Senin, 29 Juni 2020

Dear Investor, 'Cuaca' Sepertinya Tak Bersahabat, Sudah Siap?

Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
PT Rifan Financindo BerjangkaGempuran sentimen negatif telah membuat pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja yang kurang baik. Asing melepas kepemilikan sahamnya di bursa RI dan 'rupiah' pun mulai dibuang oleh investor.

Sepekan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,77%. Asing membukukan aksi jual bersih sebesar Rp 2,2 triliun di seluruh pasar dan IHSG gagal sentuh level psikologis 5.000. Namun koreksi IHSG tak terlalu buruk jika dibandingkan dengan indeks saham utama negeri tetangga (ASEAN).

Senada dengan IHSG, nilai tukar rupiah juga terdepresiasi terhadap dolar greenback 0,71% di sepanjang minggu kemarin. Di akhir perdagangan rupiah harus ditutup melemah ke Rp 14.150/US$ dan menjadi mata uang Asia dengan kinerja terburuk.


Rupiah yang terus menguat setelah menyentuh level penutupan terendah di pasar spot pada 23 Maret 2020 di Rp 16.550/US$, membuat investor tergoda untuk mencairkan keuntungannya.

Investor yang tadinya memborong (long) rupiah kini beralih untuk menjualnya (short). Berdasarkan survei dua mingguan Reuters, investor sudah mulai 'membuang' rupiah terindikasi dari angka yang berada di teritori negatif yang berarti investor mengambil posisi short terhadap mata uang RI.


Sementara di pasar surat utang negara (SUN), imbal hasil (yield) obligasi rupiah pemerintah Indonesia cenderung stabil dan ditutup di 7,194%.

Anjloknya harga aset-aset berisiko di dalam negeri tak terlepas dari berbagai berita buruk seperti lonjakan kasus infeksi virus corona (Covid-19) di berbagai negara, hingga ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) yang suram terkait perekonomian global dan Tanah Air.

Jumlah kasus di Indonesia telah mencapai angka 51.427 hingga Jumat (26/6/2020). Kini Indonesia menjadi pemimpin klasemen negara dengan jumlah kasus infeksi Covid-19 terbanyak di Asia Tenggara dan telah menyalip Singapura.

Di Indonesia jumlah kasus per hari yang dilaporkan mengalami fluktuasi cenderung meningkat dengan laju rata-rata kasus per harinya sepekan terakhir mencapai angka 1.000 kasus/hari.

Tidak dapat diketahui dengan pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Bagi negara-negara yang kurva epidemiologinya telah melengkung ke bawah kini harus waspada akan risiko gelombang kedua wabah seiring dengan relaksasi lockdown dan pembukaan ekonomi yang dilakukan.

Melihat berbagai realita yang ada, lembaga keuangan global IMF memangkas proyeksi pertumbuhan output global April lalu sebesar 1,9 poin persentase (pp) menjadi minus 4,9% pada 2020.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi RI pun dipangkas 1,8 pp menjadi -0,3% dari sebelumnya masih tumbuh minimalis di angka 1,5%.

Tidak hanya IMF saja yang memproyeksi ekonomi RI bisa minus tahun ini, bank terbesar di ASEAN yakni DBS juga 'meramalkan' hal yang sama. Dalam laporan terbarunya DBS memperkirakan ekonomi RI tahun 2020 bisa minus 1%.

Sementara itu jika mengacu pada proyeksi Bank Dunia, ekonomi Tanah Air tidak akan mencatatkan pertumbuhan tahun ini. Berbeda dengan Bank Dunia, BI memandang ekonomi RI bisa tumbuh di 0,9% - 1,9% tahun ini.

Berbeda lagi dengan proyeksi Menteri Keuangan yang memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2020 berpotensi mengalami kontraksi minus 0,14% pada skenario terburuk dan tumbuh 1% jika melihat skenario terbaiknya.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)

Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar