Kamis, 31 Juli 2025

Dolar Australia Menguat Usai Rilis Data Penjualan Ritel dan PMI Tiongkok


Dolar Australia (AUD) berhasil menghentikan tren pelemahannya selama lima hari berturut-turut pada Kamis (31 Juli), seiring penguatan terhadap Dolar AS (USD) pasca dirilisnya sejumlah data ekonomi penting dari Australia dan mitra dagang utamanya, Tiongkok. Pasangan mata uang AUD/USD mempertahankan kestabilannya di tengah kombinasi sentimen domestik positif dan kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok.

Data Penjualan Ritel Australia Dorong Kepercayaan Pasar

Penopang utama penguatan AUD berasal dari data Penjualan Ritel Australia yang menunjukkan pertumbuhan signifikan. Pada Juni, penjualan ritel meningkat sebesar 1,2% secara bulanan (MoM), jauh melampaui perkiraan pasar sebesar 0,4% dan jauh lebih tinggi dari revisi bulan Mei yang naik menjadi 0,5% dari awalnya 0,2%.

Secara triwulanan (QoQ), Penjualan Ritel Australia juga mengalami kenaikan 0,3% pada kuartal kedua 2025, dibandingkan dengan 0,1% pada kuartal sebelumnya. Angka ini menunjukkan konsumsi domestik yang cukup resilient di tengah tekanan global dan ketidakpastian ekonomi.

Kinerja penjualan ritel yang kuat ini memperkuat pandangan bahwa perekonomian Australia masih memiliki daya beli yang stabil, sehingga mengurangi kekhawatiran investor terhadap prospek resesi dalam waktu dekat.

Data PMI Tiongkok Beri Sinyal Pelemahan Ekonomi Regional

Namun di sisi lain, AUD tetap dibayangi oleh data ekonomi dari Tiongkok yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Indeks Manufaktur PMI versi NBS (National Bureau of Statistics) Tiongkok turun menjadi 49,3 pada Juli dari sebelumnya 49,7 di bulan Juni. Angka ini di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan PMI tetap di 49,7.

PMI Non-Manufaktur Tiongkok juga turun menjadi 50,1 dari 50,5 pada bulan sebelumnya, dan gagal memenuhi ekspektasi konsensus sebesar 50,3. Penurunan ini menandakan bahwa sektor jasa dan industri di Tiongkok masih mengalami perlambatan yang cukup signifikan, sehingga memberikan tekanan terhadap negara-negara mitra dagangnya—termasuk Australia—yang sangat bergantung pada ekspor komoditas ke Negeri Tirai Bambu.

AUD Tetap Tangguh di Tengah Ketidakpastian Global

Meski data dari Tiongkok cenderung negatif, AUD tetap menunjukkan ketahanan berkat kekuatan fundamental domestik. Stabilitas AUD/USD mencerminkan sentimen pasar yang seimbang antara optimisme terhadap ekonomi Australia dan kehati-hatian terhadap perkembangan eksternal.

Penguatan Dolar Australia kali ini juga mencerminkan respons pasar terhadap kemungkinan Bank Sentral Australia (RBA) mempertahankan atau bahkan menaikkan suku bunga jika tekanan inflasi dan konsumsi tetap tinggi, berbeda dengan arah kebijakan beberapa bank sentral utama lainnya.

Kesimpulan

Penguatan Dolar Australia hari ini menunjukkan bahwa sentimen pasar masih berpihak pada fundamental domestik yang kuat, khususnya dari sektor konsumsi. Meski ada kekhawatiran dari data ekonomi Tiongkok yang melemah, AUD berhasil mempertahankan momentumnya berkat dukungan data penjualan ritel yang melampaui ekspektasi. Dalam jangka pendek, pergerakan AUD/USD akan terus dipengaruhi oleh dinamika eksternal, terutama kinerja ekonomi Tiongkok dan sikap kebijakan moneter dari RBA.

Sumber : newsmaker.id

Rabu, 23 Juli 2025

Perdana Menteri Jepang Ishiba Bantah Kabar Pengunduran Diri di Tengah Krisis Politik



Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba membantah tegas laporan media yang menyebutkan bahwa dirinya akan segera mengumumkan pengunduran diri, menyusul kekalahan bersejarah dalam pemilihan majelis tinggi pada hari Minggu lalu. Penolakan ini disampaikan setelah serangkaian pertemuan penting dengan para tokoh senior Partai Demokrat Liberal (LDP) di Tokyo.

Dalam konferensi pers yang digelar Rabu sore, Ishiba menegaskan bahwa kabar pengunduran dirinya tidak berdasar. "Tidak ada kebenaran dalam laporan tersebut," ujarnya setelah bertemu dengan tiga mantan pemimpin dan tokoh kunci partai: Yoshihide Suga, Taro Aso, dan Fumio Kishida. Ia juga menyatakan bahwa dalam pertemuan tersebut, mereka tidak membahas soal kelanjutan posisinya sebagai perdana menteri.

Sekretaris Jenderal LDP, Hiroshi Moriyama, yang turut hadir dalam pertemuan itu, menyatakan bahwa mereka sepakat untuk menghadapi kondisi partai saat ini dengan rasa urgensi yang tinggi dan mencegah perpecahan internal. Menurutnya, solidaritas partai menjadi prioritas utama di tengah menurunnya dukungan publik.

Sebelum Ishiba memberikan klarifikasi, surat kabar Yomiuri melaporkan bahwa ia telah menyampaikan niatnya untuk mundur kepada orang-orang terdekatnya, bahkan menyebutkan pengumuman resmi bisa dilakukan pada bulan ini. Media lokal lainnya menyebut bulan Agustus sebagai waktu yang lebih mungkin. Laporan tersebut muncul tak lama setelah kesepakatan dagang AS-Jepang diumumkan, yang menurunkan tarif mobil dan bea impor lainnya dari Jepang hingga 15%.

Yomiuri juga menyatakan bahwa Ishiba merasa sudah saatnya bertanggung jawab atas hasil pemilu majelis tinggi, terlebih karena ada kemajuan penting dalam perundingan dagang yang selama ini menjadi perhatian utama pemerintahannya.

Pasar merespons laporan pengunduran diri Ishiba dengan cepat. Yen Jepang melemah hingga menyentuh level 147,20 terhadap dolar AS, sebelum kembali menguat sebagian setelah Ishiba memberikan bantahan resmi.

Surat kabar Sankei melaporkan bahwa keputusan final mengenai masa depan Ishiba kemungkinan akan diambil pada akhir Agustus, mengingat jadwal padatnya di awal bulan. Jika Ishiba benar-benar mengundurkan diri, maka pemilihan pemimpin baru LDP dijadwalkan akan berlangsung sekitar bulan September.

Untuk menggantikan posisi Ishiba sebagai perdana menteri, kandidat baru dari LDP harus mendapatkan dukungan dari parlemen. Ini berarti koalisi yang berkuasa perlu menjalin kerja sama tertentu dengan partai oposisi — sebuah skenario yang belum pernah terjadi sejak LDP didirikan pada tahun 1955.

“Ini menandai dimulainya periode spekulasi mengenai siapa yang akan menjadi pemimpin berikutnya,” kata William Chou, Wakil Direktur Japan Chair di Hudson Institute. “Saat ini, situasinya penuh ketidakpastian dan spekulasi.”

Kekalahan LDP dalam pemilu majelis tinggi membuat partai tersebut kehilangan mayoritas di kedua kamar parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarahnya. Ishiba sebelumnya menyatakan bahwa proses perundingan dagang dengan AS menjadi alasan penting baginya untuk tetap menjabat. Namun, kesepakatan dagang yang telah tercapai justru dianggap oleh sebagian pihak sebagai alasan yang sah untuk dirinya mundur.

Dukungan publik terhadap pemerintahan Ishiba kini berada pada titik kritis. Survei besar terbaru menunjukkan tingkat persetujuan terhadapnya hanya sedikit di atas 20%, level yang secara historis dianggap sangat rendah dan tidak stabil bagi kelangsungan sebuah pemerintahan di Jepang.

Dengan tekanan politik yang semakin kuat, masa depan Ishiba sebagai pemimpin negara kian dipertanyakan. Meski ia masih bertahan, posisinya tampak rapuh di tengah dorongan internal partai dan gejolak publik yang menginginkan perubahan kepemimpinan.

Senin, 21 Juli 2025

Harga Minyak Stabil karena Dampak Sanksi terhadap Rusia Dinilai Minim

 


Harga minyak dunia cenderung stabil pada awal pekan ini, seiring ekspektasi bahwa sanksi terbaru dari Uni Eropa terhadap Rusia tidak akan berdampak signifikan pada pasokan minyak global. Pasar energi tampaknya telah mengantisipasi bahwa aliran minyak mentah Rusia akan tetap relatif tidak terganggu, meskipun ketegangan geopolitik terus berlangsung.

Harga kontrak berjangka Brent turun tipis sebesar 12 sen atau 0,2% menjadi $69,16 per barel pada pukul 08.00 GMT, setelah ditutup melemah 0,35% pada sesi sebelumnya. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS tercatat stagnan di level $67,34 per barel, setelah mencatat penurunan 0,3% di hari Jumat.

Sanksi Eropa Dinilai Tidak Signifikan terhadap Pasokan Rusia

Paket sanksi ke-18 Uni Eropa terhadap Rusia yang disahkan pada hari Jumat mencakup langkah-langkah terhadap Nayara Energy—perusahaan India yang dikenal sebagai pengimpor dan eksportir produk hasil penyulingan minyak mentah Rusia. Namun, pasar menilai bahwa langkah ini tidak cukup kuat untuk mengganggu arus ekspor energi Rusia secara besar-besaran.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa Rusia telah mengembangkan “kekebalan” terhadap sanksi-sanksi dari Barat. Ini mengindikasikan bahwa dampak praktis dari sanksi tersebut terhadap pasokan minyak dan kestabilan pasar global mungkin akan terbatas, setidaknya dalam jangka pendek.

Faktor Geopolitik Lain: Iran dan Potensi Kembali ke Meja Perundingan

Selain Rusia, pasar juga menyoroti perkembangan terkait Iran. Pemerintah Iran dijadwalkan akan menggelar pembicaraan nuklir dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada hari Jumat. Langkah ini merupakan tanggapan atas ultimatum dari ketiga negara Eropa tersebut, yang memperingatkan akan memberlakukan kembali sanksi internasional jika pembicaraan tidak segera dilanjutkan.

Sebagai salah satu produsen minyak utama yang terkena sanksi, setiap langkah diplomatik terkait Iran dapat berdampak langsung pada ekspektasi pasokan global. Jika pembicaraan menghasilkan kemajuan, pasar bisa merespon dengan menyesuaikan harga berdasarkan potensi kembalinya minyak Iran ke pasar.

Tekanan Internal AS: Penurunan Jumlah Rig dan Ketegangan Perdagangan

Dari dalam negeri AS, data dari Baker Hughes menunjukkan bahwa jumlah rig minyak aktif turun dua menjadi 422 rig, jumlah terendah sejak September 2021. Penurunan ini menjadi sinyal potensi perlambatan produksi, yang bisa berdampak pada pasokan dalam negeri dan memberikan sedikit dukungan pada harga.

Sementara itu, AS juga menghadapi ketegangan perdagangan dengan Uni Eropa. Tarif impor dari Eropa ke AS dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus. Namun, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick optimis bahwa kesepakatan perdagangan masih bisa dicapai sebelum tenggat tersebut.

Harga Minyak Bertahan karena Faktor Fundamental Lebih Dominan

Meski dinamika geopolitik terus memanas, pasar minyak global tampaknya mengambil sikap hati-hati dan rasional. Ekspektasi bahwa sanksi terbaru terhadap Rusia tidak akan mengganggu pasokan secara signifikan, serta ketidakpastian seputar negosiasi Iran dan isu perdagangan AS–Uni Eropa, membuat harga minyak cenderung bertahan di kisaran stabil.

Dengan tidak adanya kejutan besar dari sisi pasokan dan permintaan, harga minyak saat ini merefleksikan keseimbangan antara risiko geopolitik dan fundamental pasar. Namun, volatilitas tetap mungkin terjadi jika terjadi eskalasi mendadak dalam konflik atau kebijakan dagang yang lebih agresif dari negara-negara besar.

Kamis, 17 Juli 2025

EUR/USD Melemah Menuju 1.1600, Pasar Fokus pada Data Inflasi HICP Zona Euro

 Pasangan mata uang EUR/USD mengalami penurunan pada sesi perdagangan Asia hari Kamis, diperdagangkan di kisaran 1.1620 setelah menghapus sebagian penguatan yang tercatat pada sesi sebelumnya. Perhatian para pelaku pasar kini tertuju pada rilis data Harmonized Index of Consumer Prices (HICP) Zona Euro yang dijadwalkan pada hari ini. Angka inflasi ini berpotensi menjadi pemicu volatilitas signifikan terhadap nilai tukar euro, terutama jika hasilnya jauh dari ekspektasi pasar.

Di sisi lain, fokus pasar juga mulai beralih ke data Penjualan Ritel Amerika Serikat (US Retail Sales) untuk bulan Juni yang akan dirilis pada sesi perdagangan Amerika Utara. Data ini akan menjadi indikator penting bagi arah konsumsi domestik AS dan dapat memberikan gambaran lebih lanjut mengenai kekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut, sekaligus memberikan petunjuk tambahan terhadap arah kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed).

Nilai tukar dolar AS menunjukkan potensi penguatan lebih lanjut, terutama karena meningkatnya ekspektasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 4,25%–4,50% pada pertemuan kebijakan bulan Juli mendatang. Ketidakpastian tarif yang dipicu oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump menjadi salah satu alasan utama mengapa The Fed kemungkinan besar akan bersikap hati-hati dalam menentukan langkah selanjutnya.

Trump mengumumkan pada hari Rabu bahwa ia berencana mengirimkan satu surat kepada lebih dari 150 negara, memberitahu mereka bahwa tarif sebesar 10% akan diberlakukan. Ia menegaskan bahwa negara-negara tersebut bukanlah mitra dagang besar seperti Tiongkok atau Jepang, dan menyebut tarif tersebut bisa meningkat menjadi 15–20%, meskipun tidak memberikan rincian pasti. Pernyataan ini menambah tekanan terhadap ketidakpastian perdagangan global dan berdampak pada pergerakan nilai tukar mata uang utama dunia, termasuk euro.

Lebih lanjut, Trump juga menyatakan bahwa ia ingin Jerome Powell mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua The Fed, namun menambahkan bahwa pemecatan paksa dapat mengganggu stabilitas pasar. Ini kembali memunculkan kekhawatiran investor terhadap potensi intervensi politik terhadap independensi bank sentral AS.

Dari sisi inflasi, data harga konsumen AS untuk bulan Juni yang lebih tinggi dari perkiraan telah memicu kekhawatiran bahwa suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama. Presiden The Fed Dallas, Lorie Logan, menekankan bahwa The Fed mungkin perlu mempertahankan tingkat suku bunga saat ini lebih lama demi memastikan inflasi tetap terkendali, terutama dengan adanya tekanan tambahan dari kebijakan tarif pemerintahan Trump.

Sementara itu, Presiden The Fed New York, John Williams, menyatakan bahwa posisi kebijakan moneter saat ini sudah tepat, memberikan ruang bagi The Fed untuk memantau perkembangan ekonomi sebelum mengambil keputusan selanjutnya. Pernyataan ini menandakan bahwa bank sentral AS masih bersikap wait-and-see, yang semakin memperkuat posisi dolar sebagai aset aman di tengah ketidakpastian global.

Dengan banyaknya data penting dan dinamika geopolitik yang sedang berlangsung, EUR/USD berpotensi melanjutkan tren pelemahannya jika inflasi Zona Euro meleset dari ekspektasi atau jika sentimen terhadap dolar AS tetap solid. Para trader dan analis kini menantikan konfirmasi dari kedua rilis data hari ini untuk mengukur arah tren jangka pendek selanjutnya bagi pasangan mata uang utama ini.

Sumber : newsmaker.id

Selasa, 15 Juli 2025

Saham Jepang Menguat Menjelang Pembicaraan Perdagangan Tokyo-AS

 


Pasar saham Jepang ditutup menguat pada Selasa, seiring meningkatnya optimisme investor menjelang pertemuan penting antara Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang dijadwalkan berlangsung di Tokyo pada Jumat mendatang. Pertemuan ini menjadi krusial karena dilakukan menjelang tenggat waktu kesepakatan dagang antara kedua negara pada 1 Agustus.

Indeks Nikkei 225 naik 0,55%, atau 218,4 poin, dan berakhir di level 39.678,02, menandakan sentimen pasar yang positif terhadap kemungkinan kemajuan diplomatik antara Jepang dan Amerika Serikat.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, akan mengunjungi Jepang dalam rangka menghadiri Hari Nasional Amerika di World Expo, Osaka, pada 19 Juli. Ia memilih untuk melewatkan pertemuan G20 sektor keuangan di Afrika Selatan demi fokus pada hubungan bilateral dengan Jepang. Delegasi AS kali ini akan diperkuat oleh Menteri Ketenagakerjaan Lori Chavez-DeRemer dan Wakil Menteri Luar Negeri Christopher Landau, mencerminkan pentingnya agenda dagang ini bagi Washington.

Negosiator utama Jepang, Ryosei Akazawa, juga dijadwalkan bertemu Bessent. Meskipun Akazawa telah melakukan tujuh kunjungan ke AS sejak April, kesepakatan perdagangan yang dinanti-nanti belum juga tercapai. Hal ini meningkatkan tekanan politik dan ekonomi menjelang tenggat waktu yang kian dekat.

Dari sisi ekonomi domestik, survei kuartalan Bank of Japan menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi rumah tangga tetap tinggi pada kuartal kedua. Sekitar 85,1% responden memperkirakan harga akan naik dalam 12 bulan ke depan, hanya sedikit turun dari 86,7% pada Maret. Dari angka tersebut, 33,4% memperkirakan kenaikan signifikan, sementara 51,7% memperkirakan kenaikan moderat.

Untuk jangka waktu lima tahun, 83,1% rumah tangga memperkirakan harga akan lebih tinggi, dibandingkan 83,5% sebelumnya. Yang menarik, rumah tangga memperkirakan rata-rata kenaikan harga sebesar 12,8% untuk setahun ke depan, level tertinggi sejak September 2006—menunjukkan kekhawatiran inflasi yang mendalam di kalangan konsumen Jepang.

Di sektor korporasi, StemCell Institute (TYO:7096) mengumumkan kemitraan strategis dengan Big Rainbow Investment, yang terkait dengan Grup Sinar Mas dari Indonesia, untuk mendirikan perusahaan patungan 50:50 dalam memperluas layanan cell banking di Asia Tenggara. Operasi akan dijalankan oleh Stemcell Innovations yang berbasis di Singapura, dengan modal awal sebesar SG\$7 juta, dan ditargetkan mulai beroperasi pada Maret 2026. Proyek ini juga kemungkinan akan merambah penyimpanan oosit dan terapi regeneratif, dua bidang yang tengah naik daun dalam dunia bioteknologi.

Sementara itu, Toyokumo (TYO:4058) melaporkan penjualan bulan Juni sebesar 404 juta yen, tumbuh 57,8% dibandingkan tahun lalu. Penjualan untuk paruh pertama tahun fiskal 2025 juga naik 55,1% menjadi 2,25 miliar yen, mencerminkan pertumbuhan kuat di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Dari sektor farmasi, Towa Pharmaceutical (TYO:4553) mengonfirmasi bahwa kebakaran yang terjadi pada 14 Juli di pabrik Yamagata hanya merusak sebagian ruang mesin dan tidak menimbulkan korban. Bangunan lain di area tersebut tidak terdampak dan tetap beroperasi seperti biasa, menjaga kelangsungan produksi obat generik perusahaan.

Kesimpulan

Kenaikan saham Jepang mencerminkan harapan pasar terhadap tercapainya kemajuan dalam negosiasi perdagangan Jepang-AS yang semakin intensif menjelang tenggat waktu. Ditambah lagi, data ekonomi dan perkembangan korporasi menunjukkan dinamika positif, meskipun ekspektasi inflasi yang tinggi bisa menjadi tantangan jangka panjang. Dengan berbagai faktor global dan domestik yang terus bergulir, investor disarankan untuk mencermati arah kebijakan pemerintah dan pergerakan korporasi utama yang bisa menentukan tren pasar selanjutnya.

Rabu, 09 Juli 2025

Yen Jepang Melemah di Tengah Ketegangan Tarif Dagang dengan AS

 


Nilai tukar yen Jepang kembali merosot dan menembus level 147 per dolar AS pada hari Rabu, menandai penurunan untuk sesi ketiga berturut-turut. Pelemahan ini mencerminkan meningkatnya tekanan pasar terhadap mata uang Jepang, seiring memburuknya hubungan dagang antara Jepang dan Amerika Serikat, khususnya terkait proteksi Jepang atas pasar beras domestiknya yang menjadi titik gesekan utama.

Ketegangan memuncak setelah Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan tarif sebesar 25% atas berbagai produk Jepang, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang. Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif tersebut bersifat final—tanpa ruang untuk revisi atau penundaan—dan berlaku untuk 14 negara sekaligus, menambah tekanan pada mitra dagang utama Washington, termasuk Tokyo.

Pemerintah Jepang merespons dengan nada diplomatis namun tegas. Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyebut kebijakan tersebut sebagai "sangat disesalkan," namun menegaskan bahwa Jepang akan tetap melanjutkan dialog dengan pihak AS untuk mencari solusi yang adil dan saling menguntungkan. Pernyataan ini menunjukkan pendekatan negosiasi terbuka dari Jepang meskipun berada di bawah tekanan ekonomi dan politik yang signifikan.

Dari sisi moneter, Bank of Japan (BoJ) turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak jangka menengah dari kebijakan tarif ini terhadap stabilitas harga domestik. Anggota dewan BoJ, Junko Koeda, menyatakan bahwa bank sentral kini mengamati secara ketat potensi efek lanjutan terhadap inflasi inti, terutama dari kemungkinan lonjakan harga pangan seperti beras, yang merupakan komoditas strategis di pasar domestik Jepang.

Pelemahan yen dalam konteks ini juga memperlihatkan ketidakseimbangan yang dihadapi BoJ: di satu sisi, mata uang yang lebih lemah bisa meningkatkan daya saing ekspor Jepang, namun di sisi lain, dapat memicu tekanan inflasi impor, terutama di sektor pangan dan energi. Ketidakpastian kebijakan perdagangan global yang terus meningkat membuat ruang gerak kebijakan moneter Jepang semakin sempit.

Secara teknikal, jika tekanan terhadap yen terus berlanjut, potensi pelemahan lanjutan dapat membawa nilai tukar ke kisaran 148–149 per dolar dalam waktu dekat, terutama jika negosiasi bilateral tidak menunjukkan kemajuan. Para pelaku pasar kini menantikan rilis data ekonomi Jepang serta perkembangan lebih lanjut dalam perundingan dagang untuk menentukan arah tren nilai tukar berikutnya.

Dengan dinamika geopolitik yang kompleks dan risiko ekonomi yang meningkat, posisi yen akan sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar terhadap stabilitas kawasan serta kemampuan Jepang mempertahankan komitmennya terhadap kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.

Senin, 07 Juli 2025

Pasar Saham Eropa Stabil, Investor Cermati Langkah Perdagangan AS dan Ketegangan BRICS

 


Pasar saham Eropa bergerak stabil pada awal pekan ini, mencerminkan sikap hati-hati investor dalam menghadapi perkembangan terbaru terkait kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Indeks STOXX 50 bertahan di kisaran 5.300, sementara STOXX 600 berada datar di level 541. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh potensi tarif tambahan dari AS dan ketegangan geopolitik global menjadi latar utama pergerakan pasar yang tertahan.

Surat Peringatan Tarif AS Picu Spekulasi Baru

Presiden AS Donald Trump dijadwalkan mengirimkan sekitar selusin surat peringatan tarif secara formal kepada mitra dagang, sebagai bagian dari strategi memperketat posisi perdagangan global. Namun, masih belum jelas apakah negara-negara Uni Eropa akan termasuk dalam daftar tersebut. Trump sebelumnya juga menyampaikan rencana untuk memberlakukan tambahan tarif sebesar 10% kepada negara-negara yang dianggap berpihak pada aliansi BRICS—blok ekonomi yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.

Langkah ini meningkatkan kekhawatiran bahwa kebijakan perdagangan AS akan makin mengarah pada fragmentasi global, dan memicu perhitungan ulang oleh pelaku pasar terhadap risiko perdagangan internasional.

Penundaan Paket Tarif Utama Tahan Sentimen Pasar

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengonfirmasi bahwa penerapan paket tarif yang sebelumnya dijadwalkan berlaku mulai 9 Juli, kini ditunda hingga 1 Agustus. Penundaan ini memberikan waktu lebih bagi pasar untuk menyesuaikan ekspektasi, tetapi juga memperpanjang ketidakpastian yang membayangi keputusan investasi dan strategi lindung nilai perusahaan multinasional.

Di tengah penantian tersebut, minat risiko di pasar Eropa tampak tertahan, seiring investor menunggu arah kebijakan lebih jelas dari Washington.

Sektor Energi Tertekan Setelah Keputusan OPEC+

Saham-saham terkait energi mengalami tekanan setelah OPEC+ mengumumkan peningkatan produksi minyak mentah yang melebihi ekspektasi untuk bulan Agustus. Keputusan ini memicu penurunan harga minyak global, yang secara langsung berdampak pada kinerja perusahaan minyak dan gas di bursa Eropa. Sektor energi menjadi salah satu penyumbang pelemahan indeks regional pada sesi perdagangan kali ini.

Tekanan Tambahan dari Ketegangan Tiongkok-Uni Eropa

Di sisi lain, sektor kesehatan di Jerman mencatat pelemahan signifikan setelah Tiongkok memberlakukan sanksi balasan terhadap perangkat medis asal Uni Eropa. Saham Siemens Healthineers serta sejumlah perusahaan teknologi medis lainnya mengalami koreksi akibat sentimen negatif ini. Merck KGaA juga turut melemah setelah mendapat penurunan peringkat dari broker, menambah tekanan pada sektor kesehatan yang sebelumnya menjadi penopang pertumbuhan saham defensif.

Kesimpulan: Ketidakpastian Global Membentuk Pola Wait and See

Stabilitas indeks STOXX mencerminkan sikap waspada investor terhadap faktor-faktor eksternal yang belum sepenuhnya bisa diprediksi. Penundaan kebijakan tarif, ancaman terhadap mitra dagang AS, serta ketegangan antara Tiongkok dan Uni Eropa menjadi isu utama yang mempengaruhi arah pasar saham Eropa.

Dalam beberapa minggu mendatang, fokus utama investor akan tertuju pada tindak lanjut kebijakan perdagangan AS, respons dari negara-negara BRICS, serta dampak lanjutan dari eskalasi ketegangan ekonomi global. Bagi pelaku pasar, strategi selektif dan pemantauan aktif terhadap pergerakan geopolitik menjadi kunci dalam menyikapi volatilitas yang kemungkinan akan meningkat.

Sumber : newsmaker.id

Kamis, 03 Juli 2025

Indeks Hang Seng Turun 0,6%, Saham Xiaomi Jadi Penekan Terbesar

 


Indeks Hang Seng di Bursa Saham Hong Kong ditutup melemah 0,6% ke level 24.069,94 pada perdagangan Kamis (4/7). Penurunan ini menjadi yang terendah sejak 23 Juni, sekaligus menghapus kenaikan 0,6% yang tercatat pada sesi perdagangan hari sebelumnya. Pelemahan tersebut mencerminkan kembalinya kekhawatiran investor terhadap risiko global dan ketidakpastian regulasi sektor teknologi.

Xiaomi Pimpin Penurunan, Tekanan Terbesar di Sektor Teknologi

Dari sisi kontributor, saham Xiaomi Corp. mencatat penurunan paling signifikan, yaitu sebesar 3,4%. Koreksi tajam ini menjadikannya penyumbang terbesar terhadap pelemahan indeks Hang Seng hari ini. Secara keseluruhan, dari 85 saham yang terdaftar dalam indeks, 31 saham mengalami penurunan, sementara 51 saham mencatatkan kenaikan, dan 3 saham stagnan.

Sektor perdagangan dan industri menjadi sektor paling tertekan, dengan dua dari empat sub-sektor mencatatkan pelemahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kekhawatiran investor tidak hanya terfokus pada satu sektor saja, namun telah meluas ke sektor-sektor siklikal yang sensitif terhadap perkembangan ekonomi global.

Sentimen Global dan Kekhawatiran Regulasi Tekan Pasar

Penurunan indeks Hang Seng kali ini tidak dipicu oleh satu kejadian spesifik, namun lebih karena akumulasi kekhawatiran pasar terhadap prospek ekonomi global yang masih belum pasti. Ketidakpastian seputar arah kebijakan suku bunga global, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dan potensi pengetatan regulasi sektor teknologi menciptakan atmosfer yang membuat pelaku pasar memilih strategi defensif.

Investor juga cenderung berhati-hati menjelang rilis data ekonomi penting dari Amerika Serikat, termasuk laporan Nonfarm Payrolls dan indeks aktivitas sektor jasa. Ketidakpastian terhadap data tersebut mendorong pelaku pasar untuk mengurangi eksposur terhadap aset berisiko, termasuk saham-saham teknologi yang memiliki volatilitas tinggi.

Pasar Masih Fluktuatif, Respons Tinggi Terhadap Sentimen Eksternal

Penurunan hari ini menggarisbawahi fakta bahwa pasar saham Hong Kong masih sangat rentan terhadap perubahan sentimen global. Meskipun secara teknikal belum memasuki fase bearish, namun fluktuasi yang terjadi menunjukkan bahwa investor masih cenderung bereaksi cepat terhadap potensi risiko, terutama yang berasal dari luar negeri.

Di tengah minimnya katalis positif dari dalam negeri, arah pergerakan indeks Hang Seng dalam waktu dekat kemungkinan besar akan tetap dipengaruhi oleh data ekonomi global, kebijakan suku bunga bank sentral, serta dinamika hubungan dagang antarnegara.

Kesimpulan: Hang Seng Butuh Katalis Positif untuk Pulih

Pelemahan indeks Hang Seng pada perdagangan hari ini memperlihatkan sensitivitas tinggi pasar terhadap ketidakpastian makroekonomi dan risiko regulasi. Dengan saham-saham unggulan seperti Xiaomi menjadi target aksi jual, pelaku pasar menunggu kepastian dari rilis data-data global sebelum mengambil posisi lebih agresif. Untuk bisa pulih secara berkelanjutan, pasar memerlukan katalis positif, baik dari kebijakan pemerintah maupun perbaikan data fundamental. Sampai saat itu tiba, volatilitas tinggi kemungkinan besar akan tetap mewarnai perdagangan di Bursa Hong Kong.

Selasa, 01 Juli 2025

Harga Perak Stabil di Tengah Melemahnya Dolar AS

 


Harga perak bertahan stabil di kisaran \$36 per ons pada Selasa, mempertahankan kekuatan setelah mencatatkan performa positif sepanjang bulan Juni. Penguatan ini ditopang oleh melemahnya dolar AS, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang lebih agresif, meningkatnya kekhawatiran fiskal, serta ketidakpastian yang terus berlanjut terkait kebijakan perdagangan global.

Dolar yang lebih lemah biasanya mendorong permintaan terhadap komoditas yang dihargai dalam dolar, seperti perak. Hal ini terjadi karena logam mulia tersebut menjadi lebih murah bagi pembeli dari luar negeri. Kombinasi antara ketegangan fiskal, arah kebijakan moneter AS, dan ketidakjelasan dalam perdagangan internasional menjadikan perak tetap menarik sebagai aset pelindung nilai (safe haven).

Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Dorong Permintaan Safe Haven

Pasar kini semakin yakin bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, kemungkinan besar pada pertemuan bulan Juli. Sentimen ini dipicu oleh data ekonomi AS yang mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan, serta tekanan politik yang terus diarahkan kepada bank sentral untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

Investor tengah menantikan rilis data tenaga kerja AS yang akan dirilis pekan ini. Jika data menunjukkan pelemahan, hal tersebut akan semakin memperkuat spekulasi bahwa The Fed perlu segera melonggarkan kebijakan moneternya. Dalam konteks ini, perak berpotensi mendapat dorongan tambahan sebagai alternatif investasi ketika imbal hasil obligasi menurun dan risiko pasar meningkat.

Rencana Pemangkasan Pajak dan Belanja AS Tingkatkan Kekhawatiran Fiskal

Selain faktor moneter, fokus investor juga tertuju pada upaya Senat AS dalam mengesahkan paket pemangkasan pajak dan belanja besar-besaran yang diajukan oleh Presiden Donald Trump sebelum tenggat 4 Juli. Paket kebijakan ini diperkirakan akan menambah utang nasional hingga \$3,3 triliun, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius terkait ketahanan fiskal jangka panjang Amerika Serikat.

Kondisi fiskal yang memburuk biasanya memperlemah kepercayaan terhadap mata uang negara tersebut, dalam hal ini dolar AS. Akibatnya, investor cenderung mencari aset keras seperti perak dan emas untuk melindungi nilai kekayaannya dari potensi penurunan nilai tukar dan inflasi.

Ketidakpastian Perdagangan Masih Membayangi Sentimen Pasar

Sementara itu, isu perdagangan tetap menjadi perhatian utama. Investor masih menunggu kejelasan apakah AS akan berhasil mencapai kesepakatan dengan mitra dagang utamanya sebelum masa penangguhan tarif selama 90 hari berakhir minggu depan. Jika kesepakatan gagal tercapai, risiko meningkatnya tensi perdagangan bisa kembali memicu volatilitas pasar secara global.

Secara keseluruhan, harga perak kemungkinan akan tetap mendapat dukungan kuat selama tekanan terhadap dolar AS berlanjut dan ketidakpastian makroekonomi tetap tinggi. Dengan berbagai katalis yang sedang berkembang, logam mulia ini terus menjadi pilihan favorit bagi investor yang menghindari risiko.