Jumat, 05 Oktober 2018

Jadi Tuan Rumah IMF-World Bank, Kans 567 Tahun Sekali | Rifan Financindo



Jadi Tuan Rumah IMF-World Bank, Kans 567 Tahun Sekali
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde saat membuka penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan IMF-World Bank 2018. (AFP PHOTO / Andrew Caballero-Reynolds).

Rifan Financindo -- Oktober dua tahun lalu, boleh jadi bulan yang paling membahagiakan bagi Presiden Joko Widodo. Sebab, di era pemerintahannya lah Indonesia didapuk menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018, pertemuan bertaraf internasional para menteri keuangan dan gubernur bank sentral, CEO, dan ekonom dari 189 negara di dunia.

Pertemuan ini menjadi istimewa karena pertama kalinya digelar di Indonesia. Indonesia, sekaligus menjadi negara keempat di Asia yang menjadi tuan rumah IMF-World Bank, setelah Filipina pada 1976 silam, Thailand pada 1991, dan Singapura pada 2006 lalu.

Menariknya, kesempatan ini mungkin datang lagi 567 tahun ke depan. Lihat lah, 189 negara anggota mengantre untuk menjadi tuan rumah. Padahal, pertemuan tahunan ini hanya digelar di luar markasnya, Washington DC, Amerika Serikat, setiap tiga tahun sekali.

Jangan heran, penunjukkan tuan rumah tidak sembarangan. Pada 2014 lalu, Pemerintah Indonesia harus terlebih dahulu menyerahkan proposal dan menyatakan minatnya. Lalu, melewati proses bidding yang memakan waktu tidak kurang dari tujuh bulan, sebelum akhirnya voting negara anggota memenangkan Indonesia.

Indonesia kala itu bersaing ketat dengan Mesir dan Senegal, dua negara dari Afrika yang keok terpilih menjadi tuan rumah. Setelah Indonesia terpilih, baru lah pada Maret 2017 lalu, pemerintah buru-buru membentuk panitia nasional dan menetapkan Bali sebagai wajah yang akan dipamerkan kepada belasan ribuan delegasi dunia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan alasan Indonesia dipilih sebagai tuan rumah, yaitu sebagai negara dengan jumlah kelas menengah terbanyak (middle-income country) yang menjadi salah satu model keberhasilan pembangunan.

Ketua Panitia Nasional Luhut Binsar Panjaitan juga mengungkapkan bahwa terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah menunjukkan tingginya kepercayaan dunia internasional terhadap keamanan Indonesia, stabilitas politik, dan keberhasilan ekonomi.

Kemampuan dalam menggelar acara bertaraf dunia juga tak perlu diragukan, mengingat pertemuan tingkat dunia, seperti Konferensi Asia Afrika pernah digelar pada 1955 silam, Apec 2013, dan IDB dan WIEF 2016 lalu.

"Kami sudah siapkan semua, seperti hotel, tempat acara, kantor, keamanan, hingga transportasi," ujar Luhut belum lama ini.

Kesiapan infrastruktur pun, lanjut Luhut, telah dilakukan sebagai penunjang suksesnya kegiatan yang akan dihadiri oleh 15 ribu peserta dari 189 negara di dunia.

"Akselerasi infrastruktur yang telah dilakukan nantinya tidak hanya akan menguntungkan para delegasi dan peserta, tetapi juga masyarakat," imbuhnya.

Misalnya, ia menyebutkan perpanjangan runaway Bandara I Gusti Ngurah Rai, underpass, termasuk alat penunjang seperti komputer, jaringan internet, dan meja-kursi yang akan dihibahkan ke beberapa daerah usai acara selesai.

Jadi Tuan Rumah IMF-World Bank, Kans 567 Tahun Sekali
Umbul-umbul Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 yang terpampang di sepanjang jalan HR Rasuna Said di Jakarta. Acara bertaraf internasional tersebut akan digelar pada 8-14 Oktober di Bali. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

Mendulang Untung

Untuk menyukseskan acara tersebut, pemerintah menganggarkan Rp810 miliar. Uang yang tidak sedikit, memang. Namun, modal tersebut tidak lebih besar dibandingkan penyelenggaraan di Singapura pada 2006 lalu yang sekitar Rp994,4 miliar, Turki Rp1,2 triliun, Tokyo Rp1,1 triliun, dan Peru Rp2,29 triliun.

Lagipula, Luhut menuturkan Rp300 miliar dari dana yang dianggarkan pemerintah akan kembali ke kantong negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Hingga saat ini, anggaran yang sudah digunakan masih Rp566 miliar. Tetapi, mungkin, yang kami gunakan sekitar Rp260-an miliar. Sisanya akan balik lagi lewat PNBP," terang dia.

Tidak hanya itu, ia memperkirakan investasi sekitar US$2 miliar - US$3 miliar atau setara Rp43 triliun bisa ditarik melalui acara tersebut. Misalnya, untuk proyek pengolahan energi sampah maupun jalan.

Bagi Bali, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro merinci Pertemuan Tahunan IMF-World Bank nanti juga akan mengerek ekonomi provinsinya dari 5,9 persen menjadi 6,54 persen.

Mimpi pertumbuhan ekonomi Bali 6,54 persen itu akan diperoleh dari sektor konstruksi, 0,12 persen sumbangsih perhotelan, 0,50 persen dari makanan dan minuman, dan 0,21 persen dari sektor lain-lain.

Sumber : CNN Indonesia
Rifan Financindo
 

Kamis, 04 Oktober 2018

Pembebasan Pajak Devisa Hasil Ekspor Bakal Diperpanjang | PT Rifan Financindo

Pembebasan Pajak Devisa Hasil Ekspor Bakal Diperpanjang 
PT Rifan Financindo -- Pemerintah bakal memperpanjang ketentuan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) bagi pengusaha yang memarkirkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) berdenominasi rupiah dalam bentuk deposito di perbankan nasional.

Nantinya, aturan akan berbentuk Peraturan Presiden (PP). Berdasarkan targetnya, PP ini akan dirampungkan, dan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Segera itu pasti, bisa-bisa dalam seminggu atau dua minggu ke depan," ujar Iskandar Simorangkir, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu (3/10).

Dia mengatakan, semula aturan tarif pajak nol persen itu hanya berlaku bagi pengusaha yang menyimpan DHE minimal enam bulan. Nantinya, periode akan diperpanjang untuk batas waktu yang sama.

Saat ini, pemerintah memberlakukan tiga jenis tarif PPh bersifat final atas bunga deposito berdenominasi rupiah yang bersumber dari DHE dan ditempatkan di bank wilayah Indonesia.

Ketiga jenis tarif antara lain, tarif PPh 7,5 persen untuk deposito berjangka satu bulan, tarif 5 persen untuk deposito berjangka waktu tiga bulan dan tarif nol persen untuk deposito berjangka enam bulan atau lebih.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.010/2016 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
Namun, aturan itu hanya berlaku pada penempatan deposito pertama. Artinya, ketika pengusaha ingin memperpanjang masa simpanan atas depositonya untuk enam bulan ke depan, maka pembebasan PPh tidak berlaku.

Dalam aturan baru, ketentuan diubah sehingga pengusaha mendapat pembebasan PPh jika memperpanjang masa simpanannya depositonya lebih dari enam bulan.

"Sekarang misalnya taruh enam bulan, maka berdasarkan PMK, PPh-nya nol persen. Tapi misal kemudian diperpanjang lagi, nanti dia dapat lagi (pembebasan PPh). Kalau PMK lama itu kan cuma sekali, itu nanti yang direvisi," ujar Iskandar di Gedung DPR/MPR, Rabu (3/10).

Kendati begitu, Iskandar memastikan pembebasan tarif PPh ini hanya berlaku untuk masa pemilikan deposito dari DHE berjangka waktu enam bulan atau lebih, sesuai aturan yang berlaku.

Iskandar menjelaskan aturan ini sengaja dibentuk oleh pemerintah agar ketersediaan likuiditas valuta asing (valas) di dalam negeri terjaga, sehingga bisa turut memulihkan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). 

"Kami tidak pikir jangka pendek saja, tapi jangka menengah dan panjang. Kalau stok valasnya cukup, pasti tidak seperti sekarang ini," katanya. (uli/lav)

 

Rabu, 03 Oktober 2018

Harga Minyak Mulai Tergelincir usai Sentuh US$85 per Barel | Rifanfinancindo

Harga Minyak Mulai Tergelincir usai Sentuh US$85 per Barel 

Rifanfinancindo -- Harga minyak mentah dunia tergelincir pada perdagangan Selasa (2/10), waktu Amerika Serikat (AS). Namun, kekhawatiran terhadap imbas sanksi AS terhadap Iran tetap menjaga harga minyak di kisaran level tertingginya dalam empat tahun terakhir.

Dilansir dari Reuters, Rabu (3/10), harga minyak mentah Brent turun US$0,18 menjadi US$84,8 per barel. Sehari sebelumnya, harga Brent sempat menembus level US$85,45 per barel.

Pelemahan tipis juga terjadi pada harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,07 menjadi US$75,23 per barel, setelah sebelumnya sempat menyentuh level tertinggi dalam empat tahun terakhir US$75,91 per barel.

Harga minyak mentah telah melonjak sekitar tiga kali lipat sejak tertekan dari level terendah pada Januari 2016 setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, memangkas produksinya.

Kemudian, harga minyak dunia juga mendapatkan dorongan dari kekhawatiran pasar terhadap imbas dari pengenaan sanksi AS terhadap sektor perminyakan Iran yang akan berlaku mulai 4 November 2018. Pada saat puncaknya, Iran memasok tiga persen dari konsumsi harian minyak global.

Berdasarkan survey Reuters terhadap produksi minyak negara-negara OPEC, produksi Iran pada September lalu merosot 100 ribu barel per hari (bph). Di saat yang bersamaan, produksi minyak OPEC secara keseluruhan naik sebesar 90 ribu bph secara bulanan.

"Para analis perminyakan kami meyakini saat ini muncul risiko ini (harga minyak) dapat menyentuh US$100 per barel," ujar HSBC dalam laporan proyeksi perekonomian global untuk kuartal IV 2018.

Banyak analis menilai OPEC akan kesulitan untuk menutup berkurangnya ekspor minyak dari Iran. Meski, menurut Bank Barclays, OPEC memiliki kapasitas tersisa yang mencukupi.

Melesatnya harga minyak mentah dan melemahnya kurs mata uang negara berkembang dapat menekan pertumbuhan perekonomian global.

"Melemahnya pertumbuhan permintaan dan pasokan baru seharusnya dapat meredakan sentimen harga bakal naik (bullish) dan menekan harga lebih rendah pada akhir tahun ini," ujar Bank Barclays dalam pernyataannya yang dikutip Reuters.

Selain kekhawatiran terhadap imbas pengenaan sanksi AS terhadap Iran, harga minyak dunia mendapatkan topangan dari masih kuatnya permintaan global di tengah memanasnya tensi perdagangan.

Pada Minggu (30/9) lalu, harga minyak mendapatkan imbas positif dari kesepakatan baru Perjanjian Perdangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) yang merupakan perjanjian trilateral antara AS, Kanada, dan Meksiko.

Lebih lanjut, berdasarkan survey Reuters, analis memperkirakan persediaan minyak mentah AS naik sekitar dua juta barel pekan lalu. (sfr/agi)

Sumber : CNN Indonesia
Rifanfinancindo
 

Selasa, 02 Oktober 2018

Mendag 'Pede' Ekspor ke Eropa Naik Dua Kali Lipat di 2019 | Rifan Financindo

Mendag 'Pede' Ekspor ke Eropa Naik Dua Kali Lipat di 2019 

Rifan Financindo -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) memprediksi nilai perdagangan Indonesia dengan negara yang masuk dalam daftar European Free Trade Association (EFTA) bisa naik dua kali lipat pada 2019 mendatang.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan hal itu bisa terjadi jika perundingan perdagangan bebas antara Indonesia dengan Eropa atau Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEFTA-CEPA) selesai tahun ini.

"Sinyalnya sudah positif, misalnya Swiss ini sudah membuka diri," kata Enggar di Zurich, Senin (10/1).

Seperti diketahui, Swiss merupakan salah satu negara yang tergabung dalam EFTA. Selain Swiss, EFTA juga terdiri dari Iceland, Liechtenstein, dan Norwegia.

Komoditas yang bakal menjadi unggulan untuk diekspor ke negara EFTA, yakni minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), kopi, dan kakao. Selain itu, Iceland dan Norwegia disebut-sebut meminta ekspor ikan dari Indonesia.

Enggartiasto mengaku jumlah ekspor CPO ke negara EFTA masih terbilang kecil. Namun, potensi peningkatan ekspor ke negara-negara tersebut dinilai akan membantu kondisi neraca perdaganga Indonesia yang masih defisit hingga saat ini.

Kendati demiklian, ia belum memiliki hitungan pasti terkait sumbangan ekspor Indonesia ke negara EFTA terhadap neraca perdagangan nasional.

"Karena implementasinya kemungkinan baru terasa tahun depan, paling tidak semester kedua. Kalau tidak Indonesia bisa tertinggal sepanjang masa," ucap Enggartiasto.

Pada akhir tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia dengan negara EFTA mengalami surplus. Namun, jumlahnya masih cukup kecil yakni US$22 juta.

Bila dirinci, total perdagangan Indonesia dengan negara EFTA pada 2017 sebesar US$2,4 miliar. Angka itu terdiri dari nilai ekspor Indonesia ke negara EFTA sebesar US$1,31 miliar dan impor US$1,09 miliar.

"Sudah surplus, tapi masih kecil," pungkasnya. (aud/agi)

Sumber : CNN Indonesia
Rifan Financindo
 

Senin, 01 Oktober 2018

Dolar AS Pagi Ini Masih di Rp 14.910 | PT Rifan Financindo

Foto: Pradita Utama

Jakarta - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini kembali menguat dibandingkan dengan kemarin. Dolar kembali bergerak ke Rp 14.910.

Mengutip data perdagangan Reuters, Senin (1/10/2018), pagi ini dolar AS tercatat berada di level 14.910. Level yang sama dengan Jumat pagi pekan lalu.

Dolar AS sempat bergerak ke level tertinggi di 14.911 dan terendah di Rp 14.879.

Rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,05% pada Agustus 2018. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif terbatas pada September 2018 sehingga pada 26 September 2018 ditutup pada level Rp 14.905 per dolar AS.

Untuk memperkuat stabilitas Rupiah, kenaikan suku bunga tersebut juga didukung oleh kebijakan untuk memberlakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dalam rangka mempercepat pendalaman pasar valas serta memberikan alternatif instrumen lindung nilai bagi bank dan korporasi.

Transaksi DNDF adalah transaksi forward yang penyelesaian transaksinya dilakukan secara netting dalam mata uang Rupiah di pasar valas domestik.
 
Kurs acuan yang digunakan adalah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) untuk mata uang dolar AS terhadap Rupiah dan kurs tengah transaksi Bank Indonesia untuk mata uang non-dolar AS terhadap Rupiah.

Transaksi DNDF dapat dilakukan oleh Bank dengan nasabah dan pihak asing untuk lindung nilai atas risiko nilai tukar Rupiah, dan wajib didukung oleh underlying transaksi berupa perdagangan barang dan jasa, investasi dan pemberian kredit Bank dalam valas (zlf/zlf)