Kamis, 30 Januari 2020

Suku Bunga The Fed Tetap, Namun Waspada Corona

Suku Bunga The Fed Tetap, Namun Waspada Corona
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Rifan Financindo - Bank sentral Amerika Serikat The Fed mempertahankan suku bunga acuannya pada Rabu (29/1/2020) waktu AS. Perekonomian negeri Paman Sam yang diperkirakan masih akan tumbuh meski pelan menjadi dasar acuannya.

Federal Open Market Committe (FOMC) tetap mematok suku bunga di rentang 1,5 hingga 1,75%. Sebelumnya, The Fed sudah menurunkan suku bunga tiga kali di tahun 2019 lalu.

Lembaga moneter AS itu mengatakan suku bunga berada pada level yang "tepat". Meski demikian The Fed menegaskan akan tetap memantau situasi yang berlangsung, baik di dalam maupun luar negeri.


Kekhawatiran akan resesi yang merebak di 2019 lalu sepertinya telah memudar. Kesepakatan perdagangan AS dan China yang bersifat parsial awal Januari ini juga meredakan kecemasan pasar.

Belum lagi, pada September 2019, The Fed telah membeli sejumlah Treasury Bills, yang menurut sebagian orang telah menopang pasar saham. Wall Street, indeks S&P misalnya, bahkan naik 10% sejak The Fed membuat pengumuman akan membeli lebih banyak surat utang jangka pendek negara itu.

"Ekonomi pada tingkat moderat dan pasar kerja tetap kuat," ujar The Fed. Meski demikian pengeluaran rumah tangga kini lebih moderat, dari sebelumnya yang digambarkan The Fed kuat.

Sementara itu, wabah virus corona, yang mirip dengan SARS di China membuat The Fed sedikit khawatir. Bahkan wabah mematikan ini juga menimbulkan pertanyaan, soal prospek ekonomi global ke depan.

"Ketidakpastian tentang prospek tetap ada, termasuk ditimbulkan oleh virus corona baru," kata Ketua The Fed Jerome Powell sebagaimana dikutip dari AFP. (sef/sef)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 29 Januari 2020

The Fed Bikin Rupiah Belum "Pede" Menguat Lagi

Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)
PT RifanNilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (29/1/2020) setelah melemah dua hari beruntun.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah menguat 0,11% ke level Rp 13.615/US$. Sayangmnnya level tersebut menjadi yang terkuat bagi Mata Uang Garuda pada hari ini, setelahnya rupiah sempat melemah 0,04% ke Rp 13.635/US$. Rupiah berhasil kembali menguat ke pada pukul 12:00 WIB.

Penyebaran virus corona masih menjadi perhatian pada hari ini. Mengutip CNBC International, jumlah korban meninggal akibat virus corona hingga pagi ini bertambah menjadi 132 orang, dan telah menjangkiti 5.974 orang. Selain itu sebanyak 103 orang dilaporkan sudah sembuh.

The Fed Bikin Rupiah Belum
Foto: Seorang pekerja medis yang mengenakan alat pelindung berjalan di jalan dekat sebuah stasiun kesehatan masyarakat di Wuhan di Provinsi Hubei, China tengah. (Chinatopix via AP)
Jumlah kasus virus corona di China kini melebihi wabah Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome/SARS) pada 2002-2003 lalu sebanyak 5.327 kasus.

Virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan China, dan kini telah menyebar setidaknya ke 16 negara. Kota Wuhan dengan jumlah penduduk mencapai 11 juta jiwa sudah diisolasi oleh pemerintah China.

Jumlah korban meninggal yang bertambah banyak dalam waktu singkat, serta penyebarannya ke berbagai negara tentunya membuat pelaku pasar dibuat semakin cemas, bahkan dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perekonomian China.

Hasil riset S&P menunjukkan virus corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sebesar 1,2%.

Ketika perekonomian China memburuk, maka kondisi ekonomi global akan turut menurun karena China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS.

Berdasarkan kajian Bank Dunia, setiap perlambatan ekonomi China sebesar 1 poin persentase bakal mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%.

Hal tersebut memberikan dampak negatif bagi rupiah. Tetapi akhir pekan lalu rupiah menunjukkan masih kebal terhadap isu virus corona, dan baru mengalami tekanan sejak awal pekan ini.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis dini hari WIB membuat rupiah belum "pede" untuk menguat lebih lanjut pada hari ini.

Pada akhir tahun lalu, The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini, serta membanjiri likuditas di pasar melalui program repurchase agreement (repo) yang menjadi salah satu alasan rupiah membukukan penguatan delapan pekan beruntun.

Program tersebut diluncurkan setelah pasar uang antar bank (PUAB) di AS sedang mengalami pengetatan, bahkan suku bunga overnight mencapai 10%, sebagaimana dilansir nasdaq.com.

Untuk mencegah gejolak finansial, The Fed melakukan operasi moneter dengan repo. Caranya, mereka membeli surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah AS jangka pendek (Treasury Bill), efek beragun aset (EBA), dan surat berharga lain dari bank konvensional. Selanjutnya, bank konvensional bisa kembali membeli surat berharga itu beberapa hari atau minggu kemudian, dengan bunga lebih rendah.

The Fed dini hari hampir pasti akan mempertahankan suku bunga acuannya, tetapi pelaku pasar akan melihat bagaimana ketua The Fed, Jerome Powell akan menjelaskan program repo tersebut, dan bagaimana kelanjutannya.

Keberlanjutan program tersebut berpeluang membuat rupiah kembali menguat, sementara jika dihentikan, rupiah berisiko tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/tas)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 28 Januari 2020

Korban Virus Corona Capai 100 Jiwa, Bursa Asia 'Kebakaran'

Korban Virus Corona Capai 100 Jiwa, Bursa Asia 'Kebakaran'
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Eugene Hoshiko)
PT Rifan Financindo Berjangka - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (28/1/2020), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei melemah 0,93%, indeks Straits Times anjlok 2,09%, dan indeks Kospi ambruk 2,4%.

Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong masih diliburkan seiring dengan peringatan Tahun Baru China.

Aksi jual menerpa bursa saham Asia seiring dengan meluasnya infeksi virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Kini, sebanyak 11 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi serangan virus Corona di wilayah mereka.

China, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

Hingga kini, setidaknya 100 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona. Padahal hingga kemarin, Senin (27/1/2020), jumlahnya baru sebanyak 80 orang. Hingga hari Minggu (26/1/2020), jumlahnya baru mencapai 56 orang.

Sebagai informasi, pemerintah China sebelumnya telah resmi memperpanjang libur Tahun Baru China guna meminimalisir penyebaran virus Corona.



Korban Virus Corona Capai 100 Jiwa, Bursa Asia 'Kebakaran' 
Foto: Pencegahan Virus Corona Indonesia. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Terdapat kemungkinan bahwa infeksi virus Corona akan mewabah seperti SARS. Jika ini yang terjadi, perekonomian China bisa kian tertekan. Pasalnya, kini masyarakat China akan merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Di China, perdagangan di bursa sahamnya akan diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.

Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.

Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Senin, 27 Januari 2020

Kala Rupiah, Earth's Mightiest Currency, Lemah Gegara Corona

Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Kekhawatiran investor terhadap penyebaran virus Corona yang semakin luas membuat risk appetite menciut.

Pada Senin (27/1/2020), US$ 1 dihargai Rp 13.570 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sepanjang pekan kemarin, rupiah menguat 0,48% di hadapan greenback. Rupiah mampu menguat kala mata uang utama Asia lainnya melemah, seperti yuan China (-1,13%), dolar Hong Kong (-0,06%), won Korea Selatan (-0,75%), dolar Taiwan (-0,31%), rupee India (-0,34%), dolar Singapura (-0,28%), ringgit Malaysia (-0,36%), sampai baht Thailand (-0,56%).

Secara year-to-date, rupiah sudah menguat 2,27% terhadap dolar AS. Ini membuat rupiah tidak cuma mata uang terbaik Asia, tetapi juga terkuat di dunia. Kalau Avengers adalah earth's mightiest heroes, maka rupiah adalah earth's mightiest currency!

 
Refinitiv

Namun gelar tersebut membuat rupiah rentan terserang 'kudeta'. Penguatan rupiah yang begitu tajam membuat investor sudah menangguk untung besar.

Kala situasi sedang tidak pasti, investor yang ingin bermain aman akan memilih untuk mencairkan keuntungan. Rupiah bakal terpapar tekanan jual sehingga nilainya melemah.

Saat ini memang sedang ada momentum yang membuat pasar bermain aman. Ada risiko besar yang sedang menghantui perekonomian dunia. 

Dunia Waspada Corona
Setelah AS-China mencapai damai dagang, AS-Iran sedikit adem, risiko terbaru bagi perekonomian global adalah penyebaran virus Corona. Sejak pekan lalu, pelaku pasar dibuat gusar dengan isu ini.

Penyebaran virus Corona berawal dari kota Wuhan di China. Kini virus tersebut sudah meluas bahkan hingga ke luar negeri.

Per 26 Januari pukul 11:00 GMT, sudah ada 2.051 kasus infeksi virus Corona di Negeri Tirai Bambu dengan korban jiwa mencapai 56 orang. Kondisi darurat ini membuat pemerintah China memperpanjang masa liburan Tahun Baru Imlek yang awalnya berakhir 30 Januari menjadi 2 Februari. Tujuannya adalah untuk mengendalikan penyebaran virus Corona.


Sejatinya libur Imlek membuat penyebaran virus Corona meluas. Sebab saat liburan, aktivitas pergerakan manusia bertambah bahkan sampai ke luar negeri. Ini membuat kasus virus Corona sudah ditemukan di berbagai negara seperti Hong Kong, Thailand, Korea Selatan, Australia, AS, Kanada, sampai Prancis. Semuanya berasal dari turis China asal Wuhan.

Hong Kong sudah mengambil langkah tegas dengan melarang turis dari Provinsi Hubei untuk masuk ke wilayahnya. Wuhan adalah ibu kota provinsi tersebut.

Wajar jika Hong Kong cemas. Pada 2002-2003, saat virus SARS menjadi pandemi global, Hong Kong adalah daerah yang terdampak paling parah.

Ketakutan akibat virus Corona sudah merambah ke pasar keuangan. Jika situasi semakin parah, maka aktivitas ekonomi akan terganggu sehingga prospek pemulihan pasca damai dagang AS-China bakal sulit terwujud.

Akibatnya, pelaku pasar memilih untuk bermain aman. Lebih baik menunggu sampai situasi agak tenang, baru kembali agresif.

Arus modal pun menjauh dari aset-aset berisiko di negara berkembang. Hasilnya jelas, mata uang utama Asia ramai-ramai melemah. Termasuk rupiah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:09 WIB:


TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)
 
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Jumat, 24 Januari 2020

Korban Virus Corona Bertambah, Bikin Bursa Saham Asia Merah

Korban Virus Corona Bertambah, Bikin Bursa Saham Asia Merah
Foto: Ilustrasi Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)
Rifan Financindo - Bursa saham mayoritas terkoreksi pada perdagangan Jumat pagi ini karena jumlah kasus virus corona di China daratan naik menjadi lebih dari 800, dengan jumlah kematian meningkat menjadi 25.

Indeks Hang Seng di Hong Kong turun 0,42% pada awal perdagangan. Demikian pula dengan indeks Nikkei 225 di Jepang jatuh turun 0,12% dan indeks Topix juga turun 0,19%.

Sementara itu, bursa saham di Australia dimana indeks S&P/ ASX 200 naik sekitar 0,3%.

Koreksi di bursa saham terjadi ketika investor terus mengamati situasi seputar virus corona yang menyebar cepat yang pertama kali didiagnosis kurang dari sebulan yang lalu. Jumlah total kasus virus corona di China naik menjadi 830, media pemerintah China melaporkan pada hari Jumat. Setidaknya ada 14 kasus yang diketahui di luar China daratan, di seluruh dunia tercatat sudah 844 terjangkit virus ini.

Pasar utama di seluruh wilayah seperti Cina dan Korea Selatan ditutup pada hari Jumat menjelang Tahun Baru Imlek yang dimulai pada hari Sabtu.

"Ketika orang-orang Cina di seluruh dunia menyambut 'Tahun Tikus', kekhawatiran penularan virus corona telah menyebabkan pasar domestik China dan global secara umum menjadi gelisah," kata Venkateswaran Lavanya, seorang ekonom di Mizuho Bank, dalam catatatnya Jumat (24/1/2020).

"Sejauh ini, 25 nyawa diklaim dan sekitar 830 kasus infeksi adalah sumber kekhawatiran; tetapi kepanikan masih prematur karena dampak evolusi dari virus korona masih harus dilihat."

Dari bursa Wall Street, saham ditutup sedikit berubah karena investor menimbang dampak dari wabah koronavirus yang sedang berlangsung. S&P 500 adalah 0,1% lebih tinggi pada 3.325,54 sementara Nasdaq Composite naik 0,2% ke rekor penutupan tertinggi di 9402,48. Dow Jones Industrial Average, bagaimanapun, turun 26,18 poin menjadi 29.160,09.

Pergerakan di Amerika Serikat terjadi setelah WHO mengatakan "agak terlalu dini untuk menganggap acara ini adalah darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional." (hps/hps)
Sumber : CNBC
Baca Juga :