Senin, 21 Juli 2025

Harga Minyak Stabil karena Dampak Sanksi terhadap Rusia Dinilai Minim

 


Harga minyak dunia cenderung stabil pada awal pekan ini, seiring ekspektasi bahwa sanksi terbaru dari Uni Eropa terhadap Rusia tidak akan berdampak signifikan pada pasokan minyak global. Pasar energi tampaknya telah mengantisipasi bahwa aliran minyak mentah Rusia akan tetap relatif tidak terganggu, meskipun ketegangan geopolitik terus berlangsung.

Harga kontrak berjangka Brent turun tipis sebesar 12 sen atau 0,2% menjadi $69,16 per barel pada pukul 08.00 GMT, setelah ditutup melemah 0,35% pada sesi sebelumnya. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS tercatat stagnan di level $67,34 per barel, setelah mencatat penurunan 0,3% di hari Jumat.

Sanksi Eropa Dinilai Tidak Signifikan terhadap Pasokan Rusia

Paket sanksi ke-18 Uni Eropa terhadap Rusia yang disahkan pada hari Jumat mencakup langkah-langkah terhadap Nayara Energy—perusahaan India yang dikenal sebagai pengimpor dan eksportir produk hasil penyulingan minyak mentah Rusia. Namun, pasar menilai bahwa langkah ini tidak cukup kuat untuk mengganggu arus ekspor energi Rusia secara besar-besaran.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa Rusia telah mengembangkan “kekebalan” terhadap sanksi-sanksi dari Barat. Ini mengindikasikan bahwa dampak praktis dari sanksi tersebut terhadap pasokan minyak dan kestabilan pasar global mungkin akan terbatas, setidaknya dalam jangka pendek.

Faktor Geopolitik Lain: Iran dan Potensi Kembali ke Meja Perundingan

Selain Rusia, pasar juga menyoroti perkembangan terkait Iran. Pemerintah Iran dijadwalkan akan menggelar pembicaraan nuklir dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada hari Jumat. Langkah ini merupakan tanggapan atas ultimatum dari ketiga negara Eropa tersebut, yang memperingatkan akan memberlakukan kembali sanksi internasional jika pembicaraan tidak segera dilanjutkan.

Sebagai salah satu produsen minyak utama yang terkena sanksi, setiap langkah diplomatik terkait Iran dapat berdampak langsung pada ekspektasi pasokan global. Jika pembicaraan menghasilkan kemajuan, pasar bisa merespon dengan menyesuaikan harga berdasarkan potensi kembalinya minyak Iran ke pasar.

Tekanan Internal AS: Penurunan Jumlah Rig dan Ketegangan Perdagangan

Dari dalam negeri AS, data dari Baker Hughes menunjukkan bahwa jumlah rig minyak aktif turun dua menjadi 422 rig, jumlah terendah sejak September 2021. Penurunan ini menjadi sinyal potensi perlambatan produksi, yang bisa berdampak pada pasokan dalam negeri dan memberikan sedikit dukungan pada harga.

Sementara itu, AS juga menghadapi ketegangan perdagangan dengan Uni Eropa. Tarif impor dari Eropa ke AS dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus. Namun, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick optimis bahwa kesepakatan perdagangan masih bisa dicapai sebelum tenggat tersebut.

Harga Minyak Bertahan karena Faktor Fundamental Lebih Dominan

Meski dinamika geopolitik terus memanas, pasar minyak global tampaknya mengambil sikap hati-hati dan rasional. Ekspektasi bahwa sanksi terbaru terhadap Rusia tidak akan mengganggu pasokan secara signifikan, serta ketidakpastian seputar negosiasi Iran dan isu perdagangan AS–Uni Eropa, membuat harga minyak cenderung bertahan di kisaran stabil.

Dengan tidak adanya kejutan besar dari sisi pasokan dan permintaan, harga minyak saat ini merefleksikan keseimbangan antara risiko geopolitik dan fundamental pasar. Namun, volatilitas tetap mungkin terjadi jika terjadi eskalasi mendadak dalam konflik atau kebijakan dagang yang lebih agresif dari negara-negara besar.

Kamis, 17 Juli 2025

EUR/USD Melemah Menuju 1.1600, Pasar Fokus pada Data Inflasi HICP Zona Euro

 Pasangan mata uang EUR/USD mengalami penurunan pada sesi perdagangan Asia hari Kamis, diperdagangkan di kisaran 1.1620 setelah menghapus sebagian penguatan yang tercatat pada sesi sebelumnya. Perhatian para pelaku pasar kini tertuju pada rilis data Harmonized Index of Consumer Prices (HICP) Zona Euro yang dijadwalkan pada hari ini. Angka inflasi ini berpotensi menjadi pemicu volatilitas signifikan terhadap nilai tukar euro, terutama jika hasilnya jauh dari ekspektasi pasar.

Di sisi lain, fokus pasar juga mulai beralih ke data Penjualan Ritel Amerika Serikat (US Retail Sales) untuk bulan Juni yang akan dirilis pada sesi perdagangan Amerika Utara. Data ini akan menjadi indikator penting bagi arah konsumsi domestik AS dan dapat memberikan gambaran lebih lanjut mengenai kekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut, sekaligus memberikan petunjuk tambahan terhadap arah kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed).

Nilai tukar dolar AS menunjukkan potensi penguatan lebih lanjut, terutama karena meningkatnya ekspektasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 4,25%–4,50% pada pertemuan kebijakan bulan Juli mendatang. Ketidakpastian tarif yang dipicu oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump menjadi salah satu alasan utama mengapa The Fed kemungkinan besar akan bersikap hati-hati dalam menentukan langkah selanjutnya.

Trump mengumumkan pada hari Rabu bahwa ia berencana mengirimkan satu surat kepada lebih dari 150 negara, memberitahu mereka bahwa tarif sebesar 10% akan diberlakukan. Ia menegaskan bahwa negara-negara tersebut bukanlah mitra dagang besar seperti Tiongkok atau Jepang, dan menyebut tarif tersebut bisa meningkat menjadi 15–20%, meskipun tidak memberikan rincian pasti. Pernyataan ini menambah tekanan terhadap ketidakpastian perdagangan global dan berdampak pada pergerakan nilai tukar mata uang utama dunia, termasuk euro.

Lebih lanjut, Trump juga menyatakan bahwa ia ingin Jerome Powell mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua The Fed, namun menambahkan bahwa pemecatan paksa dapat mengganggu stabilitas pasar. Ini kembali memunculkan kekhawatiran investor terhadap potensi intervensi politik terhadap independensi bank sentral AS.

Dari sisi inflasi, data harga konsumen AS untuk bulan Juni yang lebih tinggi dari perkiraan telah memicu kekhawatiran bahwa suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama. Presiden The Fed Dallas, Lorie Logan, menekankan bahwa The Fed mungkin perlu mempertahankan tingkat suku bunga saat ini lebih lama demi memastikan inflasi tetap terkendali, terutama dengan adanya tekanan tambahan dari kebijakan tarif pemerintahan Trump.

Sementara itu, Presiden The Fed New York, John Williams, menyatakan bahwa posisi kebijakan moneter saat ini sudah tepat, memberikan ruang bagi The Fed untuk memantau perkembangan ekonomi sebelum mengambil keputusan selanjutnya. Pernyataan ini menandakan bahwa bank sentral AS masih bersikap wait-and-see, yang semakin memperkuat posisi dolar sebagai aset aman di tengah ketidakpastian global.

Dengan banyaknya data penting dan dinamika geopolitik yang sedang berlangsung, EUR/USD berpotensi melanjutkan tren pelemahannya jika inflasi Zona Euro meleset dari ekspektasi atau jika sentimen terhadap dolar AS tetap solid. Para trader dan analis kini menantikan konfirmasi dari kedua rilis data hari ini untuk mengukur arah tren jangka pendek selanjutnya bagi pasangan mata uang utama ini.

Sumber : newsmaker.id

Selasa, 15 Juli 2025

Saham Jepang Menguat Menjelang Pembicaraan Perdagangan Tokyo-AS

 


Pasar saham Jepang ditutup menguat pada Selasa, seiring meningkatnya optimisme investor menjelang pertemuan penting antara Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang dijadwalkan berlangsung di Tokyo pada Jumat mendatang. Pertemuan ini menjadi krusial karena dilakukan menjelang tenggat waktu kesepakatan dagang antara kedua negara pada 1 Agustus.

Indeks Nikkei 225 naik 0,55%, atau 218,4 poin, dan berakhir di level 39.678,02, menandakan sentimen pasar yang positif terhadap kemungkinan kemajuan diplomatik antara Jepang dan Amerika Serikat.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, akan mengunjungi Jepang dalam rangka menghadiri Hari Nasional Amerika di World Expo, Osaka, pada 19 Juli. Ia memilih untuk melewatkan pertemuan G20 sektor keuangan di Afrika Selatan demi fokus pada hubungan bilateral dengan Jepang. Delegasi AS kali ini akan diperkuat oleh Menteri Ketenagakerjaan Lori Chavez-DeRemer dan Wakil Menteri Luar Negeri Christopher Landau, mencerminkan pentingnya agenda dagang ini bagi Washington.

Negosiator utama Jepang, Ryosei Akazawa, juga dijadwalkan bertemu Bessent. Meskipun Akazawa telah melakukan tujuh kunjungan ke AS sejak April, kesepakatan perdagangan yang dinanti-nanti belum juga tercapai. Hal ini meningkatkan tekanan politik dan ekonomi menjelang tenggat waktu yang kian dekat.

Dari sisi ekonomi domestik, survei kuartalan Bank of Japan menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi rumah tangga tetap tinggi pada kuartal kedua. Sekitar 85,1% responden memperkirakan harga akan naik dalam 12 bulan ke depan, hanya sedikit turun dari 86,7% pada Maret. Dari angka tersebut, 33,4% memperkirakan kenaikan signifikan, sementara 51,7% memperkirakan kenaikan moderat.

Untuk jangka waktu lima tahun, 83,1% rumah tangga memperkirakan harga akan lebih tinggi, dibandingkan 83,5% sebelumnya. Yang menarik, rumah tangga memperkirakan rata-rata kenaikan harga sebesar 12,8% untuk setahun ke depan, level tertinggi sejak September 2006—menunjukkan kekhawatiran inflasi yang mendalam di kalangan konsumen Jepang.

Di sektor korporasi, StemCell Institute (TYO:7096) mengumumkan kemitraan strategis dengan Big Rainbow Investment, yang terkait dengan Grup Sinar Mas dari Indonesia, untuk mendirikan perusahaan patungan 50:50 dalam memperluas layanan cell banking di Asia Tenggara. Operasi akan dijalankan oleh Stemcell Innovations yang berbasis di Singapura, dengan modal awal sebesar SG\$7 juta, dan ditargetkan mulai beroperasi pada Maret 2026. Proyek ini juga kemungkinan akan merambah penyimpanan oosit dan terapi regeneratif, dua bidang yang tengah naik daun dalam dunia bioteknologi.

Sementara itu, Toyokumo (TYO:4058) melaporkan penjualan bulan Juni sebesar 404 juta yen, tumbuh 57,8% dibandingkan tahun lalu. Penjualan untuk paruh pertama tahun fiskal 2025 juga naik 55,1% menjadi 2,25 miliar yen, mencerminkan pertumbuhan kuat di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Dari sektor farmasi, Towa Pharmaceutical (TYO:4553) mengonfirmasi bahwa kebakaran yang terjadi pada 14 Juli di pabrik Yamagata hanya merusak sebagian ruang mesin dan tidak menimbulkan korban. Bangunan lain di area tersebut tidak terdampak dan tetap beroperasi seperti biasa, menjaga kelangsungan produksi obat generik perusahaan.

Kesimpulan

Kenaikan saham Jepang mencerminkan harapan pasar terhadap tercapainya kemajuan dalam negosiasi perdagangan Jepang-AS yang semakin intensif menjelang tenggat waktu. Ditambah lagi, data ekonomi dan perkembangan korporasi menunjukkan dinamika positif, meskipun ekspektasi inflasi yang tinggi bisa menjadi tantangan jangka panjang. Dengan berbagai faktor global dan domestik yang terus bergulir, investor disarankan untuk mencermati arah kebijakan pemerintah dan pergerakan korporasi utama yang bisa menentukan tren pasar selanjutnya.

Rabu, 09 Juli 2025

Yen Jepang Melemah di Tengah Ketegangan Tarif Dagang dengan AS

 


Nilai tukar yen Jepang kembali merosot dan menembus level 147 per dolar AS pada hari Rabu, menandai penurunan untuk sesi ketiga berturut-turut. Pelemahan ini mencerminkan meningkatnya tekanan pasar terhadap mata uang Jepang, seiring memburuknya hubungan dagang antara Jepang dan Amerika Serikat, khususnya terkait proteksi Jepang atas pasar beras domestiknya yang menjadi titik gesekan utama.

Ketegangan memuncak setelah Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan tarif sebesar 25% atas berbagai produk Jepang, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang. Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif tersebut bersifat final—tanpa ruang untuk revisi atau penundaan—dan berlaku untuk 14 negara sekaligus, menambah tekanan pada mitra dagang utama Washington, termasuk Tokyo.

Pemerintah Jepang merespons dengan nada diplomatis namun tegas. Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyebut kebijakan tersebut sebagai "sangat disesalkan," namun menegaskan bahwa Jepang akan tetap melanjutkan dialog dengan pihak AS untuk mencari solusi yang adil dan saling menguntungkan. Pernyataan ini menunjukkan pendekatan negosiasi terbuka dari Jepang meskipun berada di bawah tekanan ekonomi dan politik yang signifikan.

Dari sisi moneter, Bank of Japan (BoJ) turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak jangka menengah dari kebijakan tarif ini terhadap stabilitas harga domestik. Anggota dewan BoJ, Junko Koeda, menyatakan bahwa bank sentral kini mengamati secara ketat potensi efek lanjutan terhadap inflasi inti, terutama dari kemungkinan lonjakan harga pangan seperti beras, yang merupakan komoditas strategis di pasar domestik Jepang.

Pelemahan yen dalam konteks ini juga memperlihatkan ketidakseimbangan yang dihadapi BoJ: di satu sisi, mata uang yang lebih lemah bisa meningkatkan daya saing ekspor Jepang, namun di sisi lain, dapat memicu tekanan inflasi impor, terutama di sektor pangan dan energi. Ketidakpastian kebijakan perdagangan global yang terus meningkat membuat ruang gerak kebijakan moneter Jepang semakin sempit.

Secara teknikal, jika tekanan terhadap yen terus berlanjut, potensi pelemahan lanjutan dapat membawa nilai tukar ke kisaran 148–149 per dolar dalam waktu dekat, terutama jika negosiasi bilateral tidak menunjukkan kemajuan. Para pelaku pasar kini menantikan rilis data ekonomi Jepang serta perkembangan lebih lanjut dalam perundingan dagang untuk menentukan arah tren nilai tukar berikutnya.

Dengan dinamika geopolitik yang kompleks dan risiko ekonomi yang meningkat, posisi yen akan sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar terhadap stabilitas kawasan serta kemampuan Jepang mempertahankan komitmennya terhadap kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.

Senin, 07 Juli 2025

Pasar Saham Eropa Stabil, Investor Cermati Langkah Perdagangan AS dan Ketegangan BRICS

 


Pasar saham Eropa bergerak stabil pada awal pekan ini, mencerminkan sikap hati-hati investor dalam menghadapi perkembangan terbaru terkait kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Indeks STOXX 50 bertahan di kisaran 5.300, sementara STOXX 600 berada datar di level 541. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh potensi tarif tambahan dari AS dan ketegangan geopolitik global menjadi latar utama pergerakan pasar yang tertahan.

Surat Peringatan Tarif AS Picu Spekulasi Baru

Presiden AS Donald Trump dijadwalkan mengirimkan sekitar selusin surat peringatan tarif secara formal kepada mitra dagang, sebagai bagian dari strategi memperketat posisi perdagangan global. Namun, masih belum jelas apakah negara-negara Uni Eropa akan termasuk dalam daftar tersebut. Trump sebelumnya juga menyampaikan rencana untuk memberlakukan tambahan tarif sebesar 10% kepada negara-negara yang dianggap berpihak pada aliansi BRICS—blok ekonomi yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.

Langkah ini meningkatkan kekhawatiran bahwa kebijakan perdagangan AS akan makin mengarah pada fragmentasi global, dan memicu perhitungan ulang oleh pelaku pasar terhadap risiko perdagangan internasional.

Penundaan Paket Tarif Utama Tahan Sentimen Pasar

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengonfirmasi bahwa penerapan paket tarif yang sebelumnya dijadwalkan berlaku mulai 9 Juli, kini ditunda hingga 1 Agustus. Penundaan ini memberikan waktu lebih bagi pasar untuk menyesuaikan ekspektasi, tetapi juga memperpanjang ketidakpastian yang membayangi keputusan investasi dan strategi lindung nilai perusahaan multinasional.

Di tengah penantian tersebut, minat risiko di pasar Eropa tampak tertahan, seiring investor menunggu arah kebijakan lebih jelas dari Washington.

Sektor Energi Tertekan Setelah Keputusan OPEC+

Saham-saham terkait energi mengalami tekanan setelah OPEC+ mengumumkan peningkatan produksi minyak mentah yang melebihi ekspektasi untuk bulan Agustus. Keputusan ini memicu penurunan harga minyak global, yang secara langsung berdampak pada kinerja perusahaan minyak dan gas di bursa Eropa. Sektor energi menjadi salah satu penyumbang pelemahan indeks regional pada sesi perdagangan kali ini.

Tekanan Tambahan dari Ketegangan Tiongkok-Uni Eropa

Di sisi lain, sektor kesehatan di Jerman mencatat pelemahan signifikan setelah Tiongkok memberlakukan sanksi balasan terhadap perangkat medis asal Uni Eropa. Saham Siemens Healthineers serta sejumlah perusahaan teknologi medis lainnya mengalami koreksi akibat sentimen negatif ini. Merck KGaA juga turut melemah setelah mendapat penurunan peringkat dari broker, menambah tekanan pada sektor kesehatan yang sebelumnya menjadi penopang pertumbuhan saham defensif.

Kesimpulan: Ketidakpastian Global Membentuk Pola Wait and See

Stabilitas indeks STOXX mencerminkan sikap waspada investor terhadap faktor-faktor eksternal yang belum sepenuhnya bisa diprediksi. Penundaan kebijakan tarif, ancaman terhadap mitra dagang AS, serta ketegangan antara Tiongkok dan Uni Eropa menjadi isu utama yang mempengaruhi arah pasar saham Eropa.

Dalam beberapa minggu mendatang, fokus utama investor akan tertuju pada tindak lanjut kebijakan perdagangan AS, respons dari negara-negara BRICS, serta dampak lanjutan dari eskalasi ketegangan ekonomi global. Bagi pelaku pasar, strategi selektif dan pemantauan aktif terhadap pergerakan geopolitik menjadi kunci dalam menyikapi volatilitas yang kemungkinan akan meningkat.

Sumber : newsmaker.id