Kamis, 01 Desember 2016

BI: Inklusi Keuangan Butuh Mitigasi Risiko | Rifan Financindo

Rifan Financindo - PALEMBANG - Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas mengatakan sistem inklusi keuangan membutuhkan mitigasi risiko untuk mengatasi problem yang bisa menghambat akses masyarakat kurang mampu kepada sektor perbankan.

"Inklusi keuangan menghadapi sejumlah risiko potensial yang bisa menghambat pengembangannya. Hal itu bisa berdampak juga ke stabilitas sistem keuangan dan ekonomi," kata Ronald dalam pidato membuka acara "Maximizing the Power of Financial Access" di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Ronald menjelaskan tujuan inklusi keuangan untuk menyejahterakan masyarakat masih menghadapi sejumlah tantangan maupun risiko yang bisa menghambat dan secara tidak langsung bisa mengganggu stabilitas sistem finansial.

Salah satunya terkait literasi masyarakat, karena apabila inklusi keuangan tidak diikuti dengan tingkat pendidikan yang memadai, maka berpotensi menimbulkan kebingungan informasi dan melahirkan masalah baru bagi sektor finansial.

"Kemampuan masyarakat, yang selama ini tidak tersentuh langsung dengan perbankan, yang rendah, justru bisa meningkatkan kredit macet, karena sebenarnya mereka kurang 'feasible'. Untuk itu, mereka tidak bisa diperlakukan sama seperti debitur lainnya," kata Ronald.

Selain itu, sistem pembayaran yang saat ini belum memadai dan adanya keterlibatan pihak ketiga untuk memperkuat layanan jasa, justru bisa menimbulkan permasalahan baru apabila tidak diikuti dengan pengawasan yang kuat.
Untuk menyelesaikan persoalan itu, kata Ronald, peran regulator sangat penting dalam memitigasi krisis di level mikro maupun makro. Caranya dengan melahirkan peraturan yang bisa menyeimbangkan antara risiko dan inovasi dalam inklusi keuangan agar konsumen terlindungi.

"Untuk mengatasi risiko yang muncul dari inklusi keuangan, peran regulator untuk pendalaman sektor jasa keuangan melalui inovasi yang baik sangat diharapkan, sehingga sektor tersebut bisa menggapai masyarakat akar rumput tanpa menimbulkan dampak negatif," katanya.

Formulasi kebijakan inklusi keuangan tersebut, kata Ronald, harus didukung oleh dua aspek finansial yang mencakup pendidikan dan perlindungan terhadap pengguna jasa sektor keuangan.
"Kedua faktor tersebut tidak bisa diabaikan, mengingat target utama inklusi keuangan adalah masyarakat akar rumput dengan tingkat edukasi finansial rendah. Namun, itu bukan hanya merupakan tanggung jawab regulator, tapi juga penyedia jasa keuangan," ujarnya.

Saat ini, baru sekitar 36 persen penduduk dewasa yang memiliki akses terhadap sistem perbankan. Melalui Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang dicetuskan Presiden Joko Widodo, diharapkan sebanyak 75% masyarakat memiliki akses keuangan pada 2019.
(rzy)
Sumber : Okezone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar