Jumat, 15 Mei 2020

Tak Ada Suku Bunga Negatif di AS, Euro K.O.

Tak Ada Suku Bunga Negatif di AS, Euro K.O.
Foto: Mata Uang Euro. (REUTERS/Lee Jae-Won)
PT Rifan FinancindoNilai tukar euro melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (14/5/2020) setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menegaskan tidak akan menerapkan suku bunga negatif.

Pada pukul 19:20 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,0790, melemah 0,24% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Mata uang 19 negara ini juga melemah 0,31% ke Rp 16.012,36, yang merupakan level terlemah sejak 6 Maret.

Rabu malam (pagi waktu AS) kemarin, ketua The Fed Jerome Powell mengatakan tidak memiliki rencana untuk menerapkan suku bunga negatif, tetapi instrumen lainnya akan dimaksimalkan.

"Kami akan menggunakan instrumen yang kami miliki secara penuh sampai krisis ini terlewati dan pemulihan ekonomi mulai terjadi. Namun suku bunga negatif bukan sesuatu yang kami pertimbangkan," kata Powell dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual.

Dikesampingkannya suku bunga negatif tentunya membuat dolar AS kembali perkasa, dan euro menjadi tertekan. Apalagi, Powell memberikan outlook yang agak suram terkait ekonomi Paman Sam, yang diprediksi membutuhkan waktu lama untuk bangkit. 
"Akan butuh waktu untuk kembali seperti sebelum sekarang. Pemulihan kemungkinan akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell.

Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.

"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.

Pernyataan tersebut membuat risk appetite atau selera mengambil risiko pelaku pasar menurun, sehingga mereka lebih memilih mata uang yang berstatus safe haven seperti dolar AS. Alhasil, euro menjadi semakin tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar