Kamis, 12 Juni 2025

Ekonomi Inggris Menyusut 0,3% di Bulan April Akibat Dampak Tarif dan Kenaikan Pajak

 


Perekonomian Inggris mencatat kontraksi bulanan terbesar dalam 18 bulan terakhir, menyusul dampak kombinasi kenaikan pajak tajam dan tarif dagang yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Data terbaru ini memberikan tekanan terhadap pemerintahan Partai Buruh pimpinan Perdana Menteri Keir Starmer, yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi untuk membiayai program belanja publiknya yang ambisius.

Produk domestik bruto (PDB) Inggris turun sebesar 0,3% pada bulan April, menurut laporan Kantor Statistik Nasional (ONS) pada Kamis. Angka ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang memprediksi penurunan hanya sebesar 0,1%. Sektor jasa dan manufaktur mengalami penurunan, sementara konstruksi menunjukkan sedikit pertumbuhan.

Kontraksi ini menjadi pukulan keras bagi Starmer, yang sebelumnya mengklaim bahwa Inggris mulai bangkit setelah mencatatkan pertumbuhan solid pada kuartal pertama 2025 dan melampaui kinerja ekonomi negara-negara anggota G7 lainnya. Sayangnya, data terbaru ini menandai potensi melambatnya pertumbuhan pada kuartal kedua, seiring meningkatnya pemutusan hubungan kerja, beban pajak, serta tekanan dari perang dagang global yang dilancarkan oleh Trump.

Dampak Kenaikan Pajak dan Tarif Trump Semakin Terasa

Pada bulan April, ekspor barang Inggris ke AS tercatat mengalami penurunan terbesar sejak pencatatan dimulai pada Januari 1997, akibat gelombang ekspor besar-besaran di kuartal pertama untuk menghindari tarif baru. Dampak ini, ditambah dengan tekanan dari pajak penghasilan dan upah minimum yang dinaikkan oleh Menteri Keuangan Rachel Reeves dalam anggaran pertamanya, menekan konsumsi dan permintaan domestik.

Suren Thiru, Direktur Ekonomi di Institute of Chartered Accountants di Inggris dan Wales, menyebut bahwa lemahnya pertumbuhan menjadi "sakit kepala besar" bagi Menteri Reeves. Menurutnya, melemahnya ekonomi membuat upaya pemerintah untuk menghasilkan pendapatan yang cukup demi mendukung belanja publiknya menjadi lebih sulit, dan membuka kemungkinan kenaikan pajak lanjutan dalam Anggaran Musim Gugur mendatang.

Reeves sendiri menyebut data PDB ini “jelas mengecewakan,” meski dalam wawancara dengan BBC kemudian hari, ia menekankan bahwa angka bulanan cenderung fluktuatif dan menyoroti bahwa kesepakatan dagang Inggris dengan India, AS, dan Uni Eropa akan mendukung pertumbuhan ke depan, terutama setelah reformasi sistem perencanaan kota yang diusung Partai Buruh.

Suku Bunga dan Risiko Fiskal Semakin Mengemuka

Kontraksi ini menjadi yang pertama sejak enam bulan terakhir dan yang terbesar sejak kemenangan telak Partai Buruh pada pemilu musim panas lalu. Para ekonom kini memperkirakan pertumbuhan hanya akan mencapai 0,1% pada kuartal kedua tahun ini. Kondisi ini memicu ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga lanjutan oleh Bank of England, dengan pasar sepenuhnya memperhitungkan dua pemangkasan suku bunga tambahan masing-masing sebesar 0,25 poin persentase.

Pemerintah Starmer berharap momentum dari pertumbuhan kuartal pertama bisa membantu membiayai pemulihan layanan publik, termasuk rencana Reeves untuk meningkatkan investasi di sektor transportasi, pertahanan, energi, dan sistem kesehatan nasional (NHS). Namun, data terbaru ini menunjukkan bahwa euforia pertumbuhan mungkin terlalu prematur.

Reeves sebelumnya membatalkan rencana pemangkasan subsidi musim dingin untuk pensiunan setelah pertumbuhan kuartal pertama terlihat positif. Namun strategi ini bisa berbalik arah, terutama jika ekonomi gagal mempertahankan momentumnya dan target penerimaan negara meleset.

Permintaan Lemah, Pengangguran Naik, dan Daya Beli Terkikis

Ekonomi Inggris juga kehilangan lebih dari seperempat juta lapangan kerja sejak Reeves menaikkan pajak gaji dan upah minimum nasional. Konsumen yang sebelumnya berbelanja besar di kuartal pertama mulai menahan pengeluaran mereka, tercermin dari turunnya penjualan ritel dan output sektor jasa.

ONS melaporkan bahwa output sektor jasa, yang merupakan kontributor terbesar bagi PDB Inggris, turun 0,4%. Aktivitas pengacara dan agen properti menurun tajam, mencerminkan anjloknya transaksi rumah akibat percepatan pembelian sebelum kenaikan pajak properti diberlakukan. Sementara itu, sektor manufaktur mengalami penurunan produksi sebesar 0,9%.

Analisis: Apakah Ini Awal dari Resesi?

Thomas Pugh, Kepala Ekonom di RSM UK, menyatakan bahwa kontraksi bulan April tampaknya lebih mencerminkan "distorsi sementara" akibat penyesuaian dari kebijakan tarif dan pajak yang diberlakukan sebelumnya. Ia menilai bahwa prediksi resesi tampak terlalu pesimistis untuk saat ini.

Meski begitu, proyeksi pertumbuhan kuartalan Inggris hanya berada di kisaran 0,3% hingga akhir 2026. Hal ini menunjukkan tekanan fiskal masih sangat nyata, dan membuka jalan bagi kemungkinan pemerintah menaikkan pajak lagi untuk menjaga defisit anggaran dalam batas yang aman.

Kesimpulan: Ekonomi Inggris Hadapi Kenyataan Baru

Data terbaru ini menjadi peringatan penting bagi pemerintahan Partai Buruh bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah sesuatu yang bisa dianggap pasti. Kombinasi tekanan global seperti perang dagang, penurunan daya beli konsumen, dan kebijakan fiskal domestik yang agresif menciptakan tantangan kompleks bagi kebijakan ekonomi pemerintah.

Pemerintah Inggris perlu lebih cermat menyeimbangkan ambisi belanja publik dengan kondisi ekonomi riil, terutama jika ingin menjaga stabilitas fiskal dan menghindari ketergantungan pada utang atau pajak tambahan dalam jangka menengah.

Selasa, 10 Juni 2025

Indeks Dolar AS Menguat di Tengah Harapan Kesepakatan Dagang AS-Tiongkok

 


Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur nilai Dolar AS (USD) terhadap enam mata uang utama dunia, bangkit kembali ke sekitar 99,25 selama sesi awal Eropa pada Selasa (10/06). Penguatan ini didorong oleh membaiknya sentimen risiko di pasar global, dengan para investor secara cermat memantau hasil perundingan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang dijadwalkan akan dilanjutkan di London pada hari yang sama.

Perundingan dagang yang krusial antara kedua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini telah dimulai di London pada hari Senin dan memasuki hari kedua pada Selasa. Pemerintahan Trump telah mengisyaratkan kesediaannya untuk mencabut beberapa pembatasan ekspor teknologi. Sebagai imbalannya, Amerika Serikat mengharapkan jaminan dari Tiongkok mengenai pelonggaran pembatasan pengiriman rare earth (logam tanah jarang), komoditas yang sangat penting untuk berbagai produk energi, pertahanan, dan teknologi mutakhir. Perkembangan ini merupakan indikasi positif yang dapat membuka jalan bagi resolusi konflik dagang yang telah berlangsung lama.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menggambarkan diskusi pada hari Senin sebagai "pertemuan yang baik," sebuah pernyataan yang menambah optimisme di pasar. Optimisme mengenai meredanya ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok berhasil meredam kekhawatiran akan perlambatan ekonomi di kedua negara adidaya tersebut, yang pada gilirannya memberikan dukungan signifikan bagi greenback (Dolar AS). Fokus pasar selanjutnya akan tertuju pada data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS untuk bulan Mei, yang akan dirilis pada hari Rabu. Laporan ini sangat dinantikan karena dapat memberikan petunjuk penting mengenai dampak tarif yang telah diberlakukan dan prospek suku bunga di masa mendatang. Konsensus pasar memproyeksikan IHK utama diperkirakan akan naik sebesar 2,5% secara tahunan (YoY) pada Mei, sementara IHK inti diperkirakan naik sebesar 2,9% secara tahunan pada periode yang sama. Apabila laporan menunjukkan pembacaan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan, hal tersebut berpotensi menyeret Dolar AS lebih rendah secara keseluruhan, mengingat implikasinya terhadap kebijakan moneter Federal Reserve.

Selasa, 27 Mei 2025

Harga Minyak Melemah karena Ekspektasi Kenaikan Produksi OPEC+ Membebani Sentimen Pasar

 


Harga minyak turun pada hari Selasa karena pasar mulai mengantisipasi kemungkinan keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak mentah pada pertemuan yang dijadwalkan minggu ini. Prospek peningkatan pasokan ini memicu kekhawatiran akan tekanan pada keseimbangan pasar global dan membebani sentimen investor yang sebelumnya terdorong oleh ketatnya pasokan.

Pasar Mengantisipasi Keputusan OPEC+

Kontrak berjangka Brent turun 12 sen atau sekitar 0,19% menjadi \$64,62 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) turun 15 sen atau 0,24% ke posisi \$61,38 per barel. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor bahwa OPEC+ — kelompok yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya — akan menyepakati peningkatan produksi, yang berpotensi menambah pasokan global dan menekan harga lebih lanjut.

Menurut sumber internal OPEC+ yang dikutip oleh Reuters, delapan negara anggota yang sebelumnya sepakat untuk melakukan pemangkasan produksi secara sukarela akan mengadakan pertemuan pada 31 Mei, sehari lebih awal dari jadwal semula. Pertemuan tersebut diperkirakan akan menetapkan level produksi untuk Juli, dengan proyeksi peningkatan sebesar 411.000 barel per hari.

Dampak Kebijakan dan Ketegangan Geopolitik

Meskipun tekanan jual mendominasi pasar, penurunan harga minyak masih terbatas setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan perpanjangan negosiasi dagang dengan Uni Eropa hingga 9 Juli. Langkah ini meredakan kekhawatiran jangka pendek tentang potensi tarif tambahan yang dapat menghambat permintaan bahan bakar, khususnya di sektor transportasi dan industri berat.

Selain itu, pasar juga memantau perkembangan dari Iran. Perusahaan Minyak Nasional Iran (NIOC) menetapkan harga jual resmi minyak ringan untuk pembeli Asia pada bulan Juni sebesar \$1,80 per barel di atas rata-rata harga Oman/Dubai, naik dari premium \$1,65 pada bulan Mei. Strategi harga ini menegaskan tekad Iran untuk mempertahankan pangsa pasar di Asia di tengah ketidakpastian geopolitik yang sedang berlangsung.

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan bahwa negaranya mampu bertahan jika perundingan nuklir dengan AS gagal mencapai kesepakatan. Pernyataan ini menambah kompleksitas dinamika pasar minyak global. Jika negosiasi nuklir menemui jalan buntu, sanksi ekonomi terhadap Iran bisa diperketat, sehingga membatasi ekspor minyak negara tersebut dan berpotensi menopang harga minyak di pasar global.

Harga Minyak Rentan terhadap Tekanan Pasokan dan Sentimen Global

Harga minyak dunia saat ini berada dalam posisi rentan, diapit oleh ekspektasi kenaikan produksi OPEC+ dan ketidakpastian geopolitik yang terus bergulir. Sementara kebijakan dagang AS dan dinamika perundingan nuklir Iran menjadi faktor pendukung harga, tekanan pasokan dari potensi peningkatan produksi tetap menjadi fokus utama pelaku pasar.

Keseimbangan antara faktor fundamental pasokan dan permintaan global akan sangat menentukan arah harga minyak dalam waktu dekat. Jika OPEC+ benar-benar memutuskan untuk meningkatkan produksi tanpa diimbangi oleh kenaikan permintaan global, tekanan pada harga minyak kemungkinan akan terus berlanjut.

Rabu, 21 Mei 2025

Harga Emas Tembus $3.300 Lagi, Didorong Pelemahan Dolar AS dan Permintaan Safe Haven

 


Harga emas (XAU/USD) kembali menembus level psikologis \$3.300 per ons pada Rabu pagi (21 Mei), melanjutkan tren kenaikan mingguan untuk hari ketiga berturut-turut. Kenaikan ini menandai level tertinggi dalam satu setengah minggu terakhir dan memperkuat sentimen bullish terhadap logam mulia. Dorongan utama berasal dari pelemahan berkelanjutan pada Dolar AS, yang dipicu oleh kekhawatiran fiskal di Amerika Serikat dan penurunan peringkat kredit pemerintah AS pada akhir pekan lalu.

Sentimen negatif terhadap dolar terus mendominasi pasar setelah lembaga pemeringkat menurunkan peringkat utang pemerintah AS. Hal ini menimbulkan keresahan baru terhadap prospek fiskal jangka menengah negara tersebut. Akibatnya, investor mulai mengalihkan portofolio mereka ke aset non-yielding seperti emas, yang secara historis dipandang sebagai pelindung nilai dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.

Di sisi lain, sikap kehati-hatian yang ditunjukkan oleh pejabat Federal Reserve mengenai prospek ekonomi Amerika turut memperkuat ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS akan memangkas suku bunga lagi tahun ini. Harapan pelonggaran moneter ini memberikan tekanan tambahan pada dolar AS, yang pada akhirnya menguntungkan harga emas. Dolar kini berada di posisi terlemah dalam hampir dua minggu, memperkuat daya tarik emas di mata investor global.

Selain faktor domestik AS, ketegangan perdagangan yang kembali mencuat antara Amerika Serikat dan China juga ikut mendukung permintaan terhadap aset safe haven. Pasar mulai kembali memperhitungkan risiko potensi hambatan perdagangan global yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, memperkuat alasan untuk berinvestasi pada aset yang lebih aman dan stabil seperti emas.

Dengan kombinasi dari melemahnya dolar AS, potensi pemangkasan suku bunga, dan meningkatnya ketegangan perdagangan global, prospek jangka pendek harga emas terlihat solid. Investor ritel maupun institusi mulai memperbesar eksposur terhadap emas sebagai langkah antisipatif terhadap volatilitas pasar yang tinggi dan ketidakpastian arah kebijakan ekonomi AS.

Seiring pasar yang masih sangat sensitif terhadap perubahan data ekonomi dan pernyataan pejabat bank sentral, pergerakan harga emas ke depan akan sangat bergantung pada sinyal lanjutan dari Federal Reserve serta perkembangan hubungan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia. Namun untuk saat ini, momentum kenaikan emas masih terjaga kuat dan didukung oleh permintaan yang terus meningkat dari investor pencari lindung nilai.

Kamis, 15 Mei 2025

Trump Mengatakan AS dan Iran Semakin Dekat dengan Kesepakatan Nuklir

 


Presiden Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat mungkin semakin dekat dengan kesepakatan untuk membatasi program nuklir Republik Islam Iran. "Saya rasa kita semakin dekat dengan kesepakatan," ujar Trump pada sebuah acara dengan pemimpin bisnis di Qatar pada hari Kamis. "Anda mungkin sudah membaca di berita bahwa Iran telah menyetujui persyaratan."

Pernyataan Trump tampaknya merujuk pada wawancara NBC dengan Ali Shamkhani, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, di mana Shamkhani menegaskan kembali posisi Teheran bahwa mereka bersedia membatasi pengayaan uranium dengan imbalan pencabutan sanksi.

Dampak Terhadap Harga Minyak

Komentar Trump dan Shamkhani menyebabkan harga minyak anjlok. Brent turun 2,8% menjadi $64,22 per barel pada pukul 08:00 waktu London.

AS dan Iran telah mengadakan empat putaran pembicaraan mengenai aktivitas nuklir Republik Islam, dengan Oman sebagai mediator. Trump menegaskan keinginannya untuk mencapai kesepakatan yang akan mencegah Iran membangun senjata nuklir, sementara Iran mencari pengurangan sanksi AS yang melumpuhkan.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, yang memimpin tim negosiasi Iran, mengatakan pada hari Rabu bahwa kedua belah pihak masih menjaga jarak, dan mengharapkan pendekatan yang lebih realistis dari AS dalam putaran pembicaraan berikutnya, yang belum dijadwalkan.

Araghchi juga mengkritik Trump atas komentarnya tentang peran Republik Islam dalam ketegangan di Timur Tengah. "Kami sedang melakukan negosiasi yang sangat serius dengan Iran untuk perdamaian jangka panjang, dan jika itu tercapai, akan sangat fantastis," kata Trump pada hari Kamis.