Senin, 28 Oktober 2019

Tunggu The Fed, Bisakah Emas Menggila di Atas US$/1.500/Oz?

PT Rifan Financindo Berjangka
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
PT Rifan Financindo Berjangka - Harga emas dunia pekan ini diperkirakan akan menguat jelang pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve (The Fed) atau the Federal Open Marke Committee (FOMC).

Akhir pekan lalu harga emas dunia di pasar spot sempat melesat 1% ke level US$ 1.517,70/troy ons (Oz), dan hingga akhirnya ditutup pada level US$ 1.507,15/Oz atau naik 0.16%. 

Ini artinya harga emas sudah kembali lagi level harga US$ 1.500/Oz. Penyebabnya, ada kekhawatiran The Fed akan kembali menurunkan suku bunga acuan.

Katalis pemangkasan Fed Funds Rate dan kecemasan terjadinya resesi menjadikan komoditas emas diburu investor dan harganya melonjak.

Data piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 93,5% bank sentral AS akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).

Probabilitas tersebut terus bertahan di atas 90% setelah rilis data ekonomi AS yang mengecewakan Kamis malam kemarin.

Departemen Perdagangan AS melaporkan, pada pesanan barang tahan lama AS turun 1,1% di bulan September secara month-on-month (MoM). Sementara, pesanan barang tahan lama inti (tak memasukkan sektor transportasi) turun 0,3% MoM. Penurunan tersebut lebih buruk dari prediksi Forex Factory masing-masing pada 0,5% dan 0,2%.

Selain itu, hubungan AS-China yang kembali terlihat merenggang juga membuat pelaku pasar kembali ragu akan ditandatanganinya kesepakatan dagang antara kedua belah pihak. Emas sekali lagi mendapat keuntungan dari hal tersebut.

Mengutip Bloomberg yang mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui masalah tersebut, China berniat untuk meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 20 miliar dalam waktu satu tahun jika kesepakatan dagang tahap satu dengan AS bisa diteken.

Hal ini jelas berpotensi menimbulkan masalah baru. Pasalnya, AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk menambah pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun (bukan US$ 20 miliar seperti yang saat ini diberitakan).

Namun demikian, tren penguatan harga emas diprediksi sudah berakhir oleh Capital Economics. Lembaga riset makroekonomi ternama yang berbasis di London ini bahkan memprediksi harga emas akan merosot dua tahun ke depan. 

Melansir kitco.com, chief commodities economist di Capital Economics, Caroline Bain memproyeksikan harga emas dunia berada di kisaran US$ 1.350/troy ons di akhir 2020. "Tren kenaikan harga emas sudah berakhir," ujarnya.

Untuk tahun 2021, harga emas diprediksi masih akan turun lagi ke kisaran US$ 1.250/troy ons. Sementara untuk akhir tahun ini, harga emas diprediksi akan berada di kisatan US$ 1.500/troy ons. "Di tahun ini, harga emas diuntungkan oleh ketidakpastian ekonomi, peningkatan tensi geopolitik, serta pemangkasan suku bunga di AS" kata Bain.

Capital Economics memprediksi di tahun depan pertumbuhan ekonomi global akan membaik, yang membuat selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar meningkat, dampaknya emas tidak akan menarik lagi. Bain mengatakan "investasi terbaik" untuk tahun depan bukan logam mulia. (hps/hps)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar