Jumat, 10 Januari 2020

Lama Tak Dapat "Panggung", BoE Bikin Poundsterling Merosot

Lama Tak Dapat
Foto: Ilustrasi Poundsterling (REUTERS/ Benoit Tessier)
PT Rifan Financindo BerjangkaBank sentral Inggris (Bank of England/BoE) tidak mendapat "panggung" di pasar finansial global. Di saat bank sentral utama dunia lain menjadi perhatian pelaku pasar dengan pelonggaran kebijakan moneter.

BoE lebih dari satu tahun tidak merubah kebijakannya, bahkan panduan kebijakan moneter juga tidak ada perubahan yang signifikan.

Namun tahun ini, BoE berpeluang mendapat "panggung" lebih banyak mengingat Inggris akan keluar dari Uni Eropa (Brexit), kemungkinan besar 31 Januari nanti, dengan masa transisi hingga akhir 2020.

Respon ekonomi Inggris terhadap setelah keluar dari Uni Eropa akan mempengaruhi kebijakan BoE. Gubernur BoE, Mark Carney, yang berbicara perdana di tahun ini dalam forum resmi mulai memberikan sinyal arah kebijakan moneternya.

Melansir Reuters, saat membuka acara "The Futures of Inflation Targeting Conference" di London Kamis (9/1/2020), Carney mengatakan akan ada "respon yang cepat" dari BoE jika pelemahan ekonomi Inggris berlangsung terus-menerus.

Pernyataan Carney tersebut memberikan sinyal BoE kemungkinan memangkas suku bunga untuk merangsang perekonomian. Dampaknya, poundsterling langsung melemah melawan dolar AS. Pada pukul 18:38 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,3017, merosot 0,65% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Pada bulan Desember dan November lalu terjadinya perbendaan pendapat antar anggota Komite Kebijakan Moneter BoE. Dua dari Sembilan anggota komite meminta suku bunga untuk diturunkan, sementara sisanya termasuk juga Carney memilih tetap mempertahankan suku bunga.

Setelah pernyataan Carney hari ini, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 14% suku bunga akan dipangkas pada 30 Januari nanti, persentase tersebut naik dua kali lipat dibandingkan awal pekan lalu. Sementara, probabilitas pemangkasan di bulan Juni sudah lebih dari 50%, sebagaimana dilansir Reuters.

Perekonomian Inggris mengalami pelambatan di semester II 2019, meski ekonominya berhasil tumbuh 0,4% quarter-on-quarter (QoQ) di kuartal III-2019, dari kuartal sebelumnya yang berkontraksi 0,2%. Inggris pun lepas dari resesi.

Namun jika dilihat secara tahun atau year-on-year (YoY) pertumbuhan di kuartal III-2019 tumbuhan 1,1% menyamai pertumbuhan kuartal I-2018, dan menjadi yang terendah sejak kuartal I-2013.

Beberapa indikator ekonomi juga menunjukkan tren penurunan. Inflasi Inggris di bulan November berada di level 1,5% YoY, menjadi yang terendah dalam dua tahun terakhir. Sementara itu, aktivitas sektor manufaktur sudah berkontraksi dalam delapan bulan berturut-turut.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar