Jumat, 06 Desember 2019

Sabar ya, 'Perang' AS-China Makin Kabur Endingnya

Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)
PT Rifan - Perdamaian perdagangan antara Amerika Serikat dan China, yang dijanjikan sejak Oktober sepertinya makin kabur. Kedua negara terus mengirim sinyal beragam.

Meski AS mengatakan sudah dekat dengan poin-poin kesepakatan Fase I, China memberi sinyal yang ragu-ragu. Alasannya apalagi kalau bukan penarikan seluruh tarif impor yang diberlakukan AS, termasuk di tanggal 15 Desember nanti.

Setidaknya ada beberapa perkembangan baru yang membuat hubungan AS-China makin tak jelas:

Setelah Hong Kong, Trump Bakal Teken UU Baru Tentang China
Parlemen AS meloloskan rancangan undang-undang (RUU) terkait perlakuan Beijing terhadap minoritas Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang.

RUU yang dinamakan The Uighur Act 2019 ini bakal memberikan kewenangan pada Gedung Putih untuk menjatuhkan sanksi ke China atas dugaan persekusi pada Muslim Uighur.

Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, mengatakan ini adalah cara DPR AS melawan pelanggaran HAM China yang mengerikan terhadap etnis minoritas itu.

"Hari ini martabat manusia dan HAM dari etnis Uighur berada di bawah ancaman dari tindakan biadab Beijing, RUU ini merupakan wujud kemarahan hati nurani dunia," katanya dilansir dari AFP.

RUU itu lolos dengan dukungan 407 suara berbanding 1 suara. Draf hukum itu merupakan versi yang lebih kuat dari RUU yang juga diajukan Senat AS pada September lalu.

Kedua RUU itu harus disesuaikan menjadi satu draf hukum yang nantinya akan diserahkan ke Presiden Donald Trump untuk diteken dan disahkan menjadi hukum. Karena menganut dua kamar, produk UU tidak hanya diterbitkan DPR AS tapi juga Senat.

Tindakan AS ini semakin membuat China berang. Media pemerintah China, People's Dairy mengaku akan pemerintahan Xi Jinping pasti akan membalas AS. Partai Komunis China mengatakan pengesahan UU AS sangat jahat dan menyeramkan.

Sabar ya 'Perang' AS-China Makin Kabur Endingnya
Foto: Markas Polisi di Depan Artux City Vocational Skills Education Training Service Center di Xianjing, China pada 3 Desember 2018 (AP Photo/File)
Bahkan, People's Dairy menulis langkah AS akan mempengaruhi kerja sama bilateral termasuk kesepakatan jangka pendek dalam mengakhiri perang dagang.

"(Kelakuan yang) meremehkan tekad dan kemauan orang-orang China, pasti akan gagal," tulis media itu seperti dilansir dari CNBC Internasional.

AS berulang kali mengatakan bahwa China melakukan tindakan tak manusiawi dengan menahan satu juta warga Uighur di kamp-kamp penahanan massal di Xinjiang.

Namun, China membantah hal tersebut dan mengatakan bahwa kamp-kamp itu adalah bagian dari penumpasan anti-teror dan penyediaan pelatihan kejuruan.

Sebelumnya, kedua negara panas karena Hong Kong. Trump menandatangani UU HAM dan Demokrasi Hong Kong pada 27 November waktu setempat.

"Saya menandatangani UU ini untuk menghormati Presiden China Xi dan orang-orang Hong Kong," kata Trump.

"Ini disah-kan dengan harapan bahwa para pemimpin dan perwakilan China dan Hong Kong akan dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai, yang mengarah pada perdamaian jangka panjang dan kemakmuran bagi semua."

UU ini akan mengharuskan perwakilan AS untuk melakukan tinjauan tahunan terhadap otonomi Hong Kong. Tinjauan ini akan menjadi syarat bagi kawasan itu jika ingin melakukan aktivitas perdagangan dengan AS.

UU ini juga memungkinkan AS menjatuhkan sanksi terhadap pejabat yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong. Selain UU ini, ada pula UU soal penghentian ekspor senjata untuk penanganan massa ke Hong Kong.

Kedua hal ini diperkirakan bakal memperkeruh pembicaraan perdamaian perang dagang yang berlangsung. AS-China sudah terjebak ketegangan perdagangan dan saling menaikkan tarif impor barang selama dua tahun ini.

Meski kata 'damai' kerap diumbar kedua negara. Namun sayangnya, hingga kini belum ada tanda tangan resmi dari Trump dan Xi.

China 'Diam' Saat Ditanya Kepastian Perdamaian Dagang
China tutup mulut terkait ketidakpastian akhir perang dagang. Bahkan pemerintah terkesan enggan memastikan kapan poin-poin kesepakatan akan ditanda-tangani.

"China percaya jika kedua belah pihak mencapai kesepakatan 'Fase I', tarif-tarif yang relevan harus diturunkan," kata Juru Bicara Menteri Perdagangan China Gao Feng sebagaimana dikutip dari CNBC International.

Pernyataan ini menegaskan kembali posisi China. Negara ini menekankan keharusan adanya pembatalan semua tarif yang ditetapkan AS.


Padahal AS sempat berujar sulit mengabulkan hal ini. Trump menginginkan deal yang lebih dari sekedar soal teknologi dan pembelian produk pangan, untuk menuruti keinginan China itu.

Meski demikian, di kesempatan itu Gao mengaku pihaknya masih terus melakukan komunikasi intensif. Tetapi menutup rapat detail tambahan tentang negosiasi.

Ia pun tidak menjawab saat ditanya wartawan soal dampak kenaikan tarif barang impor China di AS, 15 Desember nanti. Ia juga enggan memaparkan barang apa saja yang akan kena sanksi.

Sementara itu, dalam konferensi pers-nya di sela-sela pertemuan dengan negara NATO, Trump meminta semua orang bersabar untuk melihat ending perang dagang. Bahkan ia mengatakan bisa saja perdamaian baru terjadi 2020, setelah Pemilu Presiden AS dilakukan.

Hal ini mengundang komentar dari Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying. "Kita memang tidak menentukan deadline untuk mencapai sebuah kesepakatan atau tidak," tegasnya di media yang sama.

Ia mengatakan China selalu jelas. Pembicaraan damai harus didasarkan pada keadilan dan saling menghormati.

"Hasilnya pun harus sama-sama menguntungkan dan diterima dua belah pihak," katanya.(sef/sef)

Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar