Rabu, 14 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Perang Dagang Mereda: Wall Street Meroket, Emas Babak Belur

Perang Dagang Mereda: Wall Street Meroket, Emas Babak Belur
PT Rifan Financindo - Pasar saham AS sumringah pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, tiga indeks saham acuan di AS membukukan penguatan yang begitu signifikan: indeks Dow Jones melesat 1,87%, indeks S&P 500 menguat 1,83%, dan indeks Nasdaq Composite meroket 2,22%.

Berbanding 180 derajat dengan bursa saham AS, harga emas dunia babak belur. Hingga berita ini diturunkan, harga emas dunia di pasar spot jatuh 0,76% ke level US$ 1.499,62/troy ons. Harga emas dunia di pasar spot bahkan sempat jatuh hingga 1,99% ke level US$ 1.481,06/troy ons.

Hasrat pelaku pasar untuk memburu instrumen berisiko seperti saham membuncah pasca mendengar kabar bahwa perang dagang AS-China agak mendingin. Di sisi lain, emas selaku safe haven dilego pelaku pasar.

Kantor Perwakilan Dagang AS pada hari ini mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.

Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa keputusan ini dilandasi oleh alasan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya", dilansir dari CNBC International.

Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.

Seperti yang diketahui, pada awal bulan ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini sejatinya akan mulai berlaku pada tanggal 1 September, sebelum kemudian AS merubah keputusannya. Trump kala itu juga menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada awal bulan ini.

Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai.

China pun kemudian geram bukan kepalang. China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS tersebut dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.

Bahkan, bank sentral China kemudian ditengarai sengaja melemahkan nilai tukar mata uang Negeri Panda, yuan. Sudah sedari awal pekan ini People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China mematok nilai tengah yuan di level yang lebih rendah.

Sebagai informasi, PBOC memang punya wewenang untuk menentukan nilai tengah dari yuan setiap harinya. Nilai tukar yuan di pasar onshore kemudian hanya diperbolehkan bergerak dalam rentang 2% (baik itu menguat maupun melemah) dari nilai tengah tersebut, sehingga pergerakannya tak murni dikontrol oleh mekanisme pasar. Implikasinya, ketika nilai tengah ditetapkan di level yang lebih lemah, yuan akan cenderung melemah di pasar onshore.

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

Kini, diharapkan etikat baik dari AS akan dibalas juga dengan etikat baik dari pihak China. Kesepakatan dagang yang sebelumnya tampak kian mustahil untuk diteken kini kembali menjadi sebuah skenario yang bisa menjadi kenyataan.

Sebagai informasi, AS berencana untuk menggelar negosiasi dagang dengan China di Washington pada awal bulan September.(ank/ank)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Selasa, 13 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Hong Kong "Membara", Bursa Sahamnya Babak Belur

Hong Kong
Foto: Bursa Hong Kong (AP Photo/Vincent Yu)
Rifanfinancindo - Bursa saham China dan Hong Kong ditransaksikan di zona merah pada hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai melemah 0,64% ke level 2.796,86, sementara indeks Hang Seng ambruk 1,39% ke level 25.464,53.

Situasi di Hong Kong yang masih mencekam sukses memantik aksi jual di bursa saham China dan Hong Kong. Kemarin (12/8/2019), Bandara Internasional Hong Kong dipaksa untuk membatalkan seluruh penerbangan mulai dari sore hari lantaran banyaknya massa yang menyemut untuk melakukan aksi protes di sana. Hal tersebut menandai gangguan terbesar bagi perekonomian Hong Kong pasca demonstrasi dimulai pada awal bulan Juni.

"Operasional bandara di Bandara Internasional Hong Kong telah terganggu secara serius sebagai hasil dari demonstrasi pada hari ini," tulis otoritas bandara Hong Kong dalam pernyataan resminya, dilansir dari Bloomberg.

"Selain penerbangan keberangkatan yang sudah menyelesaikan proses check-in dan penerbangan kedatangan yang sudah bertolak menuju Hong Kong, semua penerbangan di sisa hari ini telah dibatalkan."

Melansir Bloomberg, The Civil Human Rights Front selaku kelompok yang telah mengorganisir beberapa aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong mengatakan bahwa pihaknya akan kembali menggelar aksi demonstrasi pada hari Minggu (18/8/2019).

Aksi demonstrasi ini dilakukan untuk menuntut pemerintah Hong Kong melakukan reformasi, pasca sebelumnya pemerintahan Carrie Lam mengajukan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang mendapatkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat Hong Kong.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Senin, 12 Agustus 2019

Rifan Financindo - Kata Resesi Semakin Sering Disebut, Yen Terus Menguat

Kata Resesi Semakin Sering Disebut, Yen Terus Menguat
Foto: Mata Uang Yen. (REUTERS/Yuriko Nakao/Files)
Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (12/8/19). Status aset aman (safe haven) yang dimiliki Mata Uang Negeri Matahari Terbit ini terus menjadi penopang penguatan.

Pada pukul 8:20 WIB, yen diperdagangkan di kisaran 105,45/US$ atau menguat 0,19% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Kecemasan akan resesi semakin meningkat akibat AS dan China tak kunjung akur, malah semakin memanas. Perang dagang antara kedua negara kini dibumbui dengan potensi terjadinya perang mata uang. Dua hal yang dikatakan bisa memicu resesi bahkan Depresi Besar (Great Depression). Hal itu diungkapkan oleh Profesor ekonomi di Cornell University, Stephen Charles Kyle.

Kyle mengatakan kenaikan tarif impor dan depresiasi mata uang mempercepat langkah ekonomi memasuki Great Depression pada tahun 1930an.

"Kita bahkan tidak ingin berada pada langkah awal di jalur ini. Inilah yang persis terjadi saat Great Depression 1930: setiap negara menaikkan tarif impor, dan bersaing dengan mitra dagangnya dengan mendepresiasi nilai tukar mata uangnya. Beberapa tahun setelahnya, berdagangan global hampir berhenti total" kata Kyle sebagaimana dikutip Washington Post

Selain itu, bank Goldman Sachs kini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal IV-2019 menjadi 1,8% dari sebelumnya 2%.
Goldman Sachs mengatakan bahwa perang dagang AS-China telah meningkatkan kekhawatiran mengenai resesi. Goldman tidak lagi mengharapkan kesepakatan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu terjadi sebelum pemilihan presiden AS tahun 2020 nanti.

Lembaga keuangan asal AS itu juga memperingatkan bahwa gangguan dalam rantai pasokan dapat menyebabkan perusahaan AS mengurangi aktivitas domestik mereka. Selain itu, kebijakan yang tidak jelas seperti itu juga dapat membuat perusahaan- perusahaan menurunkan belanja modal mereka.

Semakin memanasnya hubungan AS-China akan tercermin dari kebijakan Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) dalam menetapkan kurs tengah yuan. Jika PBoC kembali melemahkan yuan hubungan dua raksasa ekonomi dunia ini akan semakin panas, dan yen kembali diuntungkan.

Penasehat perdagangan Presiden Trump, Peter Navaro, pada Jumat (9/8/19) lalu mengatakan AS akan mengambil tindakan keras jika terus mendepresiasi mata uangnya.

"Jelas, mereka (China) memanipulasi mata uangnya dari sudut pandang perdagangan" kata Navaro dalam acara "Closng Bell" CNBC International pada Jumat lalu. "Jika mereka terus melakukannya, kita (AS) akan mengambil tindakan keras pada mereka" tegas Navaro. (pap/hps)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo
 

Jumat, 09 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Ekspor-Impor China Kuat, Indeks Shanghai Kembali Hijau

https://akcdn.detik.net.id/visual/2018/04/03/5c69bd8f-a535-446d-9c06-629e39b9d8f9_169.jpeg?w=715&q=90
Foto : Reuters
PT Rifan Financindo - Bursa saham China dan Hong Kong kembali bergerak di zona hijau pada perdagangan hari Jumat ini (9/8/2019). Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai naik 0,37% ke level 2.804,78, sementara indeks Hang Seng menguat 0,6% ke level 26.277,95.

Rilis data perdagangan internasional China yang menggembirakan masih sukses memantik aksi beli di bursa saham China dan Hong Kong.

Kamis kemarin (8/8/2019), ekspor periode Juli 2019 diumumkan menguat 3,3% secara tahunan, mengalahkan konsensus yang memperkirakan adanya kontraksi sebesar 2%, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor diumumkan turun sebesar 5,6% saja secara tahunan, lebih baik dari konsensus yang memperkirakan kontraksi sebesar 8,3%.

Ekspor-Impor China Kuat, Indeks Shanghai Kembali Hijau
Foto : Reuters
Terlepas dari adanya perang dagang dengan AS, aktivitas perdagangan internasional China masih relatif kuat. Hal ini memberikan optimisme kepada pelaku pasar bahwa perekonomian China tidak akan mengalami hard landing pada tahun ini.

Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham China dan Hong Kong datang dari nilai tukar yuan yang terus saja dilemahkan oleh People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China.

Melansir CNBC International, PBOC menetapkan titik tengah yuan pada hari ini di level 7,0136/dolar AS, lebih lemah dibandingkan titik tengah pada perdagangan kemarin di level 7,0039/dolar AS. PBOC terus saja melemahkan yuan kala Kementerian Keuangan AS sudah melabeli China dengan julukan "manipulator mata uang".

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

Dikhawatirkan, langkah dari bank sentral China ini akan membuat AS semakin panas yang pada akhirnya akan berakibat pada kian sulitnya kedua negara untuk meneken kesepakatan dagang. (ank/tas)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Kamis, 08 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Walau Yuan Kembali Dilemahkan, Bursa Asia Masih Bisa Menguat

Walau Yuan Kembali Dilemahkan, Bursa Asia Masih Bisa Menguat
Rifanfinancindo - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona hijau pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,55%, indeks Shanghai menguat 0,67%, indeks Hang Seng melejit 0,99%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,81%.

Asa damai dagang AS-China yang masih ada sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Dalam wawancara dengan CNBC International, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump masih terbuka untuk menandatangani kesepakatan dagang dengan China.

"Beliau (Presiden Trump) ingin membuat kesepakatan dan melanjutkan negosiasi. Harus ada dua orang untuk menari tango," kata Kudlow, dilansir dari CNBC International.

Bahkan, Kudlow mengungkapkan bahwa AS siap untuk mengkaji ulang kebijakan bea masuk jika dialog dagang dengan China membuahkan hasil yang memuaskan.

"Situasi bisa berubah mengenai kebijakan bea masuk. Bapak Presiden terbuka terhadap perubahan jika pembicaraan dengan China berlangsung positif," paparnya.

Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.

China kemudian mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang. Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.

Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari nilai tukar yuan yang kembali dilemahkan oleh People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China. Melansir CNBC International, PBOC menetapkan titik tengah yuan pada hari ini di level 7,0039/dolar AS, lebih lemah dibandingkan titik tengah pada perdagangan kemarin (7/8/2019) di level 6,9996/dolar AS. PBOC terus saja melemahkan yuan kala Kementerian Keuangan AS sudah melabeli China dengan julukan "manipulator mata uang".

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo