Jumat, 24 Mei 2019

The Fed: Perang Dagang Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi - Rifan Financindo

The Fed: Perang Dagang Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi
(Foto: REUTERS/Ann Saphir)
Rifan Financindo Palembang - Meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China menjadi ketidakpastian bagi dunia usaha dan dapat mengancam pertumbuhan ekonomi, kata empat pejabat bank sentral Federal Reserve, Kamis (23/5/2019).

Pernyataan itu mengindikasikan bahwa akhir dari perang dagang yang telah berlangsung selama 10 bulan itu akan menjadi faktor penting ketika para pembuat kebijakan The Fed mempertimbangkan sampai kapan pendekatan sabar mereka akan dipegang.

"Saya merasa data-data baik, namun sentimennya naik turun, sehingga jika kita mendapat kelonggaran atau penurunan ketidakpastian, saya memperkirakan momentum ekonomi akan positif untuk pertumbuhan," kata Presiden The Fed San Francisco Mary Daly dalam konferensi The Fed Dallas, Kamis, dilansir dari Reuters.

"Jika ketidakpastian masih ada, maka saya rasa ini juga akan berdampak pada keyakinan dan keyakinan ini berdampak pada investasi," lanjutnya.

Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin dan Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic yang berbicara di panel yang sama itu juga mengatakan ketidakpastian perdagangan dapat memukul pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, penyelesaian perang dagang itu dapat mendorong pertumbuhan.

"Saya memantau dengan sangat hati-hati bagaimana ketegangan perdagangan ini akan berkembang karena saya cemas apakah ini dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan atau tidak," kata Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan.

Pernyataan mereka itu muncul ketika para peneliti di The Fed New York mempublikasikan riset yang menunjukkan bahwa bea impor baru AS terhadap impor dari China akan membuat rumah tangga standar AS mengeluarkan biasa US$831 per tahun.

Presiden AS Donald Trump awal bulan ini mengatakan China telah mundur dari kesepakatan yang sedikit lagi tercapai. Ia kemudian resmi menaikkan bea impor terhadap produk China senilai US$200 miliar pada 10 Mei.

Beijing tak mau diam saja dan mengumumkan kenaikan bea masuk barang-barang AS senilai US$60 miliar mulai 1 Juni mendatang. (prm/prm)


Sumber : CNBC
 

Kamis, 23 Mei 2019

The Fed: Suku Bunga tak Akan Berubah Dalam Waktu Dekat - PT Rifan Financindo

The Fed: Suku Bunga tak Akan Berubah Dalam Waktu Dekat
Foto: Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell (REUTERS/Yuri Gripas)
PT Rifan Financindo Palembang - Para pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve tetap berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan moneter yang sabar sebagaimana terungkap dalam risalah pertemuan mereka awal bulan ini yang dirilis Rabu (22/5/2019).

Para central banker tersebut mengatakan suku bunga acuan sepertinya tidak akan berubah dalam waktu dekat.

Risalah pertemuan Federal Open Market Committee pada 1-2 Mei lalu itu juga menunjukkan bahwa para anggota komite menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk sepanjang tahun ini. Mereka juga mengatakan kekhawtiran sebelumnya terkait perlambatan ekonomi mulai reda.

Meskipun bank sentral secara umum berpandangan optimistis, komite memutuskan menahan bunga acuannya utamanya dengan alasan kurangnya tekanan inflasi, dilansir dari CNBC International.

"Para anggota mengamati bahwa pendekatan yang sabar untuk menentukan penyesuaian target kisaran federal funds rate di masa depan sepertinya akan tetap sesuai selama beberapa waktu ini, terutama di lingkungan pertumbuhan ekonomi yang moderat dan tidak adanya tekanan inflasi, bahkan jika ekonomi dan kondisi keuangan global terus membaik," bunyi risalah itu.

Selama beberapa pertemuan sebelumnya, para anggota komite telah menunjukkan kecemasan terkait melambatnya perekonomian global, negosiasi Brexit, dan perang dagang AS-China.

Namun, risalah dari pertemuan terakhir itu menunjukkan sikap yang lebih optimistis.

"Beberapa anggota mengamati bahwa beberapa risiko dan ketidakpastian yang membayangi proyeksi mereka di awal tahun telah berkurang, termasuk risiko yang terkait proyeksi pertumbuhan global, Brexit, dan negosiasi dagang," menurut notulen itu.


The Fed: Suku Bunga tak Akan Berubah Dalam Waktu Dekat
Foto: Ketua Dewan Federal Reserve AS Jerome Powell berpartisipasi dalam diskusi Economic Club di Washington, AS, 10 Januari 2019. REUTERS / Jim Young
"Dengan demikian, beberapa sumber ketidakpastian lainnya masih ada. Mempertimbangkan ekonomi global dan perkembangan keuangan begitu juga tiadanya tekanan inflasi, para peserta secara umum sepakat bahwa pendekatan yang sabar dalam menentukan penyesuaian kisaran target federal funds rate di masa depan masih sesuai," tegasnya.

Pertemuan itu berakhir tiga hari sebelum Presiden AS Donald Trump meluncurkan serangan baru terhadap China dengan menuduh Beijing mundur dari perjanjian yang hampir disepakati.

Gedung Putih kemudian menaikkan bea impor terhadap produk China pada 10 Mei yang dibalas Beijing tiga hari kemudian. (prm)

 

Rabu, 22 Mei 2019

Kemarin Melesat, Indeks Shanghai Kini Diterpa Profit Taking - Rifanfinancindo

Kemarin Melesat, Indeks Shanghai Kini Diterpa Profit Taking
Foto: REUTERS/Bobby Yip/File Photo
Rifanfinancindo Palembang - Aksi ambil untung menerpa bursa saham China pada perdagangan hari ini. Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai turun tipis 0,01% ke level 2.905,81. Sementara itu, indeks Hang Seng naik 0,35% ke level 27.753,54.

Maklum jika aksi ambil untung menghinggapi indeks Shanghai. Pasalnya pada perdagangan kemarin (21/5/2019), indeks Shanghai sudah melesat sebesar 1,23%. Melunaknya sikap AS terhadap China membuat saham-saham di Negeri Panda menjadi buruan investor pada perdagangan kemarin.

Seperti yang diketahui, pada pekan lalu Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.

Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 70 entitas terafiliasi dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.

Pada hari Senin (20/5/2019) waktu setempat, AS melunak dengan melonggarkan sejumlah larangan yang dikenakan pekan lalu terhadap Huawei.

Departemen Perdagangan AS mengizinkan Huawei untuk membeli barang-barang buatan AS selama 90 hari demi mempertahankan jaringan yang sudah ada saat ini dan menyediakan pembaruan (update) piranti lunak bagi ponsel-ponsel Huawei yang sudah ada saat ini, dilansir dari Reuters.

Pada hari ini, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan dirilis di China dan Hong Kong. 

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)


 

Selasa, 21 Mei 2019

Perang Dagang Bisa Dorong Ekonomi Global ke Jurang Resesi - Rifan Financindo

Perang Dagang Bisa Dorong Ekonomi Global ke Jurang Resesi
Foto: REUTERS/Jason Lee/File Photo
Rifan Financindo Palembang - Makin sengitnya saling balas bea impor antara Amerika Serikat (AS) dan China dalam perang dagang antara keduanya dapat membuat ekonomi global menuju resesi, menurut Morgan Stanley.

"Jika perundingan mandek, tidak ada kesepakatan yang dicapai dan AS mengenakan bea impor 25% terhadap berbagai produk China lainnya senilai US$300 miliar, kami melihat ekonomi global menuju resesi," kata kepala ekonom Morgan Stanley, Chetan Ahya, dalam catatan risetnya, Senin (20/5/2019).

Presiden AS Donald Trump telah mengenakan kenaikan bea masuk dari 10% menjadi 25% terhadap berbagai barang China senilai US$200 miliar. Negeri Tirai Bambu langsung membalas dengan menaikkan bea masuk terhadap produk AS senilai US$60 miliar mulai 1 Juni mendatang.


Tak hanya itu. Trump juga mengancam akan mengenakan bea impor terhadap produk China lainnya senilai US$325 miliar.


Memanasnya perang dagang itu mengguncang ekonomi global. Indeks S&P 500 di Wall Street ambrol 3,4% sejak Trump mengeluarkan ancamannya sementara Dow Jones Industrial Average amblas 800 poin.

Jika tidak ada penyelesaian yang dicapai kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu, para central bankers akan menyesuaikan kebijakan moneter mereka untuk mendukung ekonomi yang melambat, kata Morgan Stanley, dilansir dari CNBC International.

Ekonom tersebut memprediksi bank sentral AS Federal Reserve akan memangkas suku bunganya kembali ke 0% pada musim semi 2020. China akan kembali meningkatkan stimulus fiskalnya menjadi 3,5% dari produk domestik bruto (PDB), tambah Ahya.

"Namun, respons kebijakan yang reaktif dan transmisi kebijakan yang biasanya perlu waktu akan berarti bahwa kita mungkin tidak mampu mencegah pengetatan kondisi keuangan dan resesi global," ujarnya.

Sang ekonom juga memperingatkan bahwa investor bisa jadi meremehkan dampak perang dagang karena China dapat menerapkan halangan non-tarif berupa larangan pembelian. Sehingga, perusahaan-perusahaan kemungkinan tidak dapat meneruskan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen, tambah Ahya.


Sumber : CNBC
 

Jumat, 17 Mei 2019

Kondisi Ekonomi Global Bikin BI Pertahankan Suku Bunga Acuan - PT Rifan Financindo

Kondisi Ekonomi Global Bikin BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
Foto : BI/Perry Warjiyo
PT Rifan Financindo Palembang - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) telah diselenggarakan pada 15-16 Mei 2019. Dalam rapat tersebut, BI memutuskan untuk mempertahankan bunga acuannya di level 6% untuk kali kelima di 2019.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Mei 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Kamis (16/5/2019).

Salah satu alasan kuat bank sentral pertahankan bunga acuannya yakni ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat.

"Keputusan tersebut sejalan dengan menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat," tambahnya.

Dalam keterangannya, Perry menjelaskan, pihaknya juga akan tetap memastikan ketersediaan likuiditas di perbankan serta menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif antara lain dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 4% dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, dan kisaran Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) sebesar 84-94%.

Selain itu, BI, sambung Perry melihat dampak perang dagang yang terjadi saat ini lebih dirasakan oleh AS. Walaupun, imbuhnya, China juga terkena dampak secara langsung.

Adapun, lanjut Perry, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh kepada volume perdagangan dan harga komoditas global yang menurun, kecuali harga minyak yang naik pada periode terakhir dipengaruhi faktor geopolitik.

Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan dunia yang meningkat dipengaruhi oleh eskalasi perang dagang AS dan China sehingga kembali memicu peralihan modal dari negara berkembang ke negara maju, meskipun respons kebijakan moneter global mulai longgar.

Sehingga, kedua faktor ekonomi global yang kurang menguntungkan tersebut memberikan tantangan dalam upaya menjaga stabilitas eksternal baik untuk mendorong ekspor maupun menarik modal asing.

"Bank Indonesia akan terus mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian Indonesia dalam mempertimbangkan terbukanya ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," pungkas Perry. (prm)