Senin, 01 Maret 2021

Waspada! Ada Risiko Rupiah ke Rp 14.350/US$ Pekan Ini

Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Rifan FinancindoNilai tukar rupiah merosot tajam 1,28% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.240/US$. sepanjang pekan ini. Dengan pelemahan tersebut, rupiah mencatat kinerja mingguan terburuk dalam 7 bulan terakhir. Rupiah kini juga berada di level terlemah tahun ini, bahkan jika melihat lebih ke belakang sejak awal November lalu.

Pemicu utama pelemahan rupiah di pekan ini adalah kenaikan yield obligasi (Treasury) AS.

Sepanjang pekan lalu, yield Treasury AS sempat naik 17 basis poin ke 1,515% yang merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan sebelum bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%.

Kenaikan tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Ketika terjadi capital outflow, maka nilai tukar rupiah akan tertekan.

Sementara di pekan ini, risiko tekanan yang dihadapi rupiah masih cukup besar. Selain dari pergerakan yield Treasury, dari dalam negeri beberapa data ekonomi akan mempengaruhi kemana rupiah melangkah.

Sayangnya di awal pekan ini, Senin (1/3/2021), sudah ada kabar kurang bagus. IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur mengalami pelambatan di bulan Februari yang tentunya mengirim sentimen negatif ke rupiah. 

Aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dari Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 50,9 untuk periode Februari 2021. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula, jika di atas 50 maka dunia usaha masih melakukan ekspansi.

Akan tetapi, skor PMI manufaktur Tanah Air melorot dibandingkan Januari 2021 yang mencapai 52,2. Pencapaian Januari 2021 adalah yang terbaik dalam 6,5 tahun terakhir.

Selain itu, Badan Pusat Statistik hari ini akan merilis dirilis data inflasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Februari 2021 adalah 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) adalah 1,36%.

Jika konsensus tersebut tepat, artinya inflasi di Indonesia akan semakin melambat, sebab di bulan sebelumnya tercatat sebesar 0,26% MtM, dan 1,55% YoY. Melambatnya inflasi berarti daya beli masyarakat yang masih rendah. Lagi-lagi hal tersebut akan menjadi sentimen negatif bagi rupiah.

Secara teknikal, tekanan bagi rupiah cukup besar setelah menembus ke atas (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau), dan MA 100 (garis oranye).
Selama tertahan di atas dua MA tersebut, rupiah cenderung masih tertekan.

Sementara itu, indikator stochastic sudah masuk wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic sudah memasuki wilayah overbought membuka ruang bangkitnya rupiah.

idr 
Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Support terdekat berada di kisaran Rp 14.200/US$, jika berhasil ditembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.160/US$ (kisaran MA 100).

Rupiah berpeluang menguat menuju Rp 14.030 (kisaran MA 50) di pekan ini jika mampu menembus dan bertahan di bawah MA 100.

Sementara seperti yang disebutkan sebelumnya, selama tertahan di atas MA 100, tekanan rupiah masih cukup besar. Rupiah berisiko melemah ke Rp 14.350/US$ (kisaran MA 200) di pekan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar