Senin, 14 Oktober 2019

Rifan Financindo - Morgan Stanley: AS-China Belum Kelar, Waspada & Berisiko

Morgan Stanley: AS-China Belum Kelar, Waspada & Berisiko
Foto: Infografis/Saling balas serangan AS VS CHINA/Aristya Rahadian krisabella
Rifan Financindo - Kesepakatan parsial, bukan menyeluruh, yang dihasilkan AS dan China dianggap perlu di waspadai. Pasalnya deal yang dihasilkan berisiko karena tidak pasti.

Belum lagi, tidak adanya pernyataan dari kedua negara terhadap penundaan tarif yang tengah berlaku saat ini dan Desember nanti.
Baik AS dan China, hanya setuju menunda kenaikan tarif untuk Oktober 2019 ini.

"Belum ada arahan yang jelas soal pengurangan tarif yang tekah berlaku sekarang dan eskalasinya mengindikasikan ada risiko yang berarti," kata Morgan Stanley dalam sebuah catatan dikutip CNBC International, Minggu (13/10/2019).

Bank investasi itu menilai hal ini masih akan berisiko pada pertumbuhan ekonomi global. Sehingga pihaknya tidak melihat adanya rebound yang berarti terutama untuk banyak entitas bisnis.

"Jika AS mempertahankan perspektif menghentikan ekspansi China, perang dagang tentu akan berlanjut," kata perusahaan itu.

Sebelumnya dalam pernyataan pers, Presiden AS Donald Trump mengatakan pihaknya akan menunda kenaikan tarif 30% dari semula 25% pada US$ 250 miliar barang asal China. Dikatakannya draf tertulis akan diselesaikan dalam tiga minggu ke depan.

Perang Dagang AS-China Belum Selesai & Beresiko
Foto: Infografis/Saling balas serangan AS VS CHINA/Aristya Rahadian krisabella
Dalam fase pertama ini, kesepakatan perdagangan juga dibuat. Di mana AS akan membeli US$ 40 miliar -US$ 50 miliar produk pertanian China.

Evercore juga menilai perang dagang belum berakhir. "Kami tidak melihat pemotongan tarif bahkan di 2020 nanti, tapi kami siap untuk terkejut," katanya.

Ditegaskan bank investasi itu, selama tarif masih ada, Evercore menilai hubungan AS dan China masih buruk. "Tidak baik," tulis perusahaan itu.

Goldman Sachs melihat ada kemungkinan hingga 60%, bahwa kenaikan tarif 15% pada barang China per 15 Desember nanti akan benar diberlakukan. Meski demikian, lembaga ini mnegharap pemerintah AS akan mengambil langkah penundaan hingga 2020.

Sementara itu, JP Morgan mengatakan perjanjian awal ini merupakan perkembangan positif. Meski kesepakatan menghilangkan risiko penurunan ekonomi di kuartal berikutnya, namun perlambatan ekonomi tetap jadi tren.

Industri perbankan misalnya hanya akan tumbuh 6,2% pada 2019 dan 5,9% pada 2020.(sef/sef)
Sumber : CNBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar