Rabu, 23 Januari 2019

Minyak Dunia Tertekan Pemangkasan Proyeksi Pertumbuhan IMF | Rifanfinancindo

Minyak Dunia Tertekan Pemangkasan Proyeksi Pertumbuhan IMF
Rifanfinancindo -- Harga minyak mentah dunia merosot hampir 3 persen pada perdagangan Selasa (22/1), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan dipicu oleh kekhawatiran terhadap pelambatan laju pertumbuhan ekonomi global yang dapat menekan permintaan minyak mentah di tengah melesatnya produksi minyak mentah AS.

Dilansir dari Reuters, Rabu (23/1), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$1,82 atau 2,9 persen menjadi US$60,92 per barel. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,57 atau 2,9 persen menjadi US$52,23 per barel.

Pekan ini, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 dari proyeksi yang dibuat pada Oktober 2018 3,7 persen menjadi 3,5 persen. Salah satu pemicunya adalah hambatan pada perdagangan internasional.

Kemudian, awal pekan ini, pemerintah China juga merilis data pertumbuhan ekonomi China tahun lalu yang hanya 6,6 persen, terendah dalam 28 tahun terakhir. Kondisi tersebut menekan harga minyak mentah karena memberikan sinyal permintaan bakal melemah. 
Terlebih, pasokan minyak mentah global juga meningkat."Banyak kekhawatiran di pasar minyak terkait melemahnya data perekonomian China," ujar Ahli Strategi Pasar Senior RJO Futures Phillip Streible.

Pada Senin (21/1) lalu, Arab Saudi merilis data ekspor minyak mentah pada November 2018 naik dari 7,7 juta barel per hari (bph) pada Oktober 2018 menjadi 8,2 juta bph. Kenaikan tersebut terjadi seiring peningkatan produksi yang menyentuh 11,1 juta bph.

Di AS, Badan Administrasi Informasi Energi AS mencatat produksi minyak mentah terkerek menjadi 11,9 juta bph. Negeri Paman Sam telah menjadi produsen minyak mentah terbesar di dunia mengungguli Rusia dan Arab Saudi.

Selama tahun lalu, pertumbuhan produksinya mencapai 2,4 juta bph. "Mereka (AS) tidak memperkirakan itu (produksi minyak mentah hampir 12 juta bph) untuk beberapa bulan," ujar Managing Member Tyche Capital Tariq Zahir di New York.

Zahir mengungkapkan jumlah rig pengeboran di AS merosot pada Jumat lalu. Namun, pasar masih menanti apakah Arab Saudi akan melaksanakan kesepakatan pemangkasan produksi bersama anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia.

Sejumlah analis mengatakan kekhawatiran pelaku pasar terhadap realisasi pemangkasan produksi OPEC juga turut menekan harga minyak dunia. Menteri Energi Rusia Alexander Novak dikabarkan tidak jadi menghadiri World Economic Forum di Davos.

Tadinya, Novak berencana untuk bertemu dengan Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih di sela gelaran tersebut. Berdasarkan laporan Bloomberg yang dikutip Reuters, Al-Falih juga absen dalam acara tersebut.

Sebelumnya, Al-Falih sempat mengkritik lambatnya pamangkasan produksi minyak mentah yang dilakukan Rusia. Direktur Energi Berjangka Mizuho Robert Yawger menilai Rusia tidak seantusias Arab Saudi dalam memangkas produksinya.

"Ada spekulasi keduanya (Novak dan Al-Falih) tidak akan bertatap muka langsung," ujar Yawger di New York.

Sementara, survey DNV GL melaporkan 70 persen dari eksekutif senior di industri energi berencana mendongkrak atau menjaga belanja modalnya tahun lalu. Angka itu meningkat dari tahun lalu yang hanya sebesar 39 persen.

"Meski volatilitas harga minyak meningkat dalam beberapa bulan terakhir, riset kami menunjukkan sektor nampak percaya diri dengan kemampuannya untuk menghadapi ketidakstabilan pasar dan rendahnya harga minyak dan gas untuk jangka panjang," ujar Kepala Divisi Minyak dan Gas DNV Liv Holem. (sfr/agt)


Selasa, 22 Januari 2019

Pelemahan Yen Dorong Bursa Jepang ke Zona Hijau | Rifan Financindo

Pelemahan Yen Dorong Bursa Jepang ke Zona Hijau
Rifan Financindo - Bursa Jepang naik tipis pada pembukaan perdagangan, Selasa (22/1/2019), di tengah kekhawatiran terkait Brexit dan penutupan pemerintahan Amerika Serikat (AS) atau government shutdown yang masih membayangi.

Namun, pelemahan yen mampu mendorong bursa Tokyo bergerak naik.

Indeks acuan Nikkei 225 menguat tipis 0,19% dan indeks Topix bertambah 0,2% di awal perdagangan, AFP melaporkan.

Perdana Menteri Inggris Theresa May tidak mengajukan rencana cadangan atau Plan B dalam pertemuan dengan parlemen hari Senin. Ia mengatakan akan berdiskusi dengan partai Irlandia Utara DUP sebelum kembali bernegosiasi dengan Uni Eropa (UE).

Parlemen Inggris pekan lalu menolak rancangan perjanjian Brexit yang diajukan May.

May pada hari Senin juga menegaskan tidak akan keluar dari UE tanpa perjanjian (no-deal Brexit) dan tidak akan ada referendum kedua.

Pemungutan suara atas permintaan May itu akan diadakan Selasa pekan depan. (prm)

 

Senin, 21 Januari 2019

Rupiah Melemah ke Rp14.200 per Dolar AS - PT Rifan Financindo


Tunggu Data China, Rupiah Melemah ke Rp14.200 per Dolar AS
PT Rifan Financindo -- Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (21/1) berada di posisi Rp14.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Posisi ini melemah dari penutupan Jumat (18/1) di Rp14.178 per dolar AS.

Di kawasan Asia, pelemahan rupiah ditemani oleh peso Filipina sebesar 0,2 persen dan won Korea Selatan sebesar 0,35 persen. Sementara itu, yen Jepang, ringgit Malaysia, dan Dolar Singapura tercatat menguat sebesar 0,19 persen, 0,02 persen, dan 0,03 persen.Sementara mata uang utama negara maju bergerak variasi. Rubel Rusia melemah 7,12 persen, poundsterling Inggris melemah 0,09 persen, dan dolar Kanada minus 0,05 persen.

Pergerakan rupiah hari ini akan dipengaruhi dari antisipasi data Produk Domestik Bruto (PDB) China yang dirilis pada pukul 09.00 waktu setempat. Jika pertumbuhan ekonomi melambat, artinya itu bisa menjadi sentimen negatif terhadap rupiah.

Adapun, pertumbuhan ekonomi China di kuartal IV 2018 diperkirakan melambat di angka 6,4 persen. "Tentu lihat reaksi pasarnya dulu. Tapi, kalau dari rupiah masih ada kecenderungan menguat. Kalau memang menunjukkan perlambatan bisa jadi sentimen negatif juga untuk rupiah.
(glh/agt)

 

Jumat, 18 Januari 2019

IHSG Dibuka Hijau di 6.447 | Rifanfinancindo

Foto: Ari Saputra
Rifanfinancindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka hijau pagi ini. IHSG membuka perdagangan saham pagi ini dengan naik 20,43 poin (0,32%) ke level 6.444,213.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi berada di level Rp 14.160.

Pada perdagangan pre opening, IHSG naik 20,43 poin (0,32%) ke level 6.444,213. Indeks LQ45 juga bertambah 5,109 poin (0,50%) ke 1.030,018.
Membuka perdagangan, Kamis (18/1/2019), IHSG melanjutkan penguatan 23,807 poin (0,37%) ke level 6.447,587. Indeks LQ45 juga naik 4,763 poin (0,46%) ke 1.029,672.

Pada pukul 09.05 JATS, IHSG masih bergerak positif, naik 20,583 poin (0,32%) ke 6.444,363. Indeks LQ45 juga naik 3,585 poin (0,35%) ke 1.028,494.

Penguatan yang terjadi pada indeks seiring dengan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang tetap mempertahankan BI 7-Days Repo Rate bulan Januari 2019 di level 6%, keputusan tersebut masih sesuai dengan ekspektasi para pelaku pasar sebelumnya yang menilai BI akan tetap menahan suku bunga acuannya.

Sementara itu, indeks utama bursa Wall St ditutup dalam teritori positif. Indeks Dow Jones naik 0.67%, S&P menguat 0.76% dan Nasdaq terangkat 0.71%.

Penguatan indeks inline dengan optimisme pasar menyikapi pejabat AS terkait pertimbangan beberapa tarif pada produk-produk Cina dalam upaya untuk memperoleh lebih banyak konsesi dari China terkait kesepakatan perdagangan bilateral dan untuk menstabilkan pasar keuangan.

