumuman yang disampaikan terkait dengan kebijakan ini kepada publik, dua perusahaan keamanan siber (cybersecurity) menginformasikan kepada Financial Times bahwa klien-klien mereka yang merupakan bagian dari pemerintah China telah menjelaskan kebijakan tersebut kepada mereka.

Untuk diketahui, walaupun kantor pemerintahan China kebanyakan menggunakan Personal Computer (PC) produksi dalam negeri seperti Lenovo, software yang digunakan tetaplah Microsoft.

Kantor pemerintahan China juga diketahui menggunakan hardware buatan Dell dan Hewlett Packard (HP) yang berasal dari Negeri Paman Sam. Sementara itu, PC rakitan Lenovo juga menggunakan prosesor Intel yang lagi-lagi berasal dari AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 10 Desember 2019

Rupiah Memang Menguat 2% Lebih, Tapi Jangan Lengah!

Rupiah Memang Menguat 2% Lebih, Tapi Jangan Lengah!
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat sepanjang tahun ini. Namun, rupiah perlu waspada karena secara fundamental rupiah masih berisiko melemah.

Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), menegaskan bahwa sepanjang defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) cukup besar maka secara fundamental kurs memang cenderung melemah. Indonesia sebagai negara berkembang masih berkutat dengan hal itu.

"Negara berkembang memang sulit keluar dari defisit transaksi berjalan. Sejak 1981, kita rata-rata defisit," kata Dody kala berbincang dengan awak Detik Network di Gedung Transmedia, Jakarta, Senin (9/12/2019). 

Akan tetapi, Dody menilai defisit transaksi berjalan domestik masih terkendali. "Rule of thumb, sepanjang di bawah 3% dari PDB (Produk Domestik Bruto) masih oke," ujarnya.

Pada kuartal III-2019, defisit transaksi berjalan Indonesia adalah 2,66% PDB. BI memperkirakan defisit itu berada di kisaran 2,8% PDB untuk sepanjang 2019.

Namun mengapa rupiah masih terus menguat? Bukan sembarang menguat malah, sejak awal tahun apresiasi mata uang Tanah Air mencapai 2,54% di hadapan greenback.

Menurut Dody, penguatan rupiah disebabkan oleh masih derasnya pasokan valas di sisi portofolio sektor keuangan. Hot money ini sedikit banyak mampu menutup 'lubang' yang ditinggalkan oleh transaksi berjalan.

"Saat (transaksi berjalan) defisit, yang penting ada yang membiayai. Capital inflow menolong menutup defisit itu dan rupiah menguat. Namun secara fundamental tetap ada potensi melemah," katanya.

Oleh karena itu, perbaikan transaksi berjalan adalah hal wajib bagi Indonesia. Namun selama ini fokus transaksi berjalan masih di perdagangan barang. Padahal transaksi berjalan merangkum ekspor-impor barang dan jasa.

"Current account tidak hanya barang, tetapi ada ekspor-impor jasa. Kita selalu fokus ke barang. Di situ sebenarnya kalau mau menuju diversifikasi. Ada tourism, transportasi," kata Dody. (aji/sef)

Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan