Rabu, 13 November 2019

Duh! Usai Trump Pidato, Kok Ada Ramalan Buruk Soal Emas

Duh! Usai Trump Pidato, Kok Ada Ramalan Buruk Soal Emas
Foto: Emas Batangan ditampilkan di Hatton Garden Metals, London pada 21 July 2015 (REUTERS/Neil Hall/File Photo)
PT Rifan Financindo Berjangka - Harga emas dunia kembali naik tipis setelah sempat diterpa aksi jual pada perdagangan Selasa (12/11/19). Ketidakpasatian atas kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China membuat harga emas nyaris anjlok 4% dalam enam hari perdagangan terakhir, dan berada di level terendah tiga bulan.

Ketidakpasatian hubungan dagang AS-China mendorong emas sebagai instrumen safe-haven naik beberapa tingkat di perdagangan setelah jam kerja.

Emas berjangka untuk pengiriman Desember di New York COMEX naik $ 2,85, atau 0,2%, pada US$ 1.453,70/troy ounce (Oz) setelah Presiden Donald Trump menyampaikan bahwa fase satu yang sangat dinanti-nantikan dari kesepakatan perdagangan AS-Cina akan ditandatangani.

Sebelumnya harga emas untuk kontrak Desember sempat turun $ 3,40, atau 0,2%, pada US$ 1.453,70/Oz setelah ada harapan Trump akan memberikan beberapa kejelasan pada negosiasi perdagangan saat menyampaikan pidato makan siangnya di New York Economic Club. Akhir pekan lalu, Trump mengatakan dia tidak setuju untuk menurunkan tarif seperti yang disarankan oleh Beijing untuk mencapai tahap pertama dari perjanjian mereka.

Sementara harga emas di pasar spot naik US$ 3,53, atau 0,2%, pada US$ 1,459.18/Oz. Sebelumnya harga emas sempat mencapai level terendah tiga bulan di $ 1,445.68.

Emas Desember juga mencapai level terendah tiga bulan sebelumnya pada hari itu, ketika jatuh ke $ 1,446.25.

Saat ini, harga psikologis emas berada pada level US$ 1.500/Oz, lalu jatuh setelah Trump bulan lalu mengatakan bahwa Washington dan Beijing bersiap-siap untuk mengakhiri perang dagang yang sudah berlangsung 16 bulan. Sebelumnya banyak investor memburu emas, selain dolar, sebagai lindung nilai karena dampak perang dagang yang membuat ekonomi dunia jadi suram.

"Saya melihat harga emas masih bearish dalam waktu dekat, tapi saya curiga itu akan membutuhkan lebih banyak komentar atau berita utama dari Presiden (Trump) mengenai tarif dan perdagangan untuk mendorong harga emas menyentuh level resisten di US$ 1.450," kata Eric Scoles, ahli strategi logam mulia di RJO Futures di Chicago.

"Jika emas kontrak Desember ditutup di bawah titik itu, saya harapkan target berikutnya menjadi $ 1.425."

Dalam pidatonya i New York Economic Club Trump mengatakan bahwa kesepakatan perdagangan "akan segera terjadi, tetapi kami hanya akan menerima kesepakatan jika itu baik untuk Amerika Serikat, dan para pekerja kami serta perusahaan besar kami."

Itu adalah kalimat yang sudah di dengar oleh pelaku pasar berulang kali selama putaran perang perdagangan terjadi.

Meskipun demikian, pernyataan Trump tersebut disambut positif oleh bursa saham Wall Street , yang mencapai rekor tertinggi sebelum pidato Trump, mendorong emas ke posisi terendah tiga bulan, meskipun emas harga tetap naik setelah dia menyimpulkan tanpa memberikan petunjuk baru pada China.

Pekan lalu, Trump sempat menyatakan ada pemberitaan yang kurang tepat soal bea masuk. Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa AS-China sepakat untuk menghapus bea masuk yang berlaku selama masa perang dagang lebih dari setahun terakhir, sebagaimana dilansir CNBC International.

AS sudah mengenakan bea masuk terhadap importasi produk China senilai US$ 550 miliar. Sedangkan China membebankan bea masuk kepada impor produk made in the USA senilai US$ 185 miliar.

Seperti diketahui sebelumnya, China pada pekan lalu mengklaim jika sudah mencapai kesepakatan dengan AS untuk membatalkan sebagian bea masuk.

Mengutip CNBC International pada Kamis (7/11/19), Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan baik AS maupun China setuju untuk membatalkan rencana pengenaan berbagai bea masuk. Perundingan yang konstruktif dalam dua pekan terakhir membuat kedua negara sudah dekat dengan kesepakatan damai dagang fase I.

Namun, Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, menegaskan bahwa belum ada kesepakatan soal penghapusan bea masuk. Dia menilai China melakukan klaim sepihak.

"Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pencabutan bea masuk sebagai syarat ditandatanganinya perjanjian damai dagang fase I. Mereka (China) mencoba bernegosiasi di ruang publik," tegas Navarro dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.

Saat pelaku pasar menanti perkembangan AS-China, datang kabar bagus yang membuat sentimen pelaku pasar membaik. Melansir CNBC International, Presiden Trump pekan ini diperkirakan akan mengumumkan penundaan kenaikan bea masuk produk otomotif dari Uni Eropa hingga enam bulan ke depan.

Merespon pemberitaan tersebut, bursa saham Eropa menguat, dan dampaknya harga emas kembali tertekan. (hps/hps)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 12 November 2019

Sudah Minus 0,5% dalam 2 Hari, Saatnya Rupiah Unjuk Gigi

Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah berhasil menguat kala ketidakpastian melanda pasar keuangan dunia, utamanya karena tarik ulur damai dagang AS-China.

Pada Selasa (12/11/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.052 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,34% di hadapan dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam terlanjur nyaman di kisaran Rp 14.000 sehingga pagi ini belum mau lengser dari kisaran tersebut.

Namun perlu dicatat bahwa rupiah sudah melemah selama dua hari perdagangan beruntun. Dalam periode tersebut, depresiasi rupiah tercatat nyaris 0,5%. Oleh karena itu, rupiah menyimpan energi untuk technical rebound.

Tidak hanya rupiah, mata uang utama Asia lainnya juga cenderung menguat terhadap greenback. Sepertinya risk appetite investor sedang agak tinggi sehingga arus modal berkenan masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:08 WIB:


 
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 11 November 2019

Drama Perang Dagang: Klaim China & Bantahan Trump

Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)
Rifan Financindo - Setelah seminggu kemarin pasar diwarnai optimisme akan perang dagang, akhir pekan lalu ketegangan kembali terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China. Hal ini dipicu pernyataan China yang mengatakan AS setuju membatalkan seluruh tarif perang dagang.

Pernyataan itu langsung dibantah Presiden AS Donald Trump akhir pekan lalu. Bahkan ia mengatakan klaim tersebut adalah kemunduran bagi perdamaian perang dagang.

"Mereka [China] ingin mengalami kemunduran [kesepakatan]. Saya belum menyetujui apa pun [soal tarif]," katanya kepada wartawan sebelum meninggalkan Gedung Putih dalam perjalanan ke Georgia.

"[Langkah] China ini sedikit kemunduran, bukan kemunduran total karena mereka tahu saya tidak akan melakukannya [pembatalan tarif]."

Komentar Trump ini sebelumnya juga ditegaskan Penasehat Perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro. Bahkan ia menegaskan ini dalam wawancara dengan Fox Business Network.

"Tidak ada kesepakatan untuk saat ini yang menghapus semua tarif yang diberlakukan, sebagai kondisi untuk kesepakatan fase pertama," katanya sebagaimana dikutip Reuters.

Menurut Navarro, pihak China hanya bernegosiasi di ranah publik, dan mencoba mendorong kesepakatan satu arah. Dia menilai pernyataan dari media China tersebut sebagai upaya propaganda.

Sebelumnya, Pemerintah China dan Pemerintah AS memang tengah membicarakan kesepakatan damai perdagangan. Pembicaraan telah dimulai sejak Oktober lalu.

Dari pertemuan yang langsung dihadiri Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri China itu, keduanya mengaku sepakat pada sejumlah hal. Diantaranya, AS yang bersedia membatalkan salah satu kebijakan tarifnya pada barang China yang berlaku di Oktober.

"Di dua minggu ini, para negosiator telah melakukan pembicaraan serius, diskusi konstruktif dan setuju untuk menghilangkan tarif-tarif tambahan di fase (kesepakatan) sebagai progres dari perjanjian yang tengah berjalan," kata Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng, sebagaimana dikutip Bloomberg.

"Jika China, AS, mencapai kesepakatan dagang fase pertama, kedua negara harus meninjau kembali semua tarif tambahan dengan proporsi yang sama secara keseluruhan berdasarkan isi perjanjian, yang mana menjadi situasi penting untuk tercapainya kesepakatan," katanya lagi.

Sejak 2018
Pemerintah Amerika pertama kali menjatuhkan tarif impor pada barang-barang China pada Januari 2018. Saat itu tarif dikenakan pada solar dan sel surya dan jenis mesin cuci tertentu.

Langkah tersebut langsung dikritik China. Penerapan tarif itu dilakukan setelah sebelumnya kedua negara mengadakan perundingan dagang pertama yang membahas berbagai produk seperti daging dan unggas, hingga baja, aluminium, dan beberapa isu lainnya.

Selang dua bulan setelahnya, yaitu pada 8 Maret 2018, Trump menerapkan tarif impor 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium. Pada awal April, China menerapkan balasan dengan mengenakan tarif impor terhadap barang-barang AS senilai US$3 miliar.

Semenjak itu, tarif dagang terus berlangsung hingga 2019. Pada 10 Mei 2019, AS meningkatkan bea masuk atas impor China senilai US$ 200 miliar.

Pada Agustus, AS kembali menyerang China dengan tarif. Trump mengumumkan akan mengenakan tarif impor baru sebesar 10% untuk barang-barang China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September.

Alasannya adalah karena China mengingkari janji untuk membeli produk pertanian AS dan menghentikan penjualan opioid fentanyl, sejenis obat penenang yang banyak dipakai di AS. Pada saat itu Trump juga telah mengatakan akan mengenakan tarif lainnya pada bulan Desember mendatang.

Pada bulan yang sama, nilai yuan China jatuh di bawah 7 terhadap dolar AS, untuk pertama kalinya dalam 11 tahun. Akibat ini, AS menuduh China memanipulasi mata uangnya demi membantu ekspornya yang merugi akibat perang dagang mereka.

Tuduhan itu dibantah oleh bank sentral China. Namun, AS bersikukuh akan menerapkan tarif baru sebagai hukuman.

Di akhir Agustus, China mengumumkan akan mengenakan tarif baru pada barang-barang AS senilai US$ 75 miliar sebagai pembalasan atas kenaikan tarif yang direncanakan Gedung Putih. Tarif 5-10% itu rencananya mulai diberlakukan pada 1 September hingga 15 Desember, bersamaan dengan tarif AS yang baru.

Namun Trump kembali membalas, mengatakan tarif senilai US$ 300 miliar yang ia rencanakan untuk jatuhkan pada barang-barang China, akan dinaikkan menjadi 15% mulai dari 1 September. Trump juga berencana menaikkan tarif yang ada pada US$ 250 miliar barang China dari 25% menjadi 30% mulai 15 Oktober.

Namun, pada 13 Oktober lalu, AS menangguhkan tarif itu. Alasannya adalah karena kedua negara sudah berhasil mencapai kesepakatan awal 'fase satu'. Tarif Oktober itu bahkan berpotensi dihapuskan oleh AS. (sef/sef)

Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 08 November 2019

Drama Perang Dagang Bakal Tamat, AS-China Setuju Hapus Tarif

Foto : REUTERS / Aly Song
PT Rifan - Perang dagang kini memasuki babak baru. Amerika Serikat (AS) dan China dikabarkan bakal menghapus tarif-tarif yang diberlakukan kedua negara.

"Di dua minggu ini, para negosiator telah melakukan pembicaraan serius, diskusi konstruktif dan setuju untuk menghilangkan tarif-tarif tambahan di tiap fase (kesepakatan) sebagai progres dari perjanjian yang tengah berjalan," kata Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng, sebagaimana ditulis Bloomberg mengutip televisi pemerintah, Kamis (7/11/2019).

"Jika China, AS, mencapai kesepakatan dagang fase pertama, kedua negara harus meninjau kembali semua tarif tambahan dengan proporsi yang sama secara keseluruhan berdasarkan isi perjanjian, yang mana menjadi situasi penting untuk tercapainya kesepakatan," katanya lagi.


Komentar China ini meringankan ketidakpastian yang membebani ekonomi global. Bursa AS Wall Street bahkan mencetak rekor pada penutupan perdagangan kemarin.

Dow Jones mencatat rekor kembali setelah Selasa lalu, dengan kenaikan 180 poin atau 0,7% ke 27.674,80. Sementara S&P 500 naik 0,3% ke 3.085,18 dan Nasdaq naik 0,3% ke 8,434,52.

Sayangnya, belum ada pernyataan resmi dari AS. Namun dalam laporan eksklusif Reuters, kebijakan untuk menghapus semua tarif mendapat perlawanan dari internal Gedung Putih.

Langkah ini dianggap bukan bagian dari pembicaraan perdamaian antara Presiden AS Donald Trump dan Wakil Perdana Menteri China Liu He Oktober lalu. "Ada kesenjangan dalam administrasi mengenai apakah tarif pengembalian akan memberikan pengaruh AS dalam negosiasi," kata sumber media itu.

Pertemuan Terus Tertunda
Pembicaraan kesepakatan perdamaian perang dagang sudah dimulai sejak sebulan lalu. Hasilnya, kesepakatan 'fase pertama' akan dibuat dan ditandatangani kedua pemimpin negara, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.

Awalnya, penandatanganan pertemuan dengan ekonomi terbesar di dunia itu dijadwalkan dilakukan di pertemuan puncak para pemimpin Asia-Pasifik pada pertengahan November di Chile. Namun, pertemuan itu telah dibatalkan.

Banyak spekulasi terkait tempat pertemuan dilakukan. Sejumlah pihak mengatakan pertemuan pengganti akan berlangsung di London, Inggris tetapi ada juga yang mengatakan perjanjian akan diteken di Iowa atau Hawai AS.


Isu mengenai mundurnya kesepakatan hingga Desember cukup menjadi perhatian pasar, lantaran AS menjadwalkan untuk menerapkan tarif baru pada barang-barang China pada 15 Desember nanti.

Apabila kesepakatan fase satu ini saja belum juga ditandatangani hingga hari itu, maka besar kemungkinan kenaikan tarif barang China di Desember tetap akan terjadi.


Sebelumnya, kenaikan tarif Desember ini akan diberlakukan AS pada US$ 156 miliar barang China. Aturan ini akan dikenakan pada barang-barang seperti ponsel, komputer laptop, dan mainan.

Dalam pembicaraan Oktober itu, AS-China hanya setuju menghapus kenaikan tarif yang berlaku Oktober. Dalam setiap wawancara dengan media, China terus menegaskan keinginan agar tarif Desember juga segera dicabut.(sef/sef)

Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 07 November 2019

Kesepakatan Dagang Tak Jelas, Bursa Saham China Melemah

Kesepakatan Dagang Tak Jelas, Bursa Saham China Melemah
Foto: REUTERS/Jason Lee
PT Rifan Financindo Berjangka - Bursa saham China mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (6/11/2019), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai turun tipis 0,01% ke level 2.978,15. Sementara itu, indeks Hang Seng selaku indeks saham acuan di Hong Kong naik tipis 0,01% ke level 27.690,6.

Sentimen negatif bagi bursa saham China datang dari prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu AS-China yang kini menjadi tak jelas. Melansir CNBC International, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan tak akan bertemu hingga bulan Desember guna menandatangani kesepakatan dagang tahap satu.

Menurut seorang sumber dari kalangan pemerintahan AS, kedua pihak masih memerlukan waktu guna mendiskusikan poin-poin yang akan masuk ke dalam kesepakatan dagang tahap satu, beserta dengan lokasi penandatanganannya.
 
Sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross optimistis bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan bisa diteken pada bulan ini juga. Sementara itu, Trump sebelumnya sudah mengungkapkan bahwa jika kedua negara benar berhasil menyepakati kesepakatan dagang tahap satu, penandatanganan akan digelar di AS.

"Pertama-tama, saya ingin meneken kesepakatan dagang," kata Trump di Gedung Putih kala berbicara di hadapan reporter, Minggu (3/11/2019), seperti dilansir dari Bloomberg.

"Lokasi penandatangan kesepakatan dagang, untuk saya, sangatlah mudah (untuk ditentukan)."

Untuk diketahui, pada awalnya AS dan China berencana untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu di Chile, kala Trump bertemu dengan Xi di sela-sela gelaran KTT APEC. Namun, rencana tersebut kemudian dipertanyakan menyusul keputusan Chile untuk membatalkan gelaran tersebut, seiring dengan aksi demonstrasi yang tak kunjung padam di sana.

Kemarin (6/11/2019), Ross sedang berada di Indonesia guna bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ross juga bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka.

Pasca menggelar pertemuan dengan Jokowi, Ross kembali mengungkapkan optimismenya terkait kesepakatan dagang tahap satu dengan China.

"Kami optimistis dapat menyelesaikan kesepakatan dagang tahap satu," tegas Ross.

Kini, pemberitaan bahwa Trump dan Xi kemungkinan tak akan bertemu hingga bulan Desember membuat pelaku pasar pesimistis bahwa AS-China akan bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu di bulan November.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank) 
Sumber : CNBC

Baca Juga :