Rabu, 30 Juni 2021

Apes! Harga Emas Antam Jeblok, Makin Jauh dari Rp 1 Juta/gram

Petugas menunjukkan koin emas Dirham di Gerai Butik Emas Antam, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Bank Indonesia (BI) mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI.    (CNBC Indonesia/ Tri Susislo)
Foto: Koin Emas Dirham (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

 

PT Rifan Financindo Berjangka - Harga emas Antam tidak banyak bergerak dalam sepekan terakhir, kalau pun naik turun tidak lebih dari Rp 2.000/gram. Tetapi pada perdagangan hari ini, Rabu (30/6), penurunan harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. ini cukup signifikan.

Melansir data dari situs resmi milik PT Antam, logammulia.com, emas ukuran/satuan 1 gram hari ini dijual Rp 927.000/batang, turun Rp 5.000/gram atau 0,54% dibandingkan harga kemarin.

PT Antam menjual emas batangan mulai satuan 0,5 gram hingga 1.000 gram, semuanya mengalami penurunan Rp 5.000/gram. Satuan 100 gram yang biasa menjadi acuan dijual Rp 86.912.000/batang atau Rp 869.120/gram.

Emas Batangan Harga per Batang Harga per Gram
0,5 Gram Rp 513.500 Rp 1.027.000
1 Gram Rp 927.000 Rp 927.000
2 Gram Rp 1.794.000 Rp 897.000
3 Gram Rp 2.666.000 Rp 888.667
5 Gram Rp 4.410.000 Rp 882.000
10 Gram Rp 8.765.000 Rp 876.500
25 Gram Rp 21.787.000 Rp 871.480
50 Gram Rp 43.495.000 Rp 869.900
100 Gram Rp 86.912.000 Rp 869.120
250 Gram Rp 217.015.000 Rp 868.060
500 Gram Rp 433.820.000 Rp 867.640
1000 Gram Rp 867.600.000 Rp 867.600

Anjloknya harga emas dunia pada perdagangan Selasa kemarin menjadi pemicu merosotnya harga emas Antam. Emas dunia anjlok nyaris 1% ke US$ 1.761,09/troy ons merespon pernyataan para pejabat bank sentral AS (The Fed).

Salah satu dewan gubernur The Fed, Christopher Waller mengatakan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bisa dilakukan secepatnya di tahun ini, dan suku bunga bisa dinaikkan akhir tahun depan.

Waller menjadi salah satu pejabat The Fed yang sangat optimistis akan pemulihan ekonomi dan sangat hawkish dalam meramu kebijakan moneter.

"Tingkat pengangguran secara substansial harus menurun, atau inflasi akan terus berada di level tinggi sebelum kita menaikkan suku bunga di 2022. Saya tidak mengesampingkan hal tersebut," kata Waller pada Bloomberg TV, Selasa (30/6/2021).

Hal senada juga diungkapkan Presiden The Fed wilayah Richmond Thomas Barkin yang mengindikasikan The Fed sudah membuat "kemajuan substansial" terkait target inflasi untuk bisa memulai tapering.

Pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan pengetatan moneter dalam waktu dekat tersebut menjadi pemicu utama merosotnya harga emas dunia yang turut menyeret emas Antam.

Meski demikian, pelaku pasar juga masih menanti data tenaga kerja AS Jumat nanti. Selain inflasi, data tenaga kerja juga merupakan salah satu acuan The Fed dalam mengetatkan kebijakan moneter.

"Permintaan untuk menaikkan suku bunga akan menjadi lebih kencang dari jika kita melihat data tenaga kerja yang lebih bagus dari perkiraan, dan itu akan menekan emas" kata Bob Harberkorn, ahli strategi pasar di RJP Futures, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (30/5/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 29 Juni 2021

Harga Emas Dunia Masih Anteng, Emas Antam Apa Kabar?

Petugas menunjukkan koin emas Dirham di Gerai Butik Emas Antam, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Bank Indonesia (BI) mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI.    (CNBC Indonesia/ Tri Susislo)
Foto: Koin Emas Dirham (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

 

PT Rifan FinancindoHarga emas dunia masih bergerak di situ-situ saja dalam beberapa hari terakhir, alhasil harga emas Antam juga tidak banyak naik ataupun turun.
Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. hanya turun Rp 1.000/gram pada hari ini.

Melansir data dari logammulia.com, emas batangan ukuran/satuan 1 gram dijual Rp 932.000/batang turun 0,11% dibandingkan harga kemarin. Sejak Selasa (22/6/2021) pekan lalu, harga emas ini hanya bergerak di kisaran Rp 930.000 sampai 934.000/batang.

PT Antam menjual emas batangan mulai satuan 0,5 gram hingga 1.000 gram. Satuan 100 gram yang biasa menjadi acuan hari ini juga turun 0,11% di Rp 87.412.000/batang atau Rp 874.120/gram.

Emas Batangan Harga per Batang Harga per Gram
0,5 Gram Rp 516.000 Rp 1.032.000
1 Gram Rp 932.000 Rp 932.000
2 Gram Rp 1.804.000 Rp 902.000
3 Gram Rp 2.681.000 Rp 893.667
5 Gram Rp 4.435.000 Rp 887.000
10 Gram Rp 8.815.000 Rp 881.500
25 Gram Rp 21.912.000 Rp 876.480
50 Gram Rp 43.745.000 Rp 874.900
100 Gram Rp 87.412.000 Rp 874.120
250 Gram Rp 218.265.000 Rp 873.060
500 Gram Rp 436.320.000 Rp 872.640
1000 Gram Rp 872.600.000 Rp 872.600

Harga emas dunia pada perdagangan Senin kemarin melemah tipis 0,12% ke US$ 1.778,17/troy ons. Tetapi jika melihat sejak Selasa lalu, logam mulia ini hanya naik turun di kisaran US$ 1.770 hingga 1.794/troy ons, atau sekitar US$ 24 saja.

Hal tersebut tentunya berbeda jauh dari pertengahan Juni yang jeblok lebih dari 7% atau US$ 134 hanya dalam tempo 6 hari.

Harga emas dunia yang bergerak di situ-situ saja dalam beberapa hari terakhir menjadi indikasi pelaku pasar sedang menanti petunjuk lebih lanjut mengenai kondisi ekonomi AS. Maklum saja, hal itu terkait dengan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) serta kenaikan suku bunga.

Pada pekan lalu, inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) di AS kembali meroket. Inflasi PCE merupakan salah satu acuan The bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan waktu tapering ataupun suku bunga.

Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (25/6/2021) melaporkan inflasi inti PCE di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

Perekonomian yang mulai membaik, bahkan lebih cepat dari prediksi The Fed, serta low base effect, membuat inflasi meroket. The Fed sendiri sudah merubah proyeksi kenaikan suku bunganya, dari yang sebelum akan menaikkan di 2024, menjadi ke 2023, bahkan tidak menutup kemungkinan di tahun depan.

Sementara untuk tapering masih menjadi tanda tanya kapan akan dilakukan.

Selain data inflasi PCE, data tenaga kerja juga menjadi acuan The Fed. Data tersebut akan dirilis Jumat pekan ini, sehingga wajar emas masih bergerak dalam rentang sempit. Pergerakan besar baru akan terjadi setelah rilis data tenaga kerja Jumat malam, dan akan berdampak pada emas Antam di hari Sabtu.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 25 Juni 2021

Emas Dunia Tak Jelas Mau ke Mana, Harga Emas Antam Mager

Petugas menunjukkan koin emas Dirham di Gerai Butik Emas Antam, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Bank Indonesia (BI) mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI.    (CNBC Indonesia/ Tri Susislo)
Foto: Koin Emas Dirham (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

 

PT RifanHarga emas dunia kembali bergerak liar pada perdagangan Kamis kemarin, naik dan turun cukup tajam dalam waktu singkat. Pergerakan yang sama terjadi sejak Selasa lalu, alhasil harga emas Antam stagnan pada perdagangan Jumat (25/6/2021).

Melansir data dari logammulia.com, emas Antam satuan 1 gram hari ini dibanderol RP 932.000/batang, sama persis dengan harga kemarin. Emas batangan yang dijual PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. ini tersedia mulai satuan 0,5 gram hingga 1.000 gram. Satuan 100 gram yang biasa menjadi acuan dijual Rp 87.412.000/batang atau Rp 874.120/gram.

Naik turun harga emas Antam sangat dipengaruhi pergerakan harga emas dunia. Pada perdagangan Kamis, harga emas dunia melemah 0,2% ke US$ 1.775,18/troy ons, setelah sebelumnya sempat menguat ke US$ 1.787,71/troy ons.


Emas Batangan Harga per Batang Harga per Gram
0,5 Gram Rp 516.000 Rp 1.032.000
1 Gram Rp 932.000 Rp 932.000
2 Gram Rp 1.804.000 Rp 902.000
3 Gram Rp 2.681.000 Rp 893.667
5 Gram Rp 4.435.000 Rp 887.000
10 Gram Rp 8.815.000 Rp 881.500
25 Gram Rp 21.912.000 Rp 876.480
50 Gram Rp 43.745.000 Rp 874.900
100 Gram Rp 87.412.000 Rp 874.120
250 Gram Rp 218.265.000 Rp 873.060
500 Gram Rp 436.320.000 Rp 872.640
1000 Gram Rp 872.600.000 Rp 872.600

Naik turunnya harga emas dunia belakangan ini terjadi akibat kebingungan pasar mengenai kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed). Pada pekan lalu, The Fed memberikan proyeksi suku bunga akan naik dua kali di tahun 2023, bahkan ada kemungkinan naik di tahun 2022.

Tetapi di pekan ini, ketua The Fed Jerome Powell mengatakan tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga hanya karena inflasi yang sedang tinggi saat ini.

"Kami tidak akan menaikkan suku bunga hanya karena kekhawatiran kemungkinan percepatan laju inflasi. Kami akan menunggu lebih banyak bukti mengenai inflasi. Percepatan laju inflasi saat ini belum mencerminkan ekonomi secara keseluruhan, tetapi adalah efek langsung dari reopening," jelas Powell.

Tetapi Rabu lalu, dua pejabat teras bank sentral AS (The Fed), Raphael Bostic (Presiden The Fed Atlanta) dan Michelle Bowman (Anggota Dewan Gubernur The Fed), menyatakan tekanan inflasi boleh saja cuma sementara. Namun dampaknya akan terasa dalam waktu lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

"Berbagai data terbaru membuat saya memajukan proyeksi (perkiraan kenaikan suku bunga acuan). Saya memperkirakan suku bunga sudah perlu naik pada akhir 2022. Meski temporer, tekanan inflasi akan terjadi dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan. Bukan hanya 2-3 bulan tetapi bisa 6-9 bulan," ungkap Bostic, sebagaimana diwartakan Reuters.

"Saya setuju bahwa tekanan inflasi disebabkan oleh keterbatasan pasokan dan peningkatan permintaan akibat pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening). Jika situasi sudah lebih stabil, lebih seimbang, tekanan ini memang akan berkurang. Namun saya sulit memperkirakan kapan itu terjadi, yang jelas akan memakan waktu," tambah Bowman, juga dikutip dari Reuters.

Pernyataan keduanya kembali memunculkan spekulasi The Fed akan melakukan tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) dalam waktu dekat. Selain kenaikan suku bunga, tapering juga merupakan musuh utama emas yang membuat harganya merosot.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 24 Juni 2021

Dibayangi "Setan" Taper Tantrum, Harga Emas Antam Naik Tipis

Petugas menunjukkan koin emas Dirham di Gerai Butik Emas Antam, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Bank Indonesia (BI) mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI.    (CNBC Indonesia/ Tri Susislo)
Foto: Koin Emas Dirham (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

 

PT Rifan Financindo Berjangka - Harga emas Antam mampu naik pada perdagangan Kamis (24/6/2021) di saat harga emas dunia sedang mengalami gejolak. Meski demikian, kenaikan emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. ini cukup tipis, dan terbantu pelemahan nilai tukar rupiah.

Melansir data dari situs resmi PT Antam, logammulia.com, emas ukuran/satuan 1 gram dijual Rp 932.000/batang atau naik 0,22% dibandingkan harga kemarin.

Sementara emas satuan 100 gram yang biasa menjadi acuan naik 0,23% ke Rp 87.412.000/batang atau Rp 874.120/gram.

Selain itu, PT Antam menjual emas batangan mulai satuan 0,5 gram hingga 1.000 gram.

Emas Batangan Harga per Batang Harga per Gram
0,5 Gram Rp 516.000 Rp 1.032.000
1 Gram Rp 932.000 Rp 932.000
2 Gram Rp 1.804.000 Rp 902.000
3 Gram Rp 2.681.000 Rp 893.667
5 Gram Rp 4.435.000 Rp 887.000
10 Gram Rp 8.815.000 Rp 881.500
25 Gram Rp 21.912.000 Rp 876.480
50 Gram Rp 43.745.000 Rp 874.900
100 Gram Rp 87.412.000 Rp 874.120
250 Gram Rp 218.265.000 Rp 873.060
500 Gram Rp 436.320.000 Rp 872.640
1000 Gram Rp 872.600.000 Rp 872.600

Harga emas dunia kemarin berakhir stagnan di US$ 1.778,73/troy ons setelah sempat naik 0,9%. Pergerakannya pun terbilang liar, naik-turun cukup signifikan dalam waktu singkat. "Setan" taper tantrum yang sebelumnya sempat menghilang dari pasar finansial kini kembali muncul, membuat harga emas bergerak liar.


Kemarin, dua pejabat teras bank sentral AS (The Fed), Raphael Bostic (Presiden The Fed Atlanta) dan Michelle Bowman (Anggota Dewan Gubernur The Fed), menyatakan tekanan inflasi boleh saja cuma sementara. Namun dampaknya akan terasa dalam waktu lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

"Berbagai data terbaru membuat saya memajukan proyeksi (perkiraan kenaikan suku bunga acuan). Saya memperkirakan suku bunga sudah perlu naik pada akhir 2022. Meski temporer, tekanan inflasi akan terjadi dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan. Bukan hanya 2-3 bulan tetapi bisa 6-9 bulan," ungkap Bostic, sebagaimana diwartakan Reuters.

"Saya setuju bahwa tekanan inflasi disebabkan oleh keterbatasan pasokan dan peningkatan permintaan akibat pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening). Jika situasi sudah lebih stabil, lebih seimbang, tekanan ini memang akan berkurang. Namun saya sulit memperkirakan kapan itu terjadi, yang jelas akan memakan waktu," tambah Bowman, juga dikutip dari Reuters.

Pernyataan keduanya kembali memunculkan spekulasi The Fed akan melakukan tapering dalam waktu dekat. Tapering tersebut berisiko memicu taper tantrum seperti yang terjadi di tahun 2013.

Di sisi lain, spekulasi tersebut membuat dolar AS berbalik perkasa, rupiah pun kemarin melemah 0,21% ke Rp 14.430/US$, dan sudah mencatat pelemahan dalam 7 dari 8 hari perdagangan terakhir.

Saat nilai tukar rupiah melemah, maka harga emas dunia yang dibanderol dolar AS menjadi lebih mahal ketika dikonversi ke Mata Uang Garuda. Alhasil, meski emas dunia kemarin stagnan, tetapi emas Antam mampu naik tipis.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

 

Rabu, 23 Juni 2021

Market Mulai Waswas, Diam-diam the Fed Sudah Tapering?

Federal Reserve Chairman Jerome Powell testifies during a House Financial Services Committee hearing on
Foto: Jerome Powell (REUTERS/Erin Scott)

 

PT Rifan Financindo - Setelah anjlok sepekan lalu, bursa saham Wall Street Amerika Serikat (AS) kembali bangkit dengan lonjakan mencapai lebih dari 1,5% pada perdagangan Senin (21/6/2021) waktu AS.

Kenaikan indeks-indeks utama di bursa AS ini terjadi kendati ada kekhawatiran bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dapat memperketat kebijakan moneternya lebih cepat dari yang diprediksi sebelumnya alias hawkish.

Setelah terpukul dalam 3 hari terakhir di pekan lalu, tiga indeks bursa acuan di Wall Street kompak ditutup di zona hijau. Indeks Dow Jones melesat 1,76% ke 33.876,969. Kemudian, indeks yang berisikan 500 saham blue chip yakni S&P 500 terkerek 1,40% dan indeks yang sarat akan saham teknologi, Nasdaq, terapresiasi 0,79%.

Melansir CNBC International, Senin (21/6), Kepala Penasihat Ekonomi di Allianz Mohamed El-Erian menjelaskan bahwa pasar kembali ke 'mode nyamannya' saat ini.

"Pertumbuhannya kuat. Mereka [pasar] masih percaya bahwa inflasi bersifat sementara. Mereka percaya The Fed akan relatif lambat dalam mengurangi [pembelian aset bulanan], dan itulah mengapa Anda melihat [pasar saham menguat]," jelas El-Erian dalam acara 'Squawk Box' CNBC International, dikutip Rabu (23/6).

Namun, menurut ahli ahli strategi kredit Bank of America Hans Mikkelsen, keyakinan bahwa the Fed akan relatif lambat mengurangi pembelian aset alias tapering itu keliru. Justru, menurut dia, the Fed akan mempercepat langkahnya dalam tapering.

Dalam Pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC, Federal Open Market Committee) Rabu pekan lalu (16/6), The Fed secara signifikan meningkatkan ekspektasi inflasi tahun 2021. Bahkan The Fed mengajukan kerangka waktu, kapan akan menaikkan suku bunga.

The Fed mengubah sikapnya dengan mempercepat rencana penaikan suku bunga acuan. Setelah sebelumnya menyatakan tidak berencana melakukan itu sebelum 2023 terlewati, kini Jerome Paul mengindikasikan adanya kenaikan di 2023 hingga dua kali.

Hanya saja, menurut Mikkelsen, kebijakan moneter yang lebih ketat mungkin datang lebih cepat.

"[Kami] memprediksi The Fed segera mulai mengurangi pembelian atau tapering [quantitative easing/QE], dan mulai menaikkan suku bunga lebih awal dari yang diharapkan, dan yang paling penting jauh lebih cepat dari saat ini di pasar," katanya dalam sebuah catatan kepada klien.

The Fed memang mengindikasikan suku bunga akan naik pada tahun 2023. Tidak hanya sekali tetapi dua kali kenaikan masing-masing 25 basis poin.

Hal tersebut terlihat dari Fed Dot Plot, di mana 13 dari 18 anggota melihat suku bunga akan dinaikkan pada tahun 2023, 11 di antaranya memproyeksikan dua kali kenaikan.

Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, di mana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.

Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022. Artinya, jika perekonomian AS semakin membaik, ada kemungkinan suku bunga akan naik tahun depan, jauh lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.

Sementara itu kapan tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) masih belum terjawab. Tapering dapat memicu taper tantrum, dan pernah terjadi pada tahun 2013. Saat itu, di Indonesia, kurs rupiah terpukul hebat.

Lebih lanjut Mikkelsen mengatakan, dari perspektif pasar kredit, mengacu data pelacak FedWatch CME, pelaku pasar hanya melihat peluang sebesar 41% bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada Juli 2022.

Mikkelsen menunjukkan bahwa The Fed pada dasarnya telah mulai melakukan tapering dengan melepas portofolio kecil obligasi korporasi yang dibelinya selama pandemi Covid-19.

Menurut dia, langkah The Fed, yang 100% tidak terduga karena The Fed memiliki rekam jejak penjualan aset yang buruk, menjadi sinyal bahwa bank sentral paling powerful ini semakin merasa berani untuk keluar dari sikap kebijakan moneter 'super-mudah' mereka.

Bahkan keberanian melakukan tapering lebih awal itu dilakukan The Fed, yang itu berarti kebijakan yang dipercepat itu belum searah dengan ekspektasi pasar.

Perubahan di Internal The Fed 

Sementara itu, pejabat The Fed mengindikasikan bahwa lanskap memang tengah berubah, sebagaimana tercermin dalam proyeksi dot-plot yang dirilis Rabu pekan lalu.

Presiden The Fed Wilayah New York John Williams, dalam pidatonya pada Senin, mengatakan dia melihat inflasi bersifat sementara (sesuai konsensus pasar) dan kebijakan The Fed sebetulnya sudah sesuai dengan kondisi saat ini.

"Jelas bahwa ekonomi membaik dengan kecepatan tinggi, dan prospek jangka menengah sangat baik. Tetapi data dan kondisi belum cukup memadai bagi FOMC untuk mengubah sikap kebijakan moneternya yang memberi dukungan kuat untuk pemulihan ekonomi," kata Williams dalam sambutannya.

Tetapi di internal The Fed terjadi perbedaan pendapat.

Presiden The Fed wilayah St. Louis James Bullard menyentak pasar pada Jumat lalu ketika dia mengatakan kepada CNBC International bahwa dia adalah salah satu anggota FOMC yang berpikir kenaikan suku bunga pada tahun 2022 bakal menjadi keputusan yang tepat.

Pendapat berbeda diungkapkan Presiden The Fed wilayah Dallas Robert Kaplan pada Senin.

Menurut Kaplan, dia lebih fokus pada pengurangan laju pembelian obligasi alias tapering untuk saat ini, dan berpikir pertanyaan suku bunga sebagai pertanyaan yang harus dijawab di lain hari.

"Saya lebih suka melihat kami bertindak lebih cepat daripada nanti dalam pembelian aset, kemudian kami akan membuat keputusan di tahun 2022 dan seterusnya tentang langkah-langkah tambahan yang diperlukan," kata Kaplan, yang muncul bersama dengan Bullard untuk diskusi yang digelar oleh Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF), lembaga think tank yang fokus pada bank sentral.

"Tapi saya pikir masalah utama hari ini dan dalam waktu dekat adalah soal waktu dan penyesuaian pembelian [aset] ini," imbuhnya.

Kedua pejabat tersebut menilai, dengan adanya kemajuan ekonomi AS, alasan bahwa inflasi yang muncul dalam beberapa bulan terakhir mungkin sedikit lebih sulit dari yang diantisipasi The Fed sebelumnya.

"Ketidakseimbangan penawaran-permintaan, beberapa di antaranya kami pikir akan teratasi sendiri dalam enam hingga 12 bulan ke depan," kata Kaplan.

"Tetapi sekali lagi beberapa dari hal-hal tersebut kami rasa kemungkinan akan lebih persisten, didorong oleh sejumlah perubahan struktural dalam ekonomi," katanya.

"Kita harus siap dengan gagasan bahwa ada risiko kenaikan inflasi," katanya.

"Tentu saja, bukti anekdotal sangat banyak bahwa ini adalah pasar tenaga kerja yang sangat ketat," kata Bullard.

Menurut ekonomi, jika tekanan inflasi 'lebih panas' dari yang diperkirakan pejabat The Fed, hal ini akan memaksa mereka untuk mengetatkan kebijakan lebih cepat dari yang mereka inginkan.

Sejurus dengan itu, hal tersebut bakal memukul pasar saham dan ekonomi secara umum, di mana kedua sektor ini sangat bergantung pada rezim suku bunga rendah.

"Saat ini, inflasi bersifat sementara. Tetapi jika Anda menutupinya dengan stimulus lebih lanjut yang signifikan, maka Anda berisiko membuat sesuatu yang sementara menjadi permanen," kata kepala ekonom Natixis untuk pasar Amerika, Joe LaVorgna.

"Jadi, Anda berada di posisi yang sangat sulit. Saya pikir pendekatan terbaik The Fed adalah dengan berbicara lebih sedikit," pungkas Joe. (tas/tas)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan