Senin, 22 Oktober 2018

Harga Minyak Pekan Lalu Tertekan Peningkatan Produksi AS | Rifanfinancindo

Harga Minyak Pekan Lalu Tertekan Peningkatan Produksi AS

Rifanfinancindo -- Harga minyak dunia kembali merosot sepanjang pekan lalu. Pelemahan dipicu oleh kenaikan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) dan kekhawatiran terhadap perang dagang yang berpotensi menyeret aktivitas perekonomian.

Dilansir dari Reuters, Senin (22/10), harga minyak mentah berjangka Brent pada Jumat (19/10) merosot sekitar 0,9 persen menjadi US$79,78 per barel secara mingguan.

Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) sebesar 3,1 persen menjadi US$69,12 per barel.

Kedua harga acuan global juga melemah pada pekan sebelumnya. Harga Brent dan WTI telah merosot sekitar US$7 per barel dari level tertinggi dalam empat tahun terakhir yang terjadi pada awal Oktober 2018 lalu.

Selanjutnya, selisih harga antara WTI dan Brent mencapai level terlebar sejak 8 Juni 2018 menjadi US$11 per barel.

Pekan lalu, harga minyak dunia tertekan oleh data kenaikan persediaan minyak mentah AS sebesar 6,5 juta barel pada pekan sebelumnya. Kenaikan tersebut terjadi selama empat pekan berturut-turut dan hampir tiga kali lipat dari perkiraan analis.

Sebenarnya, pada Jumat (19/10) lalu, kedua harga acuan secara harian menguat. Hal itu dipicu oleh muncul sinyal melesatnya permintaan minyak dari China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia.

Secara harian, penguatan pada Brent dan WTI masing-masing sebesar US$0,49 dan US$0,47 per barel.

Berdasarkan data pemerintah China, Aktivitas pengilangan di Negeri Tirai Bambu menanjak pada September lalu menjadi 12,49 juta barel per hari (bph). Hal itu memberikan harapan terhadap meningkatkan permintaan minyak di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga ke level terendah sejal krisis keuangan global.

Sementara itu, sumber Reuters menyatakan pengawas Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan non OPEC mencatat tingkat kepatuhan produsen minyak terhadap kesepakatan pemangkasan pasokan merosot ke 111 persen pada September 2018 lalu dari sebelumnya 129 persen pada Agustus 2018 lalu.

Sebelumnya, OPEC dan sekutunya telah memangkas produksi minyak dari produsen minyak utama dunia sejak 2017 untuk mengerek harga minyak.


"Kenaikan produksi OPEC dan non OPEC belum mampu menyamai berkurangnya pasokan dari Iran, sehingga membuat pasar khawatir apakah mereka (OPEC) mampu atau tidak memenuhi pasokan yang berkurang," tutur Presiden Lippo Oil Associates Andrew Lipow.

Perhatian pasar telah terfokus pada sanksi AS terhadap Iran yang akan berlaku efektif mulai 4 November 2018. Sanksi tersebut bakal memangkas ekspor minyak dari produsen minyak terbesar ketiga OPEC tersebut.

Jumat (19/10) lalu, minyak mentah AS awal bulan diperdagangkan dengan diskon terbesar hingga dua bulan untuk hampir setahun. Para trader mengantisipasi kenaikan persediaan minyak lebih jauh di Cushing seiring beroperasinya jaringan pipa baru.

Kemudian, perusahaan layanan energi Baker Hughes mencatat jumlah rig di AS naik empat menjadi 873 rig pada pekan lalu, tertinggi sejak Maret 2015. Sebagai catatan, jumlah rig bisa menjadi indikasi output produk kilang di masa depan.

Sementara, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) mencatat manajer keuangan telah memangkas posisi beli bersih untuk kontrak berjangka dan opsi minyak mentah AS di New York dan London sebesar 37.080 menjadi 259.375 pada pekan yang berakhir pada 16 Oktober 2018, terendah sejak 19 September 2017. (sfr/bir)

Sumber : CNN Indonesia
Rifanfinancindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar