Selasa, 30 Oktober 2018

Sinyal Rusia Jaga Produksi Tekan Harga Minyak di Awal Pekan | Rifanfinancindo

Sinyal Rusia Jaga Produksi Tekan Harga Minyak di Awal Pekan
Rifanfinancindo -- Harga minyak dunia tergelincir pada perdagangan Senin (29/10), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan terjadi setelah Rusia memberikan sinyal produksi minyak akan tetap tinggi. Selain itu, permasalahan perekonomian global juga memicu kekhawatiran terhadap permintaan minyak mentah hingga membuat harganya tertekan.

Dilansir dari Reuters, Selasa (30/10), harga minyak mentah berjangka Brent melemah US$0,28 menjadi US$77,34 per barel. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,55 menjadi US$67,04 per barel.

Melihat realisasi tersebut, harga Brent diperkirakan bakal merosot sekitar 6,6 persen sepanjang bulan ini. Sementara, harga WTI akan turun lebih dalam sekitar 8,5 persen. Penurunan harga bulanan keduanya merupakan yang terdalam sejak Juli 2016.

Harga minyak telah merosot sekitar US$10 per barel sejak mencapai level tertinggi dalam empat tahun pada awal Oktober lalu. Penurunan harga terjadi meski ada sentimen pengenaan sanksi AS terhadap ekspor Iran yang akan berlaku efektif pada 4 November 2018 mendatang.

Pada Sabtu (27/10) lalu, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan tidak ada alasan bagi Rusia untuk memangkas produksinya dengan menekankan adanya risiko pasar minyak global dapat mengalami defisit.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang dipimpin oleh Arab Saudi dan anggota non OPEC Rusia telah sepakat untuk mengerek produksi minyak pada Juni 2018 lalu. Namun, pekan lalu, OPEC memberikan sinyal kemungkinan harus memangkas produksi minyak lagi seiring kenaikan persediaan minyak mentah global.

"Saat Rusia mulai membicarakan soal menjaga tingkat produksi tetap tinggi dan bahkan kemungkinan mereka perlu mengereknya akibat pasokan yang mungkin ketat, hal itu memberi tekanan untuk menjual," ujar Direktur Riset Pasar Tradition Energy Gene McGillian di Stamford, Connecticut.

Harga komoditas industri seperti minyak mentah dan tembaga juga diguncang oleh kemerosotan tajam kinerja pasar saham akibat kekhawatiran terhadap pendapatan korporasi, eskalasi perang dagang yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi, serta penguatan kurs dolar AS.

Indeks kurs dolar AS terkerek oleh kuatnya data belanja konsumen AS. Penguatan dolar membuat harga komoditas yang diperdagangkan dengan dolar AS menjadi relatif semakin mahal bagi pemegang mata uang lain.
Manajer keuangan telah memangkas taruhan pada posisi harga akan naik (bullish) untuk kontrak minyak mentah berjangka dan opsi selama empat pekan berturut-turut ke level terendah sejak Juli 2017 seiring proyeksi pertumbuhan permintaan yang makin tidak pasti.

"Manajer keuangan benar-benar meninggalkan sisi beli pada pasar dan sedikit aksi jual terjadi karena persepsi perekonomian tengah melambat," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn.

MenurutFlynn, pelemahan secara psikologis di pasar masih berlanjut. 
 
Di sisi pasokan, Iran mulai menjual minyaknya ke perusahaan swasta melalui pertukaran domestik untuk pertama kalinya. Hal itu dilaporkan melalui situs resmi kementerian perminyakan Iran.

Berdasarkan keterangan sumber Reuters, dengan berlakunya sanksi AS yang tinggal dalam hitungan hari, tiga dari lima konsumen utama minyak Iran yaitu India, China dan Turki menahan tekanan AS untuk menghentikan pembelian minyak sepenuhnya dari Iran. Alasannya, pasokan global tidak mencukupi untuk menutupi hilangnya pasokan dari Iran.

Beberapa sumber Reuters menyatakan tekanan tersebut, bersamaan dengan kekhawatiran akan mengganggu tren kenaikan harga minyak, mengerek kemungkinan terjadinya kesepakatan bilateral yang memungkinkan sebagian pembelian minyak dari Iran terus berlanjut.
 
Sumber : CNN Indonesia
Rifanfinancindo
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar