Rabu, 08 Januari 2020

Iran Punya 13 Skenario Balas Dendam, Emas Menguat Lagi

Iran Punya 13 Skenario Balas Dendam, Emas Menguat Lagi
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Rifan FinancindoHarga emas dunia menguat di perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) Selasa (7/1/2020) setelah mengalami pelemahan di sesi Asia.

Pada Senin kemarin, emas sempat melesat lebih dari 2% ke US$ 1582,59/troy ons, level tersebut merupakan yang tertinggi sejak April 2013. Seiring berjalannya waktu, penguatan tersebut terpangkas hingga tersisa 0,93% dan mengakhiri perdagangan awal pekan di level US$ 1.565,85/troy ons.

Jika dilihat dalam tiga hari perdagangan di tahun ini, emas sudah mencatat kenaikan lebih dari 3%. Dan jika dilihat lebih ke belakang lagi, atau sejak 23 Desember, ketika tren kenaikan dimulai, emas sudah melesat nyaris 6%.

Dengan kenaikan tajam dalam waktu singkat, tentunya emas rentan diterpa aksi ambil untung (profit taking) jika tidak ada sentimen tambahan pendongkrak kenaikan harga emas. Kenaikan tinggi bisa memicu koreksi dalam, dan koreksi akibat profit taking tersebut sudah mulai terjadi pada pagi tadi, dan emas sempat melemah 0,69% ke US$ 1.555/troy ons.

Kenaikan harga emas di awal tahun ini dipicu oleh risiko terjadinya perang antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran yang membuat permintaan emas sebagai aset aman (safe haven) meningkat.
 
Sepanjang akhir pekan lalu, pelaku pasar dibuat cemas dengan kemungkinan meletusnya perang antara AS dengan Iran. Pada Jumat (3/1/2019) AS membunuh Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran, Qassim Soleimani lewat serangan pesawat tanpa awak di Bandara Baghdad.

Jenderal Soleimani adalah sosok penting nomor dua di Iran dan dikenal sebagai tokoh revolusioner. Soleimani yang berusia 62 tahun itu juga dikenal sebagai pemimpin Garda Revolusi Iran, yang memikul tanggung jawab atas operasi rahasia Iran di luar negeri.

Sejumlah analis bahkan menilai Soleimani memiliki pengaruh diplomatik yang lebih besar ketimbang Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif. Zarif mengutuk keras tindakan AS, dan menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.

"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).

Sementara pada Sabtu (4/1/2020) waktu Washington, Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter-nya memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.

Namun, hingga hari ini Iran yang belum "balas dendam" membuat pelaku pasar lebih tenang, sentimen sedikit membaik, dan kembali masuk ke aset berisiko yang berimbal hasil tinggi.

Membaiknya sentimen pelaku pasar terlihat dari bursa saham AS (Wall Street) yang berbalik menguat pada perdagangan Senin kemarin, yang berdampak pada terpangkasnya penguatan emas.

Kenaikan Wali Street juga diikuti dengan penguatan bursa saham Asia, dampaknya emas menjadi tertekan pagi tadi, yang juga memicu aksi profit taking. Namun, sore tadi, Iran kembali menebar ancaman yang membuat emas kembali melesat naik.

Sebagaimana dikutip Bloomberg dari Fars News Agency, Kepala Komite Pengamanan Nasional Iran Ali Shamkhani mengatakan Teheran sedang menyiapkan 13 skenario untuk membalas AS. Bahkan, ia mengatakan hal ini bisa menjadi "mimpi buruk bersejarah" bagi AS.

"Bahkan jika skenario terlemah kita disetujui, penerapannya bisa menjadi mimpi buruk bersejarah bagi Amerika," katanya. "Keseluruhan pasukan perlawanan akan membalas."

Akibat ancaman tersebut, pelaku pasar kembali berhati-hati, dan emas kembali menjadi target investasi, dan berbalik menguat 0,31% ke US$ 1.570,71/troy ons. Meski demikian menjelang dibukanya perdagangan sesi AS, emas memangkas penguatannya hingga tersisa 0,03% saja atau nyaris stagnan di level US$ 1.566,34/troy ons pada pukul 20:15 WIB.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar