Jumat, 14 Desember 2018

Harga Minyak Terdongkrak Penurunan Persediaan di AS | PT Rifan Financindo

Harga Minyak Terdongkrak Penurunan Persediaan di AS
PT Rifan Financindo -- Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan Kamis (13/12), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi setelah rilis data persediaan minyak mentah menunjukkan pasokan komoditas tersebut di AS merosot. Selain itu, penguatan juga terjadi seiring ekspektasi investor terhadap potensi terjadinya defisit yang lebih cepat dari perkiraan di pasar minyak global.

Dilansir dari Reuters, Jumat (14/12), harga minyak mentah berjangka Brent menanjak US$0,57 atau satu persen menjadi US$60,72 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,79 atau 1,5 persen menjadi US$51,94 per barel.

Dalam laporan bulanan Badan Energi Internasional (IEA), kesepakatan pemangkasan produksi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya, termasuk Rusia dan Kanada, dapat menciptakan defisit pasokan di pasar minyak pada kuartal kedua tahun depan. Dengan catatan, para produsen utama minyak konsisten menjalankan kebijakan tersebut.


Di AS, mengutip data Genscape, para trader menyebutkan persedian minyak di hub pengiriman minyak Cushing, Oklahoma, merosot hampir 822 ribu barel pada pekan yang berakhir hingga 11 Desember 2018.

"Selama pekan lalu, pasar telah berusaha untuk stabil dan saya masih berpikir itu yang terjadi hari ini," ujar Manajer Riset Tradition Energy Gene McGillian di Stamford, Connecticut.

Menurut McGillian, pelemahan yang lebih jauh di pasar akan terjadi jika muncul sinyal kuat pertumbuhan permintaan akan merosot dan pasokan terus menanjak. Pasokan minyak global telah melampaui permintaan selama enam bulan belakangan.

Kondisi itu membengkakkan persediaan dan mendorong harga minyak mentah November 2018 ke level terendahnya selama lebih dari setahun. Namun, pada pekan lalu, OPEC dan sekutunya sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph). Namun, OPEC menilai permintaan minyak masih melambat.

Pada Rabu lau, OPEC menyatakan permintaan minyak mentah pada 2019 bakal merosot menjadi 31,44 juta barel per hari (bph). Proyeksi itu merosot 100 ribu bph dibandingkan proyeksi bulan lalu dan 1,53 juta bph di bawah level produksi saat ini.

Kantor Berita Iran IRNA melaporkan Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh menyatakan negaranya tidak memiliki rencana untuk mengurangi produksi minyak meski akan tetap menjadi anggota OPEC.

Analis Jefferies Jason Gammel menilai faktor seperti pemangkasan produksi dan berkurangya produksi di sejumlah negara seharusnya menjaga pasar tetap ketat pada paruh pertama tahun depan. Namun, ia menambahkan produksi minyak AS bakal mengalami akselerasi pertumbuhan pada paruh kedua tahun depan. Hal itu terjadi seiring meningkatkan kapasitas jaringan pipa yang terpasang di Cekungan Permian.

"Artinya, pada awal 2020, pasar dapat kembali ke kondisi kelebihan pasokan," ujar Gammel.

Mengakhiri 2018, AS memang akan mengukuhkan posisinya sebagai produsen minyak terbesar dunia, di atas Rusia dan Arab Saudi. Sejumlah analis dari RBC Capital Market menilai Pasokan dan permintaan global seharusnya mencapai kondisi keseimbangan tahun depan.

Kondisi ini membaik setelah sebelumnya pasar berada di kondisi kelebihan atau kekurangan pasokan yang lama sejak awal dekade terakhir. "Apakah hal itu cukup untuk membuat investor yang gelisah kembali ke pasar tetap menjadi topik hari ini," demikian dikutip Reuters dari catatan RBC Capital Markets.(sfr/agt)

Sumber : CNN Indonesia
PT Rifan Financindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar