Jumat, 08 Maret 2019

Kabar Buruk dari Eropa Bikin Bursa Jepang Dibuka Melemah - Rifanfinancindo

Kabar Buruk dari Eropa Bikin Bursa Jepang Dibuka Melemah
Foto: Bursa Tokyo ((AP Photo/Koji Sasahara))
Rifanfinancindo - Bursa saham Tokyo dibuka melemah pada perdagangan Jumat (8/3/2019). Ini setelah investor enggan mengambil risiko selepas sejumlah pengumuman Bank Sentral Eropa (ECB).

Dilansir AFP, Indeks Nikkei anjlok 0,88% atau 188,41 poin ke level 21.267,60. Sedangkan Indeks Topix turun 0,99% atau 15,84 poin menjadi 1.585,82. 

Dalam konferensi pers seusai rapat, Kamis (7/3/2019) waktu setempat, Presiden ECB Mario Draghi memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan ECB.

"Kami juga memperkirakan suku bunga acuan tidak berubah setidaknya sampai akhir 2019 dan bahkan selama yang dibutuhkan untuk memastikan inflasi berada di kisaran 2% dalam jangka menengah," kata Draghi seperti dikutip Reuters. 

ECB pun memangkas pertumbuhan ekonomi Zona Euro 2019 dari 1,7% menjadi 1,1%. ECB juga mengumumkan program stimulus jangka panjang (TLTRO-III) pada September 2019 dan direncanakan tuntas Maret 2021.

TLTRO merupakan pinjaman yang diberikan ECB kepada bank-bank Eropa pada tingkat suku bunga yang rendah. Hal itu diyakini akan memudahkan bank-bank tersebut meminjamkan uang kepada konsumen yang pada muaranya dapat membantu merangsang perekonomian. Ini adalah suntikan stimulus ketiga dari ECB sejak 2014.(miq/miq)


Rabu, 06 Maret 2019

Minyak Libya Berproduksi Penuh, Harga Tertekan | Rifan Financindo

Minyak Libya Berproduksi Penuh, Harga Tertekan
Foto: Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto
Rifan Financindo - Harga minyak mentah pada perdagangan pagi hari ini (6/3/2019) masih berada di zona merah.

Hingga pukul 08:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak Mei melemah 0,77% e posisi US$ 65,35/barel, setelah naik 0,29% kemarin (5/3/2019).

Sedangkan harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak April turun 0,90% ke level US$ 56,05/barel, setelah terkoreksi 0,05% pada perdagangan kemarin.

Selama sepekan, harga minyak terkoreksi sekitar 1,6% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harganya sudah naik sekitar 22%.


Kembali beropreasinya sumur-sumur di ladang minyak Libya, El Sharara membuat kekhawatiran banjir pasokan kembali merasuki pelaku pasar.

Seperti yang telag diketahui, sejak bulan Desember 2018, ladang minyak terbesar di Libya tersebut sempat ditutup akibat adanya sekelompok pemberontak bersenjata yang melakukan penguasaan.

Namun tiga minggu lalu, Tentara Nasional Libya dibawah komando Khalifa Haftar berhasil merebut wilayah tersebut dan membuat keadaan kembali kondusif untuk aktifitas eksploitasi.

Dengan begini, OPEC akan kembali menerima pasokan minyak Libya, yang biasanya menyumbang sebesar 315.000 barel/hari.

"ini akan meningkatkan produksi minyak Libya, dan juga OPEC, sebesar lebih dari 300.000 barel/hari," kata Commerzbank dalam sebuah laporan, mengutip Reuters.

Selain itu, enam analis yang dihimpun Reuters memperkirakan stok minyak mentah AS akan bertambah sebanyak 400.000 barel di minggu yang berakhir pada 1 Maret.

Akan tetapi, aksi OPEC bersama Rusia dan sekutunya untuk mengurangi pasokan miyak mentah masih terus memberi energi positif pada pergerakan harga.

Menteri Energi Rusia, Alexander Novak pada hari Senin (4/3/2019) mengatakan bahwa pemotongan pasokan minyak dari Negeri Beruang Merah akan mencapai 228.000 barel/hari, yang mana sesuai dengan kuota kesepakatan pada akhir bulan Maret, mengutip Reuters.

Seperti yang diketahui, pada awal Desember 2018 silam, OPEC bersama Rusia telah bersepakat untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel/hari. Arab Saudi kebagian jatah terbesar, yaitu 322.000 barel/hari.

Sejauh ini, OPEC telah beritikad baik yang ditunjukkan dengan telah memangkas produksi hingga 797.000 barel/hari pada bulan Januari, yang mana sudah hampir memenuhi kuota. Meskipun dengan bantuan sanksi AS atas Iran dan insiden ladang minyak Libya.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)



Selasa, 05 Maret 2019

Tertular Wall Street, Bursa Jepang Ikut Lesu - PT Rifan Financindo

Tertular Wall Street, Bursa Jepang Ikut Lesu
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
PT Rifan Financindo - Bursa Jepang dibuka melemah, Selasa (5/3/2019), saat sentimen pasar terpuruk akibat pelemahan yang dicatatkan Wall Street dini hari tadi.

Indeks acuan Nikkei 225 kehilangan 0,58% dan indeks Topix turun 0,63% di awal perdagangan, AFP melaporkan.

Indeks-indeks utama Wall Street terpuruk di zona negatif dini hari tadi menyusul data konstruksi Amerika Serikat (AS) yang mengecewakan. Selain itu, sentimen damai dagang AS-China tampaknya sudah kehilangan pesonanya di hadapan para investor AS.

Dow Jones Industrial Average rontok 0,79%, S&P 500 kehilangan 0,39%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,23%.

Departemen Perdagangan AS merilis angka belanja konstruksi yang turun 0,6% di Desember. Para ekonom yang disurvei Refinitiv memperkirakan adanya kenaikan 0,2%. (prm)



 

Senin, 04 Maret 2019

Harapan Menjauh, Rupiah Kini Terlemah di Asia - Rifanfinancindo

Harapan Menjauh, Rupiah Kini Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rifanfinancindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Laju dolar AS semakin mulus karena perbedaan kebijakan moneter bank sentral sejumlah negara. 

Pada Senin (4/3/2019) pukul 08:37 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.145. Rupiah melemah 0,25% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Padahal kala pembukaan pasar, rupiah hanya melemah 0,04%. Pelemahan yang sangat tipis ini memunculkan harapan bahwa rupiah bisa menyeberang ke zona hijau.

Namun yang ada sekarang malah depresiasi rupiah semakin dalam. Kini rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. Malang betul nasib rupiah.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:37 WIB:



Dolar AS mendapat suntikan tenaga setelah muncul pernyataan dari Haruhiko Kuroda, Gubernur Bank Sentral Jepang (BoJ). Dalam paparan di parlemen, Kuroda menyatakan BoJ akan bersabar dalam menerapkan kebijakan moneter longgar sampai perekonomian Negeri Matahari Terbit benar-benar stabil.

"BoJ akan tertap bersabar mempertahankan stimulus moneter untuk mencapai target inflasi. Saat ini, perekonomian berjalan di jalur yang benar untuk mencapai target tersebut. Namun sampai tahun fiskal 2020, sepertinya masih sulit mencapai inflasi yang telah ditargetkan," jelas Kuroda, mengutip Reuters.

BoJ sampai saat ini masih mempertahankan target inflasi 2%. Pada Januari, inflasi masih adem-ayem di 0,2% year-on-year (YoY). Jauh dari target 2%.



Dengan begitu, semakin jelas bahwa The Federal Reserve/The Fed (Bank Sentral AS) tidak akan punya lawan sepadan. Jepang (dan Uni Eropa) kemungkinan masih akan menerapkan kebijakan moneter longgar, dengan kenaikan suku bunga acuan yang masih jauh dari horizon.

Begitu pula dengan di Indonesia. Perry Warijyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), mengisyaratkan membuka peluang untuk menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate jika situasi memungkinkan.

"Ke depan arah suku bunga akan lebih turun, kalau stabilitas ini kita jaga. Suku bunga sudah hampir mencapai puncaknya," kata Perry dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019, pekan lalu.

Sementara The Fed, walau tidak seagresif tahun lalu, masih dalam jalur menaikkan suku bunga acuan. Tahun ini, kemungkinan masih ada dua kali lagi kenaikan karena target median Federal Funds Rate pada akhir 2019 adalah 2,8% sementara sekarang di 2,375%.

Oleh karena itu, dolar AS sepertinya memang masih sulit ditandingi. Berbekal potensi kenaikan Federal Funds Rate (meski tidak dalam waktu dekat), berinvestasi di dolar AS lebih menjanjikan cuan.

Akibatnya, preferensi investor masih ke arah mata uang Negeri Paman Sam. Ruang penguatan rupiah menjadi semakin terbatas.


TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)

Kamis, 28 Februari 2019

Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau | PT Rifan Financindo

Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau
PT Rifan Financindo - Pergerakan harga minyak mentah dunia pada perdagangan pagi ni, Kamis (28/2/2019) masih bervariasi dan cenderung terbatas.

Hingga pukul 09:15 WIB, harga minyak jenis Brent untuk patokan pasar Eropa dan Asia turun 0,2% ke posisi US$ 66,26/barel, setelah ditutup menguat 1,81% kemarin (27/2/2019).

Adapun harga minyak jenis lightsweet (WTI) untuk patokan pasar Amerika menguat terbatas sebesar 0,02% ke level US$ 56,95/barel, setelah melesat 2,59% pada penutupan perdagangan kemarin.

Selama sepekan, harga minyak alias emas hitam telah terpangkas 0,6% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun, harga si emas hitam masih tercatat menguat sekitar 24%.

Naiknya harga minyak kemarin dimotori oleh data lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA) yang kembali melaporkan penurunan inventori minyak Negeri Paman Sam untuk minggu yang berakhir pada 22 Februari.

Dalam laporannya, EIA menuliskan bahwa stok minyak mentah pada periode tersebut turun hingga 8,64 juta barel dibanding minggu sebelumnya, yang terjadi seiring dengan penurunan stok bensin sebesar 1,9 juta barel. Padahal konsensus pasar memprediksi stok minyak mentah masih akan naik 2,8 juta barel, dan bensin turun 1,6 juta barel.

Artinya, tingkat konsumsi masyarakat AS masih terbilang cukup baik, bahkan di atas ekspektasi pasar. Kala permintaan tetap tumbuh sehat, keseimbangan fundamental di pasar bisa terjaga. Kekhawatiran banjir pasokan tahun ini bisa dikurangi.


Namun demikian, produksi minyak mentah AS yang terus meningkat juga terus memberikan sentimen negatif. Pasalnya sejak awal tahun 2018, jumlahnya telah naik lebih dari 2 juta barel/hari.

Terlebih, Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa (26/2/2019) mengatakan harga minyak sudah terlalu mahal bagi dirinya.

"Harga minyak naik terlalu tinggi. OPEC, mohon rileks dan santai saja. Dunia tidak bisa menanggung kenaikan harga [minyak] - Terlalu riskan!" tulis Trump melalui akun Twitter pribadinya.

Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa AS masih akan terus meningkatkan produksi minyaknya untuk kembali menekan harga.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/tas)