Rifanfinancindo -- Harga minyak dunia tergelincir pada perdagangan Senin (29/10), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan terjadi setelah Rusia
memberikan
sinyal produksi minyak akan tetap tinggi. Selain itu, permasalahan
perekonomian global juga memicu kekhawatiran terhadap permintaan minyak
mentah hingga membuat harganya tertekan.
Dilansir dari Reuters,
Selasa (30/10), harga minyak mentah berjangka Brent melemah US$0,28
menjadi US$77,34 per barel. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak
mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,55
menjadi US$67,04 per barel.
Melihat realisasi tersebut, harga
Brent diperkirakan bakal merosot sekitar 6,6 persen sepanjang bulan ini.
Sementara, harga WTI akan turun lebih dalam sekitar 8,5 persen.
Penurunan harga bulanan keduanya merupakan yang terdalam sejak Juli
2016.
Harga minyak telah merosot sekitar US$10 per barel
sejak mencapai level tertinggi dalam empat tahun pada awal Oktober lalu.
Penurunan harga terjadi meski ada sentimen pengenaan sanksi AS terhadap
ekspor Iran yang akan berlaku efektif pada 4 November 2018 mendatang.
Pada Sabtu (27/10) lalu, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan
tidak ada alasan bagi Rusia untuk memangkas produksinya dengan
menekankan adanya risiko pasar minyak global dapat mengalami defisit.
Organisasi
Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang dipimpin oleh Arab Saudi dan
anggota non OPEC Rusia telah sepakat untuk mengerek produksi minyak pada
Juni 2018 lalu. Namun, pekan lalu, OPEC memberikan sinyal kemungkinan
harus memangkas produksi minyak lagi seiring kenaikan persediaan minyak
mentah global.
"Saat Rusia mulai membicarakan soal menjaga
tingkat produksi tetap tinggi dan bahkan kemungkinan mereka perlu
mengereknya akibat pasokan yang mungkin ketat, hal itu memberi tekanan
untuk menjual," ujar Direktur Riset Pasar Tradition Energy Gene
McGillian di Stamford, Connecticut.
Harga komoditas industri
seperti minyak mentah dan tembaga juga diguncang oleh kemerosotan tajam
kinerja pasar saham akibat kekhawatiran terhadap pendapatan korporasi,
eskalasi perang dagang yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi, serta
penguatan kurs dolar AS.
Indeks kurs dolar AS terkerek oleh
kuatnya data belanja konsumen AS. Penguatan dolar membuat harga
komoditas yang diperdagangkan dengan dolar AS menjadi relatif semakin
mahal bagi pemegang mata uang lain.
Manajer keuangan telah memangkas taruhan pada posisi harga akan naik (
bullish)
untuk kontrak minyak mentah berjangka dan opsi selama empat pekan
berturut-turut ke level terendah sejak Juli 2017 seiring proyeksi
pertumbuhan permintaan yang makin tidak pasti.
"Manajer keuangan
benar-benar meninggalkan sisi beli pada pasar dan sedikit aksi jual
terjadi karena persepsi perekonomian tengah melambat," ujar Analis Price
Futures Group Phil Flynn.
MenurutFlynn, pelemahan secara psikologis di pasar masih berlanjut.