Selain itu sentimen positif juga berasal dari rilisnya jumlah penganggur baru Amerika yang turun (pekan yang berakhir 12 Januari) menjadi 213.000 dari 216.000 di minggu sebelumnya.

Perdagangan bursa saham Asia mayoritas bergerak positif pagi ini. Berikut pergerakannya:
  • Indeks Nikkei 225 naik 1,29% ke 20.666,119
  • Indeks Hang Seng naik 1,15% ke 27.602,711
  • Indeks Komposit Shanghai naik 0,92% ke 2.583,110
  • Indeks Strait Times turun 0,52% ke 3.231,260 (fdl/fdl)

Kamis, 17 Januari 2019

Harga Minyak Menguat Tertopang Wall Street | Rifan Financindo

Harga Minyak Menguat Tertopang Wall Street
Rifan Financindo -- Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan Rabu (16/1), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi seiring reli di pasar modal AS serta implementasi kesepakatan pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+)

Dilansir dari Reuters, Kamis (17/1), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,68 menjadi US$61,32 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,2 menjadi US$52,31 per barel.

Indeks pasar saham Wall Street yang menyentuh level tertinggi dalam satu bulan terakhir telah mendongkrak harga minyak. Sebagai catatan, harga minyak mentah berjangka terkadang bergerak searah dengan pasar modal.

Selain itu, harga minyak berjangka juga mendapatkan sokongan dari kesepakatan pemangkasan pasokan oleh OPEC+, yang di dalamnya melibatkan produsen utama minyak dunia Arab Saudi dan Rusia. Pada Desember lalu, OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari mulai Januari 2019.

Deputi Menteri Energi Rusia menyatakan Rusia akan mencapai target pemangkasan produksi pada April.

"Pasar tengah konsolidasi. Untuk melihat apa penggerak pasar berikutnya, kita akan melihat apakah kebijakan pemangkasan bekerja, apakah anggota yang menyepakati mengikuti kesepakatan (pemangkasan) tersebut," ujar Direktur Riset Pasar Tradition Energy Gene McGillian.

Kendati demikian, kenaikan produksi minyak mentah AS dapat menekan harga minyak.

Badan Administrasi Energi AS (EIA) mencatat produksi minyak AS mencapai 11,9 juta barel per hari (bph) pada pekan lalu, seiring lonjakan ekspor minyak mentah AS hingga hampir menyentuh level 3 juta bph.

EIA memperkirakan produksi minyak AS tahun ini akan tumbuh hingga melampaui level 12 juta bph. EIA juga memproyeksikan AS bakal menjadi negara net eksportir minyak mentah pada akhir 2020.

Selain itu, stok bahan bakar minyak (BBM) AS juga menanjak lebih dari yang diperkirakan. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan yang terjadi selama empat pekan berturut-turut.

Pada pekan lalu, stok bensi naik 7,5 juta barel menjadi 255,6 juta barel, jauh di atas proyeksi jajak pendapat analis Reuters yang memperkirakan kenaikan hanya 2,8 juta barel. Secara mingguan, jumlah stok bensin tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari 2017.

Stok minyak distilasi, yang mencakup bahan bakar diesel dan minyak pemanas, juga menanjak 3 juta barel. Realisasi tersebut juga di atas ekspektasi yang memperkirakan kenaikan di atas 1,6 juta barel.

Namun, persediaan minyak mentah turun 2,7 juta barel, dua kali lipat di atas perkiraan.

"Sentimen kenaikan harga dari penggunaan stok minyak mentah telah dikalahkan oleh peningkatan stok produk," ujar Direktur Riset Komoditas ClipperData Matthew Smith.

Sinyal perlambatan laju pertumbuhan ekonomi juga turun menahan kenaikan harga minyak.

Pada Selasa (15/1) kemarin, Gedung Putih memperkirakan perekonomian AS mendapatkan pukulan yang di atas ekspektasi dari penghentian sebagian operasional pemerintahan.

Proyeksi perekonomian global juga tambah suram setelah parlemen Inggris menolak proposal Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk meninggalkan Uni Eropa.

Tak hanya itu, pekan ini, China juga melaporkan data perdagangan Desember yang buruk. Pada Rabu (16/1) kemarin, bank sentral China tercatat melakukan net injeksi moneter harian terbesar melalui operasi reverse repo. Diharapkan, pasar minyak juga turut terjaga. (sfr/agi)