Kamis, 03 September 2020

Yuan 'Raja' Mata Uang Dunia, Masih Jauh Pemirsah!

FILE PHOTO:  U.S. 100 dollar banknotes and Chinese 100 yuan banknotes are seen in this picture illustration in Beijing, China, January 21, 2016. REUTERS/Jason Lee/Illustration/File Photo
Foto: Ilustrasi Mata Uang Yuan dan Dolar AS (REUTERS/Jason Lee)
PT Rifan Financindo Berjangka - Dolar Amerika Serikat (AS) selama ini dipandang sebagai mata uang dominan karena jauh lebih banyak digunakan ketimbang mata uang negara lainnya. Namun belakangan, mata uang China, yuan, juga mulai menunjukkan kekuatannya.

Yuan telah meningkat cakupannya dalam cadangan global serta perdagangan internasional. Hal itu pun dianggap sebagai salah satu langkah awalnya menggantikan dominasi dolar sebagai mata uang cadangan dunia. Apa lagi nilai dolar telah melemah tajam dalam beberapa pekan terakhir.

Namun, tidak demikian menurut para analis. Meski keunggulan yuan di kancah internasional terus meningkat, tapi mata uang Negeri Tirai Bambu masih jauh tertinggal di belakang untuk dapat menyalip dominasi dolar AS.

Baik yuan maupun euro, yang terus bersaing dalam penguatan nilai dengan dolar, memiliki kekurangan, kata para analis.

"Namun, yuan China ditetapkan untuk menjadi lebih menonjol, dan memang penggunaan globalnya secara bertahap telah naik karena pengaruh ekonomi negara yang tumbuh," kata para analis, sebagaimana dilaporkan CNBC International, Kamis (3/9/2020).

Menurut ahli strategi investasi senior di Vontobel Asset Management, Sven Schubert ada sejumlah faktor yang bisa meningkatkan dominasi yuan di kancah global, di antaranya adalah teknologi dan dukungan investasi.

"Faktor-faktor seperti perang teknologi yang semakin memanas antara AS dan China, serta pengaruh Beijing yang semakin meningkat melalui inisiatif Belt and Road, juga penting dalam jangkauan dominasi yuan," kata Schubert.

"Berkat Belt and Road Initiative (BRI) China, pengaruhnya di kawasan Eurasia dan Afrika meningkat karena mengikat banyak negara ke sistem ekonominya, yang membuka jalan bagi yuan untuk menemukan jalannya lebih banyak lagi ke dalam kontrak perdagangan global," katanya.

Belt and Road Initiative (BRI) adalah proyek ambisius yang bertujuan untuk membangun jaringan kompleks jalur kereta api, jalan raya, dan laut yang membentang dari Cina hingga Asia Tengah, Afrika, dan Eropa. Ini juga bertujuan untuk meningkatkan perdagangan.

Salah satu cara lain yang bisa meningkatkan dominasi yuan adalah langkah dedolarisasi atau "buang dolar" yang sedang dilakukan China.

"China dan Rusia telah bekerja sama untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS," kata Schubert.

Menurut laporan tahunan terbaru dari Bank of Russia, negara tersebut meningkatkan bagian yuan dalam cadangannya, dari lebih dari 2% pada tahun 2018 menjadi lebih dari 14% pada tahun 2019. Pada saat yang sama, negara itu mengurangi bagian dolar AS dari sekitar 30% menjadi 9,7% saja.

"Aliansi itu telah mengakibatkan bagian dolar dalam pembayaran perdagangan antara China dan Rusia turun di bawah angka 50% untuk pertama kalinya pada kuartal pertama tahun 2020," menurut Schubert. "Secara keseluruhan, dalam lima tahun terakhir, pangsa dolar dalam penyelesaian perdagangan tersebut turun dari 90% menjadi 46%."

"Diukur dari segi kepentingan ekonomi, mata uang China saat ini kurang terwakili. Ini kemungkinan akan berubah seiring waktu," katanya.

Yuan sendiri kini menjadi mata uang keenam yang paling banyak digunakan dalam pembayaran internasional, dan digunakan sekitar 20% untuk transaksi perdagangan China, kata bank DBS yang berbasis di Singapura.

Di sisi lain, dominasi yuan bisa meningkat karena kini China telah menjadi mitra dagang terbesar bagi negara-negara ASEAN. Status itu menciptakan peluang untuk meningkatkan penggunaan yuan dalam penyelesaian perdagangan lintas batas, kata DBS.

Selain itu, pangsa yuan dalam cadangan global juga naik, dari 1% pada 2016 menjadi sekitar 2% saat ini, menurut data dari Dana Moneter Internasional (IMF).

Mata uang China juga telah menguat dalam beberapa pekan terakhir. Yuan dalam negeri diperdagangkan pada level terkuatnya dalam hampir 16 bulan pada hari Selasa, yaitu di level 6,8239 per dolar, menurut Reuters. Yuan offshore diperdagangkan di 6,8236 per dolar, level tertinggi sejak Juli 2019.

"Ketika ketegangan China-AS meningkat, mempromosikan renminbi (yuan) sebagai mata uang internasional juga dapat membantu China untuk memisahkan diri dari AS," kata Eswar Prasad, seorang profesor perdagangan di Cornell University.

"Namun, tidak mungkin secara serius menyaingi dolar sebagai mata uang dominan di pasar keuangan global dalam beberapa tahun mendatang." (sef/sef)
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar