Selasa, 15 Juli 2025

Saham Jepang Menguat Menjelang Pembicaraan Perdagangan Tokyo-AS

 


Pasar saham Jepang ditutup menguat pada Selasa, seiring meningkatnya optimisme investor menjelang pertemuan penting antara Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang dijadwalkan berlangsung di Tokyo pada Jumat mendatang. Pertemuan ini menjadi krusial karena dilakukan menjelang tenggat waktu kesepakatan dagang antara kedua negara pada 1 Agustus.

Indeks Nikkei 225 naik 0,55%, atau 218,4 poin, dan berakhir di level 39.678,02, menandakan sentimen pasar yang positif terhadap kemungkinan kemajuan diplomatik antara Jepang dan Amerika Serikat.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, akan mengunjungi Jepang dalam rangka menghadiri Hari Nasional Amerika di World Expo, Osaka, pada 19 Juli. Ia memilih untuk melewatkan pertemuan G20 sektor keuangan di Afrika Selatan demi fokus pada hubungan bilateral dengan Jepang. Delegasi AS kali ini akan diperkuat oleh Menteri Ketenagakerjaan Lori Chavez-DeRemer dan Wakil Menteri Luar Negeri Christopher Landau, mencerminkan pentingnya agenda dagang ini bagi Washington.

Negosiator utama Jepang, Ryosei Akazawa, juga dijadwalkan bertemu Bessent. Meskipun Akazawa telah melakukan tujuh kunjungan ke AS sejak April, kesepakatan perdagangan yang dinanti-nanti belum juga tercapai. Hal ini meningkatkan tekanan politik dan ekonomi menjelang tenggat waktu yang kian dekat.

Dari sisi ekonomi domestik, survei kuartalan Bank of Japan menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi rumah tangga tetap tinggi pada kuartal kedua. Sekitar 85,1% responden memperkirakan harga akan naik dalam 12 bulan ke depan, hanya sedikit turun dari 86,7% pada Maret. Dari angka tersebut, 33,4% memperkirakan kenaikan signifikan, sementara 51,7% memperkirakan kenaikan moderat.

Untuk jangka waktu lima tahun, 83,1% rumah tangga memperkirakan harga akan lebih tinggi, dibandingkan 83,5% sebelumnya. Yang menarik, rumah tangga memperkirakan rata-rata kenaikan harga sebesar 12,8% untuk setahun ke depan, level tertinggi sejak September 2006—menunjukkan kekhawatiran inflasi yang mendalam di kalangan konsumen Jepang.

Di sektor korporasi, StemCell Institute (TYO:7096) mengumumkan kemitraan strategis dengan Big Rainbow Investment, yang terkait dengan Grup Sinar Mas dari Indonesia, untuk mendirikan perusahaan patungan 50:50 dalam memperluas layanan cell banking di Asia Tenggara. Operasi akan dijalankan oleh Stemcell Innovations yang berbasis di Singapura, dengan modal awal sebesar SG\$7 juta, dan ditargetkan mulai beroperasi pada Maret 2026. Proyek ini juga kemungkinan akan merambah penyimpanan oosit dan terapi regeneratif, dua bidang yang tengah naik daun dalam dunia bioteknologi.

Sementara itu, Toyokumo (TYO:4058) melaporkan penjualan bulan Juni sebesar 404 juta yen, tumbuh 57,8% dibandingkan tahun lalu. Penjualan untuk paruh pertama tahun fiskal 2025 juga naik 55,1% menjadi 2,25 miliar yen, mencerminkan pertumbuhan kuat di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Dari sektor farmasi, Towa Pharmaceutical (TYO:4553) mengonfirmasi bahwa kebakaran yang terjadi pada 14 Juli di pabrik Yamagata hanya merusak sebagian ruang mesin dan tidak menimbulkan korban. Bangunan lain di area tersebut tidak terdampak dan tetap beroperasi seperti biasa, menjaga kelangsungan produksi obat generik perusahaan.

Kesimpulan

Kenaikan saham Jepang mencerminkan harapan pasar terhadap tercapainya kemajuan dalam negosiasi perdagangan Jepang-AS yang semakin intensif menjelang tenggat waktu. Ditambah lagi, data ekonomi dan perkembangan korporasi menunjukkan dinamika positif, meskipun ekspektasi inflasi yang tinggi bisa menjadi tantangan jangka panjang. Dengan berbagai faktor global dan domestik yang terus bergulir, investor disarankan untuk mencermati arah kebijakan pemerintah dan pergerakan korporasi utama yang bisa menentukan tren pasar selanjutnya.

Rabu, 09 Juli 2025

Yen Jepang Melemah di Tengah Ketegangan Tarif Dagang dengan AS

 


Nilai tukar yen Jepang kembali merosot dan menembus level 147 per dolar AS pada hari Rabu, menandai penurunan untuk sesi ketiga berturut-turut. Pelemahan ini mencerminkan meningkatnya tekanan pasar terhadap mata uang Jepang, seiring memburuknya hubungan dagang antara Jepang dan Amerika Serikat, khususnya terkait proteksi Jepang atas pasar beras domestiknya yang menjadi titik gesekan utama.

Ketegangan memuncak setelah Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan tarif sebesar 25% atas berbagai produk Jepang, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang. Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif tersebut bersifat final—tanpa ruang untuk revisi atau penundaan—dan berlaku untuk 14 negara sekaligus, menambah tekanan pada mitra dagang utama Washington, termasuk Tokyo.

Pemerintah Jepang merespons dengan nada diplomatis namun tegas. Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyebut kebijakan tersebut sebagai "sangat disesalkan," namun menegaskan bahwa Jepang akan tetap melanjutkan dialog dengan pihak AS untuk mencari solusi yang adil dan saling menguntungkan. Pernyataan ini menunjukkan pendekatan negosiasi terbuka dari Jepang meskipun berada di bawah tekanan ekonomi dan politik yang signifikan.

Dari sisi moneter, Bank of Japan (BoJ) turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak jangka menengah dari kebijakan tarif ini terhadap stabilitas harga domestik. Anggota dewan BoJ, Junko Koeda, menyatakan bahwa bank sentral kini mengamati secara ketat potensi efek lanjutan terhadap inflasi inti, terutama dari kemungkinan lonjakan harga pangan seperti beras, yang merupakan komoditas strategis di pasar domestik Jepang.

Pelemahan yen dalam konteks ini juga memperlihatkan ketidakseimbangan yang dihadapi BoJ: di satu sisi, mata uang yang lebih lemah bisa meningkatkan daya saing ekspor Jepang, namun di sisi lain, dapat memicu tekanan inflasi impor, terutama di sektor pangan dan energi. Ketidakpastian kebijakan perdagangan global yang terus meningkat membuat ruang gerak kebijakan moneter Jepang semakin sempit.

Secara teknikal, jika tekanan terhadap yen terus berlanjut, potensi pelemahan lanjutan dapat membawa nilai tukar ke kisaran 148–149 per dolar dalam waktu dekat, terutama jika negosiasi bilateral tidak menunjukkan kemajuan. Para pelaku pasar kini menantikan rilis data ekonomi Jepang serta perkembangan lebih lanjut dalam perundingan dagang untuk menentukan arah tren nilai tukar berikutnya.

Dengan dinamika geopolitik yang kompleks dan risiko ekonomi yang meningkat, posisi yen akan sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar terhadap stabilitas kawasan serta kemampuan Jepang mempertahankan komitmennya terhadap kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.

Senin, 07 Juli 2025

Pasar Saham Eropa Stabil, Investor Cermati Langkah Perdagangan AS dan Ketegangan BRICS

 


Pasar saham Eropa bergerak stabil pada awal pekan ini, mencerminkan sikap hati-hati investor dalam menghadapi perkembangan terbaru terkait kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Indeks STOXX 50 bertahan di kisaran 5.300, sementara STOXX 600 berada datar di level 541. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh potensi tarif tambahan dari AS dan ketegangan geopolitik global menjadi latar utama pergerakan pasar yang tertahan.

Surat Peringatan Tarif AS Picu Spekulasi Baru

Presiden AS Donald Trump dijadwalkan mengirimkan sekitar selusin surat peringatan tarif secara formal kepada mitra dagang, sebagai bagian dari strategi memperketat posisi perdagangan global. Namun, masih belum jelas apakah negara-negara Uni Eropa akan termasuk dalam daftar tersebut. Trump sebelumnya juga menyampaikan rencana untuk memberlakukan tambahan tarif sebesar 10% kepada negara-negara yang dianggap berpihak pada aliansi BRICS—blok ekonomi yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.

Langkah ini meningkatkan kekhawatiran bahwa kebijakan perdagangan AS akan makin mengarah pada fragmentasi global, dan memicu perhitungan ulang oleh pelaku pasar terhadap risiko perdagangan internasional.

Penundaan Paket Tarif Utama Tahan Sentimen Pasar

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengonfirmasi bahwa penerapan paket tarif yang sebelumnya dijadwalkan berlaku mulai 9 Juli, kini ditunda hingga 1 Agustus. Penundaan ini memberikan waktu lebih bagi pasar untuk menyesuaikan ekspektasi, tetapi juga memperpanjang ketidakpastian yang membayangi keputusan investasi dan strategi lindung nilai perusahaan multinasional.

Di tengah penantian tersebut, minat risiko di pasar Eropa tampak tertahan, seiring investor menunggu arah kebijakan lebih jelas dari Washington.

Sektor Energi Tertekan Setelah Keputusan OPEC+

Saham-saham terkait energi mengalami tekanan setelah OPEC+ mengumumkan peningkatan produksi minyak mentah yang melebihi ekspektasi untuk bulan Agustus. Keputusan ini memicu penurunan harga minyak global, yang secara langsung berdampak pada kinerja perusahaan minyak dan gas di bursa Eropa. Sektor energi menjadi salah satu penyumbang pelemahan indeks regional pada sesi perdagangan kali ini.

Tekanan Tambahan dari Ketegangan Tiongkok-Uni Eropa

Di sisi lain, sektor kesehatan di Jerman mencatat pelemahan signifikan setelah Tiongkok memberlakukan sanksi balasan terhadap perangkat medis asal Uni Eropa. Saham Siemens Healthineers serta sejumlah perusahaan teknologi medis lainnya mengalami koreksi akibat sentimen negatif ini. Merck KGaA juga turut melemah setelah mendapat penurunan peringkat dari broker, menambah tekanan pada sektor kesehatan yang sebelumnya menjadi penopang pertumbuhan saham defensif.

Kesimpulan: Ketidakpastian Global Membentuk Pola Wait and See

Stabilitas indeks STOXX mencerminkan sikap waspada investor terhadap faktor-faktor eksternal yang belum sepenuhnya bisa diprediksi. Penundaan kebijakan tarif, ancaman terhadap mitra dagang AS, serta ketegangan antara Tiongkok dan Uni Eropa menjadi isu utama yang mempengaruhi arah pasar saham Eropa.

Dalam beberapa minggu mendatang, fokus utama investor akan tertuju pada tindak lanjut kebijakan perdagangan AS, respons dari negara-negara BRICS, serta dampak lanjutan dari eskalasi ketegangan ekonomi global. Bagi pelaku pasar, strategi selektif dan pemantauan aktif terhadap pergerakan geopolitik menjadi kunci dalam menyikapi volatilitas yang kemungkinan akan meningkat.

Sumber : newsmaker.id

Kamis, 03 Juli 2025

Indeks Hang Seng Turun 0,6%, Saham Xiaomi Jadi Penekan Terbesar

 


Indeks Hang Seng di Bursa Saham Hong Kong ditutup melemah 0,6% ke level 24.069,94 pada perdagangan Kamis (4/7). Penurunan ini menjadi yang terendah sejak 23 Juni, sekaligus menghapus kenaikan 0,6% yang tercatat pada sesi perdagangan hari sebelumnya. Pelemahan tersebut mencerminkan kembalinya kekhawatiran investor terhadap risiko global dan ketidakpastian regulasi sektor teknologi.

Xiaomi Pimpin Penurunan, Tekanan Terbesar di Sektor Teknologi

Dari sisi kontributor, saham Xiaomi Corp. mencatat penurunan paling signifikan, yaitu sebesar 3,4%. Koreksi tajam ini menjadikannya penyumbang terbesar terhadap pelemahan indeks Hang Seng hari ini. Secara keseluruhan, dari 85 saham yang terdaftar dalam indeks, 31 saham mengalami penurunan, sementara 51 saham mencatatkan kenaikan, dan 3 saham stagnan.

Sektor perdagangan dan industri menjadi sektor paling tertekan, dengan dua dari empat sub-sektor mencatatkan pelemahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kekhawatiran investor tidak hanya terfokus pada satu sektor saja, namun telah meluas ke sektor-sektor siklikal yang sensitif terhadap perkembangan ekonomi global.

Sentimen Global dan Kekhawatiran Regulasi Tekan Pasar

Penurunan indeks Hang Seng kali ini tidak dipicu oleh satu kejadian spesifik, namun lebih karena akumulasi kekhawatiran pasar terhadap prospek ekonomi global yang masih belum pasti. Ketidakpastian seputar arah kebijakan suku bunga global, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dan potensi pengetatan regulasi sektor teknologi menciptakan atmosfer yang membuat pelaku pasar memilih strategi defensif.

Investor juga cenderung berhati-hati menjelang rilis data ekonomi penting dari Amerika Serikat, termasuk laporan Nonfarm Payrolls dan indeks aktivitas sektor jasa. Ketidakpastian terhadap data tersebut mendorong pelaku pasar untuk mengurangi eksposur terhadap aset berisiko, termasuk saham-saham teknologi yang memiliki volatilitas tinggi.

Pasar Masih Fluktuatif, Respons Tinggi Terhadap Sentimen Eksternal

Penurunan hari ini menggarisbawahi fakta bahwa pasar saham Hong Kong masih sangat rentan terhadap perubahan sentimen global. Meskipun secara teknikal belum memasuki fase bearish, namun fluktuasi yang terjadi menunjukkan bahwa investor masih cenderung bereaksi cepat terhadap potensi risiko, terutama yang berasal dari luar negeri.

Di tengah minimnya katalis positif dari dalam negeri, arah pergerakan indeks Hang Seng dalam waktu dekat kemungkinan besar akan tetap dipengaruhi oleh data ekonomi global, kebijakan suku bunga bank sentral, serta dinamika hubungan dagang antarnegara.

Kesimpulan: Hang Seng Butuh Katalis Positif untuk Pulih

Pelemahan indeks Hang Seng pada perdagangan hari ini memperlihatkan sensitivitas tinggi pasar terhadap ketidakpastian makroekonomi dan risiko regulasi. Dengan saham-saham unggulan seperti Xiaomi menjadi target aksi jual, pelaku pasar menunggu kepastian dari rilis data-data global sebelum mengambil posisi lebih agresif. Untuk bisa pulih secara berkelanjutan, pasar memerlukan katalis positif, baik dari kebijakan pemerintah maupun perbaikan data fundamental. Sampai saat itu tiba, volatilitas tinggi kemungkinan besar akan tetap mewarnai perdagangan di Bursa Hong Kong.

Selasa, 01 Juli 2025

Harga Perak Stabil di Tengah Melemahnya Dolar AS

 


Harga perak bertahan stabil di kisaran \$36 per ons pada Selasa, mempertahankan kekuatan setelah mencatatkan performa positif sepanjang bulan Juni. Penguatan ini ditopang oleh melemahnya dolar AS, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang lebih agresif, meningkatnya kekhawatiran fiskal, serta ketidakpastian yang terus berlanjut terkait kebijakan perdagangan global.

Dolar yang lebih lemah biasanya mendorong permintaan terhadap komoditas yang dihargai dalam dolar, seperti perak. Hal ini terjadi karena logam mulia tersebut menjadi lebih murah bagi pembeli dari luar negeri. Kombinasi antara ketegangan fiskal, arah kebijakan moneter AS, dan ketidakjelasan dalam perdagangan internasional menjadikan perak tetap menarik sebagai aset pelindung nilai (safe haven).

Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Dorong Permintaan Safe Haven

Pasar kini semakin yakin bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, kemungkinan besar pada pertemuan bulan Juli. Sentimen ini dipicu oleh data ekonomi AS yang mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan, serta tekanan politik yang terus diarahkan kepada bank sentral untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

Investor tengah menantikan rilis data tenaga kerja AS yang akan dirilis pekan ini. Jika data menunjukkan pelemahan, hal tersebut akan semakin memperkuat spekulasi bahwa The Fed perlu segera melonggarkan kebijakan moneternya. Dalam konteks ini, perak berpotensi mendapat dorongan tambahan sebagai alternatif investasi ketika imbal hasil obligasi menurun dan risiko pasar meningkat.

Rencana Pemangkasan Pajak dan Belanja AS Tingkatkan Kekhawatiran Fiskal

Selain faktor moneter, fokus investor juga tertuju pada upaya Senat AS dalam mengesahkan paket pemangkasan pajak dan belanja besar-besaran yang diajukan oleh Presiden Donald Trump sebelum tenggat 4 Juli. Paket kebijakan ini diperkirakan akan menambah utang nasional hingga \$3,3 triliun, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius terkait ketahanan fiskal jangka panjang Amerika Serikat.

Kondisi fiskal yang memburuk biasanya memperlemah kepercayaan terhadap mata uang negara tersebut, dalam hal ini dolar AS. Akibatnya, investor cenderung mencari aset keras seperti perak dan emas untuk melindungi nilai kekayaannya dari potensi penurunan nilai tukar dan inflasi.

Ketidakpastian Perdagangan Masih Membayangi Sentimen Pasar

Sementara itu, isu perdagangan tetap menjadi perhatian utama. Investor masih menunggu kejelasan apakah AS akan berhasil mencapai kesepakatan dengan mitra dagang utamanya sebelum masa penangguhan tarif selama 90 hari berakhir minggu depan. Jika kesepakatan gagal tercapai, risiko meningkatnya tensi perdagangan bisa kembali memicu volatilitas pasar secara global.

Secara keseluruhan, harga perak kemungkinan akan tetap mendapat dukungan kuat selama tekanan terhadap dolar AS berlanjut dan ketidakpastian makroekonomi tetap tinggi. Dengan berbagai katalis yang sedang berkembang, logam mulia ini terus menjadi pilihan favorit bagi investor yang menghindari risiko.