Rabu, 03 Maret 2021

Arab 'Ribut' Lagi sama Rusia, Meeting OPEC+ Bagaimana?

Saudi Arabia's Crown Prince Mohammed bin Salman speaks with Russia's President Vladimir Putin during the opening of the G20 leaders summit in Buenos Aires, Argentina November 30, 2018. REUTERS/Sergio Moraes     TPX IMAGES OF THE DAY
Foto: Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin selama pembukaan KTT para pemimpin G20 di Buenos Aires, Argentina 30 November 2018. REUTERS / Sergio Moraes

 

PT Rifan Financindo Berjangka - Kelompok negara-negara produsen minyak terbesar di dunia akan menggelar pertemuan paling penting pada Kamis mendatang untuk membahas persoalan langkah pemotongan produksi yang sempat dilakukan tahun lalu guna menstabilkan harga minyak dunia di pasar internasional.

Organisasi negara produsen minyak yakni OPEC dan mitra non-OPEC, atau aliansi energi yang biasa disebut sebagai OPEC+, akan bersidang melalui konferensi video guna mencapai konsensus tentang cara mengelola pasokan minyak di tengah mulai pulihnya aktivitas ekonomi dunia.

Tahun lalu OPEC+ setuju untuk membatasi jumlah produksi minyak guna menopang harga karena langkah pencegahan pandemi termasuk lockdown di sejumlah negara terjadi bersamaan dengan permintaan bahan bakar yang ambles terendah sepanjang sejarah.

Keputusan menjaga pasokan minyak pada minggu ini datang pada saat harga minyak dunia telah pulih ke level sebelum virus corona mendera. Sebelumnya produksi minyak di AS juga terpukul akibat badai yang membekukan stok dan pandemi virus corona juga terus mengaburkan prospek permintaan.

Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC secara terbuka mendorong mitra sekutunya untuk tetap "sangat berhati-hati" pada kebijakan produksi, memperingatkan OPEC agar tidak berpuas diri saat berusaha menavigasi krisis Covid-19 yang sedang berlangsung. Artinya ada kemungkinan Arab meminta pemotongan produksi lagi.

Di sisi lain, pemimpin non-OPEC Rusia, justru mengindikasikan keinginannya untuk terus maju dengan meningkatkan pasokan minyaknya.

Analis pun mengharapkan OPEC + bisa menaikkan produksi atau output dari level saat ini, tetapi pertanyaan tetap mengenai seberapa banyak produksi dan negara mana yang akan terpengaruh belum mendapatkan jawabannya.

Pada acara industri bulan lalu, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman dilaporkan mengatakan kepada para pihak yang mencoba meramalkan langkah aliansi energi selanjutnya. "Jangan mencoba memprediksi hal yang tidak terduga," katanya, dikutip CNBC International.

Baik Saudi maupun Rusia "akan mendapatkan apa yang mereka inginkan", kata Tamas Varga, analis di PVM Oil Associates, mengatakan kepada CNBC International melalui telepon bahwa dia yakin OPEC dan mitra non-OPEC telah melakukan "pekerjaan luar biasa" dalam menyeimbangkan kembali pasar minyak dunia.

Namun, di tengah mulai pulihnya permintaan minyak global, dia memperingatkan bahwa pemulihan pasar minyak dunia masih "sangat, sangat rapuh".

"Yang penting di sini adalah Rusia dan Arab Saudi. Harga impas [breakeven] bagi anggaran Rusia jauh lebih rendah daripada Arab Saudi, jadi Anda akan melihat semacam celah dalam pandangan antara kedua negara ini," kata Varga.

OPEC + awalnya setuju untuk memangkas produksi minyak dengan rekor 9,7 juta barel per hari tahun lalu, sebelum mengurangi pemotongan menjadi 7,7 juta dan akhirnya 7,2 juta dari Januari.

Negara pemimpin OPEC, Arab Saudi, juga melakukan pemotongan produksi secara sukarela sebesar 1 juta dari awal Februari hingga Maret.

Namun Alexander Novak, Wakil Perdana Menteri Rusia, tampaknya mengisyaratkan niat Moskow untuk meningkatkan pasokan pada bulan lalu. Alasannya, Rusia mengklaim bahwa pasar energi mulai seimbang.

"Rusia ingin kembali ke produksi normal secepat mungkin sementara Arab Saudi ingin menikmati harga tinggi sedikit lebih lama dan lebih memilih menjaga pasar pada sisi yang ketat daripada sisi yang longgar. Kami pikir keduanya akan mendapatkan apa yang mereka inginkan," kata Bjarne Schieldrop, Kepala Analis Komoditas di SEB Group, dalam risetnya.

Dia menambahkan, Rusia kemungkinan akan meningkatkan produksi lebih lanjut, sementara Arab Saudi tetap melakukan pemotongan secara sepihak, "sebagian atau mungkin semua" dari 1 juta barel per hari.

Analis juga memperkirakan OPEC+ akan membahas adanya kemungkinan minyak 1,3 juta barel per hari bisa masuk lagi ke pasar, pada pertemuan Kamis mendatang.

"Rusia akan membangun momentum dalam pandangan pasar mereka, tetapi kami tidak melihat peralihan sepenuhnya. Pernyataan dari Arab Saudi menunjukkan bahwa mereka berada di sisi yang berhati-hati," kata Schieldrop.

"Alih-alih mempertahankannya [pemangkasan produksi] sedikit terlalu lama ketimbang mengalami kelebihan pasokan, sebelum vaksin Covid-19 benar-benar membuat keajaiban pada aktivitas ekonomi global dan permintaan minyak," katanya

"Pertemuan OPEC+ mendatang dengan demikian tidak mungkin merusak 'aliansi minyak' sehubungan dengan pasokan pada April mendatang karena hasil total kemungkinan akan membuat pasar sedikit lebih pendek daripada surplus."

Mengacu data CNBC, harga minyak untuk patokan internasional yakni Brent diperdagangkan pada level US$ 63,01 per barel pada Selasa pagi (2/3), hampir 1,1% lebih rendah, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS di level US$ 60,02/barel, turun lebih dari 1%.

"Harapan kami, mereka akan naik sejalan dengan kesepakatan kebijakan sebelumnya yang diumumkan pada Desember 2020. Dan itu tidak meningkatkan produksi lebih dari 500.000 barel per hari. Kami berharap kebijakan itu tetap berlaku," Louise Dickson, analis di Rystad Energy. (tas/tas)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 02 Maret 2021

Berhasil Sentuh 6.300, Pegangan...IHSG Siap Tembus 6.400!

Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

 

PT Rifan FinancindoIndeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin membukukan penguatan 1,55% ke 6.338,513, yang merupakan level tertinggi sejak 22 Januari. Data perdagangan mencatat investor asing melakukan aksi beli bersih senilai Rp 128,62 miliar, dengan nilai transaksi mencapai Rp 13,99 triliun.

Pasar obligasi Amerika Serikat (AS) yang mulai kalem, tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) memberikan sentimen positif ke pasar saham. Bursa saham Asia melesat kemarin, termasuk IHSG.

Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun turun 2,7 basis poin ke 1,4290%. Pada perdagangan Jumat lalu, yield ini juga menurun 5,9 basis poin. Penurunan tersebut masih berlanjut pagi ini, Selasa (2/3/2021), yield Treasury turun 1,5 basis poin. 

Banyak analis melihat kenaikan yield Treasury masih akan tertahan di kisaran 1,5%, sebab jika terus menanjak, maka akan memicu kecemasan terjadi taper tantrum yang dapat memicu gejolak di pasar keuangan global.

Dengan penurunan yield tersebut, kecemasan akan tarjadinya taper tantrum kini menurun, apalagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi akan melancarkan Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu saat terjadi krisis utang Eropa.

Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.

Alhasil, pasar saham global melesat pada perdagangan awal pekan kemarin, termasuk bursa saham AS (Wall Street).

Melesatnya Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia tentunya memberikan sentimen positif ke Asia pada hari ini, Selasa (2/3/2021).

Sentimen positif lainnya datang dari dalam negeri, pemerintah memberikan insentif tambahan ke sektor properti. Sebelumnya Bank Indonesia (BI) menetapkan kebijakan DP 0% untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kini pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0% atau PPN ditanggung pemerintah. Kebijakan yang berlaku 1 Maret 2021 sampai 31 Agustus 2021.

Secara teknikal, IHSG yang mampu menembus ke atas 6.300 tentunya memberikan momentum penguatan tambahan.

IHSG kini semakin jauh dari rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA50) yang menjadi penahan koreksi IHSG dalam beberapa pekan terakhir.
Sementara itu Indikator stochastic pada grafik harian sudah keluar dari wilayah jenuh beli (overbought).

jkse 
Grafik: IHSG Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

jkse 
Grafik: IHSG 1 Jam
Foto: Refinitiv 

Stochastic pada grafik 1 jam juga berada di dekat wilayah overbought, yang berisiko memicu koreksi.

Resisten terdekat kini berada di 6.340, jika mampu ditembus secara konsisten IHSG berpeluang menguat ke 6.370, sebelum menuju 6.400. Peluang menuju 6.450 akan terbuka jika level tersebut juga dilewati.

Sementara selama tertahan di bawah resisten, IHSG berisiko terkoreksi ke 6.300. Penembusan ke bawah level tersebut akan membawa IHSG turun ke 6.260.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Senin, 01 Maret 2021

Waspada! Ada Risiko Rupiah ke Rp 14.350/US$ Pekan Ini

Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Rifan FinancindoNilai tukar rupiah merosot tajam 1,28% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.240/US$. sepanjang pekan ini. Dengan pelemahan tersebut, rupiah mencatat kinerja mingguan terburuk dalam 7 bulan terakhir. Rupiah kini juga berada di level terlemah tahun ini, bahkan jika melihat lebih ke belakang sejak awal November lalu.

Pemicu utama pelemahan rupiah di pekan ini adalah kenaikan yield obligasi (Treasury) AS.

Sepanjang pekan lalu, yield Treasury AS sempat naik 17 basis poin ke 1,515% yang merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan sebelum bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%.

Kenaikan tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Ketika terjadi capital outflow, maka nilai tukar rupiah akan tertekan.

Sementara di pekan ini, risiko tekanan yang dihadapi rupiah masih cukup besar. Selain dari pergerakan yield Treasury, dari dalam negeri beberapa data ekonomi akan mempengaruhi kemana rupiah melangkah.

Sayangnya di awal pekan ini, Senin (1/3/2021), sudah ada kabar kurang bagus. IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur mengalami pelambatan di bulan Februari yang tentunya mengirim sentimen negatif ke rupiah. 

Aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dari Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 50,9 untuk periode Februari 2021. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula, jika di atas 50 maka dunia usaha masih melakukan ekspansi.

Akan tetapi, skor PMI manufaktur Tanah Air melorot dibandingkan Januari 2021 yang mencapai 52,2. Pencapaian Januari 2021 adalah yang terbaik dalam 6,5 tahun terakhir.

Selain itu, Badan Pusat Statistik hari ini akan merilis dirilis data inflasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Februari 2021 adalah 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) adalah 1,36%.

Jika konsensus tersebut tepat, artinya inflasi di Indonesia akan semakin melambat, sebab di bulan sebelumnya tercatat sebesar 0,26% MtM, dan 1,55% YoY. Melambatnya inflasi berarti daya beli masyarakat yang masih rendah. Lagi-lagi hal tersebut akan menjadi sentimen negatif bagi rupiah.

Secara teknikal, tekanan bagi rupiah cukup besar setelah menembus ke atas (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau), dan MA 100 (garis oranye).
Selama tertahan di atas dua MA tersebut, rupiah cenderung masih tertekan.

Sementara itu, indikator stochastic sudah masuk wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic sudah memasuki wilayah overbought membuka ruang bangkitnya rupiah.

idr 
Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Support terdekat berada di kisaran Rp 14.200/US$, jika berhasil ditembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.160/US$ (kisaran MA 100).

Rupiah berpeluang menguat menuju Rp 14.030 (kisaran MA 50) di pekan ini jika mampu menembus dan bertahan di bawah MA 100.

Sementara seperti yang disebutkan sebelumnya, selama tertahan di atas MA 100, tekanan rupiah masih cukup besar. Rupiah berisiko melemah ke Rp 14.350/US$ (kisaran MA 200) di pekan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

 

Jumat, 26 Februari 2021

Tahun 2021, Harga Minyak Mentah Naik 30% dan Kembali Pulih

FILE PHOTO: A maze of crude oil pipes and valves is pictured during a tour by the Department of Energy at the Strategic Petroleum Reserve in Freeport, Texas, U.S. June 9, 2016.  REUTERS/Richard Carson/File Photo
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto

 

PT RifanHarga minyak mentah sudah naik 30% di sepanjang tahun 2021 ini dan membuatnya pulih dari gempuran pandemi Covid-19. Namun sebenarnya ada risiko yang bisa menyebabkan harga si emas hitam mengalami koreksi. 

Pada perdagangan pagi hari ini Jumat (26/2/2021), harga kontrak futures (berjangka) minyak mentah drop. Namun harga minyak masih berada di rentang posisi tertingginya dalam satu tahun terakhir. 

Harga kontrak Brent turun 0,37% ke US$ 66,63/barel dan harga kontrak West Texas Intermediate (WTI) anjlok 0,71% ke US$ 63,08/barel. Ada kemungkinan harga minyak yang tembus rekor tersebut dimanfaatkan oleh para trader untuk mengambil untung (profit taking).

Tren pemulihan harga minyak mentah tak terlepas dari sentimen maupun dinamika permintaan dan pasokan di pasar. Gencarnya vaksinasi Covid-19 di berbagai negara meningkatkan optimisme bahwa perekonomian akan kembali pulih. 

Mobilitas masyarakat diharapkan bisa kembali normal dan mendongkrak permintaan bahan bakar yang selama ini tertekan. Namun bisa dibilang kenaikan harga minyak juga lebih diakibatkan oleh faktor pasokan. 

Cuaca dingin ekstrem yang melanda Texas dan pasokan listrik yang terbatas membuat aktivitas produksi minyak di AS terganggu. Pemerintah AS memperkirakan produksi minyak mentah anjlok 10% atau lebih dari 1 juta barel per hari (bph) yang merupakan level produksi terendah sejak 2008. 

Di sisi lain komitmen para kartel yang tergabung dalam OPEC+ untuk memangkas produksi juga turut menopang harga. Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC bahkan sampai memotong jatah outputnya secara sukarela untuk bulan Februari dan Maret sebesar 1 juta bph. 

OPEC+ dikabarkan bakal menghelat pertemuan pada awal Maret nanti. Namun belum jelas apakah para produsen tersebut akan mencapai konsensus tentang produksi minyak mereka. 

Harga sudah terbilang pulih akibat reli panjang yang berlangsung sejak kuartal terakhir tahun lalu. Seharusnya kenaikan harga minyak akan membuat para produsen berusaha untuk meningkatkan produksinya. 

Produksi yang meningkat pada akhirnya akan membawa harga minyak ke titik ekuilibrium di mana harga tak bisa terus-terusan naik dan ada ambang batas permintaan yang bisa dipenuhi. 

Hanya saja peluang OPEC+ untuk menggenjot produksi minyaknya secara agresif terbilang kecil, terutama untuk Arab Saudi yang sangat teguh untuk menjaga stabilitas harga, sehingga opsi untuk menjaga defisit pasokan masih jadi prioritas utama ketika permintaan bahan bakar pulih secara gradual.

TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 25 Februari 2021

Wall Street Rekor & Bursa Asia Meroket, IHSG Siap ke 6.300

Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

 

PT Rifan Financindo BerjangkaIndeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,35% ke 6.261,054 pada perdagangan Rabu kemarin. Meski demikian, data perdagangan mencatat investor asing melakukan aksi beli bersih Rp 245 miliar di pasar reguler dengan nilai transaksi nyaris Rp 17 triliun.

IHSG di awal perdagangan kemarin sebenarnya berhasil menguat, merespon testimoni ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed, Jerome Powell) di hadapan Komite Perbankan Senat. Dalam testimoni tersebut, Powell menegaskan belum akan merubah kebijakan moneternya dalam waktu dekat, sebab inflasi masih lemah, dan pemulihan ekonomi masih dipenuhi ketidakpastian.

Sayangnya IHSG gagal mempertahankan penguatan dan masuk ke zona merah, menyusul bursa utama Asia. Namun, beda cerita pada perdagangan hari ini, Kamis (25/2/2021), bursa saham utama Asia sudah melesat pagi ini. Indeks Nikkei Jepang melesat 1,7%, sementara Kospi Korea Selatan meroket 2% lebih. IHSG juga berpeluang mengikuti masuk ke zona hijau, bahkan tidak menutup kemungkinan melesat tajam.

Melesatnya bursa saham Asia terjadi setelah bursa saham AS (Wall Street) menguat tajam, dengan indeks Dow Jones mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan sejak awal pekan ini. IHSG yang bertahan di atas rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA50) yang memberikan potensi penguatan.

Pada perdagangan Selasa (16/2/2021), muncul lagi pola Doji, secara psikologis pola ini mengindikasikan pasar masih kebingungan menentukan kemana arah IHSG. Pergerakan dalam 2 hari terakhir menunjukkan hal tersebut, IHSG menguat di awal perdagangan sebelum berbalik melemah.

Dengan munculnya pola Doji, peluang IHSG ambrol atau melesat sama besarnya.

jkse 
Grafik: IHSG Harian
Foto: Refinitiv

Sementara itu Indikator stochastic pada grafik harian masih sudah mulai keluar dari wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

jkse 
Grafik: IHSG 1 Jam
Foto: Refinitiv

Stochastic pada grafik 1 jam bergerak mendatar di dekat wilayah oversold.

IHSG kemarin kembali ke bawah 6.260 yang kini menjadi resisten terdekat. Jika mampu kembali ke atasnya, IHSG berpeluang ke 6.300 lagi. Target penguatan selanjutnya di 6.340.

Sementara jika tertahan di bawah 6.260, IHSG berisiko turun ke menuju 6.200. Jika level tersebut ditembus IHSG akan turun ke 6.160 sebelum menuju 6.110.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan