Selasa, 11 Desember 2018

Harga Minyak Terjungkal Mengikuti Pelemahan Pasar Modal | PT Rifan Financindo

Harga Minyak Terjungkal Mengikuti Pelemahan Pasar Modal
PT Rifan Financindo -- Harga minyak mentah dunia merosot hampir dua persen pada perdagangan Senin (10/12), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan mengikuti pelemahan pasar modal global akibat kekhawatiran permintaan.

Dilansir dari Reuters, Selasa (11/12), harga minyak mentah berjangka Brent merosot US$0,75 menjadi US$60,96 per barel. Sementara, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun US$0,95 menjadi US$51,66 per barel.

Pelemahan pasar modal global terjadi selama lima hari berturut-turut. Pelemahan pasar modal di Eropa dan Asia meluas hingga ke Wall Street dipicu oleh sinyal sengketa baru antara AS-China yang akan berimbas pada pertumbuhan perekonomian global.


Pasar juga terbebani oleh kebingungan akibat penundaan pemungutan suara terkait kesepakatan Brexit yang dilakukan Perdana Menteri Theresa May. Selain itu, pelemahan juga terjadi akibat merosotnya data perekonomian terbesar dunia termasuk AS, China, Jepang, dan Jerman baru-baru ini.

"Korelasi pasar saham dan pasar minyak kembali pagi ini," ujar Partner Again Capital Management John Kilduff di New York.

Menurut Kilduff kekhawatiran terkait proyeksi perekonomian dan permintaan minyak global sangat berdampak negatif terhadap pasar. Harga minyak ditutup menanjak tiga persen lebih tinggi pada perdagangan Jumat (7/12) saat Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, yang sepakat memangkas produksi minyaknya sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) dari Januari 2019.

Awal pekan ini, Menteri Energi Uni Emirat Arab menyatakan kesepakatan itu akan diteken dalam tiga bulan di Arab Saudi, saat OPEC dan sekutunya akan memutuskan memperpanjang kesepakatan tersebut setelah enam bulan.

"Kesepakatan Jumat lalu sepertinya cukup bagus, atau mungkin kita seharusnya menyebutnya sebagai yang terbaik untuk kondisi saat ini," ujar Ahli Straegi Pasar PVM Oil Associates Tamas Varga.

Namun demikian, menurut Varga, kesepakatan itu tidak akan memberikan dukungan pasar untuk jangka panjang karena itu tidak dapat menguras persediaan minyak global.

Tahun ini, pasar modal global telah merosot hampir delapan persen sejauh ini. Pelemahan tersebut dipicu oleh sentimen terhadap melambatnya pendapatan korporasi dan ancaman meluasnya dampak sengketa dagang antara AS dan China.

Selain itu, terjadi kenaikan tajam laju pertumbuhan pasokan minyak mentah tahun ini di tiga produsen minyak terbesar di dunia Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Rusia. Hal ini membuat para analis tentang prospek permintaan yang tidak dapat menyerap tambahan pasokan minyak tersebut.

"Seperti biasa, harga bukan menjadi target kebijakan OPEC+, namun menurut kami tingkat harga saat ini memenuhi kepentingan dari sebagian besar negara yang berpartisipasi," ujar konsultan JBC Energy.

Analis NBD Edward Bell menilai skala pemangkasan produksi tidak cukup untuk mendorong pasar menjadi defisit.

"Diperkirakan, surplus pasar sekitar 1,2 juta bph akan terjadi pada Kuartal I 2019 dengan level produksi yang baru," ujarnya.

Sebagai informasi, harga minyak telah merosot tajam hampir 30 persen sejak Oktober 2018. Pelemahan tersebut dipicu oleh sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. (sfr/agt)

Sumber : CNN Indonesia
PT Rifan Financindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar