Rabu, 11 Desember 2019

Optimistis Kesepakatan Dagang Dicapai, Bursa Saham Asia Hijau

Optimistis Kesepakatan Dagang Dicapai, Bursa Saham Asia Hijau
Foto: Reuters
PT Rifan Financindo Berjangka - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (11/12/2019), di zona hijau.
Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei menguat 0,05%, indeks Shanghai naik 0,18%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,01%.

Perkembangan terkait perang dagang AS-China yang menggembirakan menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.

Wall Street Journal melaporkan bahwa AS berencana untuk menunda pengenaan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China yang dijadwalkan akan mulai berlaku pada 15 Desember mendatang, seperti dilansir CNBC International. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini mencapai US$ 160 miliar.

Ditundanya pengenaan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China tersebut dilakukan oleh AS seiring dengan upaya yang tengah dilakukan kedua belah pihak untuk memfinalisasi kesepakatan dagang tahap satu.

Pejabat AS dikabarkan telah meminta China untuk terlebih dulu membeli produk-produk agrikultur asal AS sebelum kemudian meneken kesepakatan dagang tahap satu dengan pihaknya. Di sisi lain, pihak China meminta supaya pembelian produk agrikultur asal AS yang akan mereka lakukan memiliki nilai yang proporsional dengan besaran penghapusan bea masuk tambahan yang dilakukan oleh Washington.

Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.

Perkembangan tersebut lantas membawa kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, sebelumnya ada perkembangan yang membuat mereka pesimitis bahwa kesepakatan dagang tahap satu akan segera bisa diteken.

Financial Times melaporkan bahwa Partai Komunis China telah memerintahkan seluruh kantor pemerintahan untuk secara total menghilangkan ketergantungan terhadap perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) buatan negara lain dalam jangka waktu tiga tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Layaknya formasi di permainan sepak bola, kebijakan ini disebut dengan istilah "3-5-2". Hal ini lantaran penggantian hardware dan software buatan negara lain tersebut akan dilakukan secara bertahap, tepatnya 30% pada tahun 2020, 50% pada tahun 2021, dan 20% pada tahun 2022, tulis Financial Times dalam pemberitaannya.

Pemberitaan dari Financial Times tersebut mengutip sebuah publikasi dari sekuritas asal China yang bernama China Securities. Analis di China Securities memproyeksikan bahwa sebanyak 20 hingga 30 juta hardware di China perlu untuk diganti guna memenuhi kebijakan tersebut.

Menurut China Securities, perintah untuk secara total menghilangkan ketergantungan terhadap hardware dan software buatan negara lain datang pada awal tahun ini. Walaupun tak ada pengumuman yang disampaikan terkait dengan kebijakan ini kepada publik, dua perusahaan keamanan siber (cybersecurity) menginformasikan kepada Financial Times bahwa klien-klien mereka yang merupakan bagian dari pemerintah China telah menjelaskan kebijakan tersebut kepada mereka.

Untuk diketahui, walaupun kantor pemerintahan China kebanyakan menggunakan Personal Computer (PC) produksi dalam negeri seperti Lenovo, software yang digunakan tetaplah Microsoft.

Kantor pemerintahan China juga diketahui menggunakan hardware buatan Dell dan Hewlett Packard (HP) yang berasal dari Negeri Paman Sam. Sementara itu, PC rakitan Lenovo juga menggunakan prosesor Intel yang lagi-lagi berasal dari AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar