Tampilkan postingan dengan label rifan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rifan. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 September 2019

Rifanfinancindo - Cuan Emas? Pekan Ini The Fed Umumkan Bunga Acuan

Cuan Emas? Pekan Ini The Fed Umumkan Bunga Acuan
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Rifanfinancindo - Harga emas dunia pekan ini tampaknya akan mulai terkonsolidasi dengan harapan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan. Jika itu terjadi bukan tidak mungkin harga emas mulai pasang ancang-ancang naik.

Salah seorang investor veteran di Wall Street, Mark Mobius, beberapa kali menyampaikan hal tersebut. Era suku bunga rendah akan membuat banyak investor mengalihkan dana dengan membeli emas.

"Emas fisik adalah sebuah pilihan, menurut saya, kerena peningkatan luar biasa dalam jumlah uang yang beredar," kata Mobius, mitra pendiri Mobius Capital Partners.

"Semua bank sentral mencoba menurunkan suku bunga, mereka memompa uang ke dalam sistem (keuangan). Kemudian, Anda memiliki semua cryptocurrency yang masuk, jadi tidak ada yang benar-benar tahu berapa banyak mata uang di sana," tambahnya.

Pernyataan tersebut buka pepesan kosong. Pasalnya, kebijakan suku bunga rendah merupakan respons atas situasi ekonomi kurang baik, bahkan diramalkan ekonomi global akan mengalami resesi.

Presiden AS Donald Trump beberapa kali berteriak melalui akun twitternya, menyerukan agar The Fed mengambil langkah konkret memotong suku bunga. Bila perlu suku bunga acuan dibuat negatif, agar perbankan menyalurkan kredit untuk membantu sektor riil lebih ekspansi dan ekonomi AS bergerak lagi.

Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) sudah terlebih dahulu melakukan hal tersebut pada hari Kamis pekan lalu dengan memangkas suku bunga deposito (deposit facility) sebesar 10 basis poin (bps) menjadi -0,5%, sementara main refinancing facility tetap sebesar 0% dan suku bunga pinjaman (lending facility) juga tetap sebesar 0,25%.

Selain memangkas suku bunga, bank sentral pimpinan Mario Draghi ini juga mengaktifkan kembali program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing yang sebelumnya sudah dihentikan pada akhir tahun lalu.

Program pembelian aset kali ini akan dimulai pada 1 November dengan nilai 20 miliar euro per bulan. Berdasarkan rilis ECB yang dilansir Reuters, QE kali ini tanpa batas waktu, artinya akan terus dilakukan selama dibutuhkan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian zona euro.

Paket kebijakan ECB tersebut likuiditas di pasar berpotensi melimpah. Pasar saham dalam kondisi ekonomi sulit seperti sekarang ini tentu menjadi kurang menarik karena bisa dipastikan kinerja perusahaan yang tercatat di bursa akan mengalami tekanan.

Demikan pula pasar obligasi, sudah jadi hukumnya jika bunga acuan rendah maka yield obligasi akan ikut menyusut.

Artinya, dalam situasi seperti ini tak ada banyak pilihan tempat berinvestasi. Emas akan menjadi pilihan yang paling menarik bagi pemodal dunia.

Artinya pengumuman dari The Fed menjadi hal penting untuk menentukan arah pergerakan emas. Berdasarkan piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 79,6% suku bunga akan dipangkas 25 basis poin (bps) menjadi 1,75%-2%.

Emas Investasi Aman untuk Semua Tipe Investor
Pemangkasan suku bunga tersebut kemungkinan besar akan terjadi, tapi yang paling menjadi perhatian adalah panduan kebijakan The Fed. Jika The Fed mengindikasikan akan agresif memangkas suku bunga, emas berpotensi kembali menguat dan akan bersinar di bulan September.

Namun, jika The Fed mengindikasikan tidak akan agresif dalam memangkas suku bunga, September kelabu bagi emas akan terulang kembali.

Dalam dua pekan terakhir, harga emas mengalami tekanan karena ada sentimen positif dari hubungan dangan AS dengan China. Dua negara kekuatan ekonomi terbesar di dunia ini akhirnya bersepakat untuk kembali ke meja perundingan membahas masalah tarif impor yang sempat menyulut terjadi perang dagang.

Pada akhir perdagangan pekan lalu, harga emas melemah sudah turun ke level US$ 1.488,45/troy ons. Padahal harga emas sempat reli dan menyentuh level tertinggi dalam 6 tahun terakhir ke US$ 1.556/troy ounce.

Pada 6 September 2011, sebenarnya harga emas sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,30/troy ons. Namun setelah mencapai harga tertinggi tersebut harga emas anjlok hampir 11%.

Di pekan ini, pelaku pasar keuangan berharap damai dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China semakin menunjukkan kemajuan. Tentu ini menjadi sentimen yang kurang baik untuk emas.

Kabar terakhir menyebutkan, pemerintah Tiongkok pada hari Rabu menghapus pengenaan bea masuk untuk importasi 734 produk AS di antaranya daging sapi, daging babi, kedelai, dan tembaga.

Presiden AS Donald Trump memuji langkah ini. Menurut Trump, Beijing sudah melakukan langkah besar.

"Mereka (China) pernah membuat sejumlah kebijakan yang cukup baik. Saya rasa ini gestur yang baik. Namun yang sekarang adalah langkah besar," kata Trump, seperti diwartakan Reuters.

Tebaru pada Kamis (12/9/2019) waktu AS, Presiden Trump mengatakan kepada wartawan bahwa dia ingin menandatangani perjanjian penuh dengan Beijing, namun dia membuka opsi untuk mencapai kesepakatan sementara.

"Bayak orang membicarakannya, saya melihat banyak analis mengatakan kesepakatan sementara - artinya kita akan mendahulukan yang mudah dulu. Tetapi tidak ada yang mudah atau sulit. Ada kesepakatan atau tidak ada kesepakatan. Tapi itu sesuatu (opsi) yang akan kita pertimbangkan, kurasa," ujar Trump seperti dikutip CNBC International.

Tentunya jangan lupa, jika anda pemodal domestik ingin berinvesatasi emas, bisa melirik Emas Antam yang pekan lalu terkoreksi Rp 5.000/gram. 


Cuan Emas? Pekan Ini The Fed Mau Umumkan Bunga Acuan
Foto: Infografis/ Pergerakan Emas Sepekan 09-13 September 2019/Aristya Rahadian Krisabella
(hps/hps)

Jumat, 13 September 2019

Rifan Financindo - Sambut Kebijakan ECB, Bursa Tokyo Dibuka Menguat

Sambut Kebijakan ECB, Bursa Tokyo Dibuka Menguat
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)
Rifan Financindo - Bursa Tokyo dibuka menguat pada pembukaan perdagangan Jumat (13/9/2019). Kekhawatiran investor sedikit mereda setelah Bank Sentral Eropa (ECB) mengumumkan kebijakan stimulus Kamis waktu setempat.

Nikke 225 naik 0,59% atau 128,72 poin ke 21.888,33. Sementara Topix naik 0,26% atau sekitar 4,12 poin menjadi 1.599,22.

"Kita bersyukur setelah pertemuan dewan ECB, ada pula harapan kemajuan dalam pembicaraan perdagangan AS-Cina, mendorong awal yang kuat di pasar," tulis laporan Okasan Online Securities sebagaimana dilansir AFP.

Sebelumnya, bursa saham AS Wall Street kembali reli pada penutupan perdagangan, Kamis. Dow Jones Industrial Average mengakhiri hari dengan kenaikkan 0,2% ke 27.182,45 alias meningkat tujuh sesi berturut-turut.

S&P 500 yang berbasis luas naik 0,3% dan ditutup pada 3.009,57. Sementara Nasdaq Composite Index yang kaya saham-saham teknologi juga naik 0,3% menjadi 8.194,47. (sef/sef)

Kamis, 12 September 2019

PT Rifan Financindo - BJ Habibie Wafat: Selamat Jalan Bapak Teknologi Indonesia

PT Rifan Financindo - Indonesia berduka. Indonesia kehilangan salah satu putra bangsa berprestasi sekaligus pemimpin yang dicintai.

Presiden RI ke-3 Dr. Ing Bacharuddin Jusuf Habibie atau biasa dipanggil BJ Habibie tutup usia Rabu (11/9/2019). Habibie meninggal di RSPAD Gatot Soebroto dalam usia 83 tahun.

Lalu bagaimana kronologis meninggalnya Bapak Teknologi Indonesia ini? Berikut infografis CNBC Indonesia. 

BJ Habibie Wafat: Selamat Jalan Bapak Teknologi Indonesia 
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
Rifanfinancindo

Rabu, 11 September 2019

Rifanfinancindo - Data Global Belum Pasti, Wall Street Berakhir Campur Aduk

Data Global Belum Pasti, Wall Street Berakhir Campur Aduk
Foto: Wall Street/Brendan McDermid | Reuters
Rifanfinancindo - Bursa AS Wall Street bergerak beragam pada perdagangan Selasa (10/9/2019). Meski dua indeks yakni Dow Jones dan S%P 500 ditutup naik, namun pelemahan terjadi di indeks berbasis teknologi Nasdaq.

Dow Jones naik 0,3% menjadi 26.909,43. Sementara S&P 500 naik tipis 0,1% menjadi 2.979,39. Sementara indeks Nasdaq merosot 0,1% ke 8.084,16.

Meski demikian, saham Apple naik 1,2% karena peluncuran iPhone baru yang dibandrol dengan harga lebih rendah US$ 699. Peluncuran terkait upaya perusahaan menggenjot pasar smart phone yang tengah lesu.

Menurut analis AS, sebagaimana dikutip dari Reuters, pasar fokus melihat perkembangan perang dagang dan juga stimulus yang akan diberikan bank sentral. Negosiasi dengan AS diperkirakan akan membawa China, kembali membeli produk pertanian AS.

Investor pun berharap bank sentral AS The Federal Reserves (The Fed) dan bank sentral Eropa (ECB) menurunkan suku bunga untuk meningkatkan ekonomi global. Bahkan Jerman menyarankan negara tersebut untuk siap menghadapi kemungkinan resesi dengan paket stimulus.

"Pergeseran ke arah orientasi nilai telah terjadi," kata Robert Pavlik, kepala strategi investasi, manajer portofolio senior di SlateStone Wealth LLC di New York.

"Orang-orang mencari area pasar yang mungkin masuk akal dan mencari untuk mengurangi risiko dalam portofolio mereka,".(sef/sef)
 

Selasa, 10 September 2019

Rifan Financindo - Dilanda Profit Taking, Indeks Shanghai ke Zona Merah

https://akcdn.detik.net.id/visual/2019/07/15/0b573ce9-fbae-4e41-9d60-42c7ead29d62_169.jpeg?w=715&q=90
Foto: Shanghai Stock Exchange ( REUTERS/Issei Kato)
Rifan Financindo - Bursa saham China ditransaksikan melemah pada hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai melemah 0,39% ke level 3.013,06, sementara indeks Hang Seng menguat 0,24% ke level 26.744,57.

Bursa saham China melemah seiring dengan aksi ambil untung. Maklum saja, dalam enam hari perdagangan terakhir indeks Shanghai sudah mencetak apresiasi. Jika ditotal, apresiasi dalam periode enam hari tersebut mencapai 4,8%.

Di sisi lain, sentimen yang mewarnai perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong terbilang positif. Kemarin (9/9/2019), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai kesepakatan terkait dengan konsep pengawasan yang akan digunakan untuk kesepakatan dagang kedua negara nantinya, melansir CNBC International.

Mnuchin menambahkan bahwa perbincangan di level wakil menteri akan digelar pada bulan ini, diikuti dengan negosiasi tatap muka di level yang lebih tinggi pada awal Oktober.

Seperti yang diketahui, hubungan AS dan China sempat kembali memanas pasca pada tanggal 1 September AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.

Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.

Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.

Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember. 

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
Rifanfinancindo 

Senin, 09 September 2019

PT Rifan Financindo - Awas, Demo Hong Kong Makin Tak Terkendali

Awas, Demo Hong Kong Makin Tak Terkendali
Foto: Demo Anti Ekstradisi di Bandara Hongkong (REUTERS/Anushree Fadnavis)
PT Rifan Financindo - Bentrokan kembali terjadi antara petugas polisi dengan pengunjuk rasa dalam demo Hong Kong pada hari Minggu (8/9/19).

Dalam demo di distrik perbelanjaan kelas atas Causeway Bay itu polisi Hong Kong menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa setelah ribuan demonstran berkumpul di Konsulat Amerika Serikat (AS) untuk meminta bantuan bagi wilayah yang masih dikuasai China itu.

Akibat hal itu, para demonstran berpencar ke wilayah Admiralty di dekatnya, ke distrik bar Wan Chai dan ke Causeway Bay, di mana aksi kejar-kejaran kembali terjadi. Demo Minggu kemarin merupakan lanjutan dari demo anti pemerintah yang sudah terjadi sekitar tiga bulan terakhir di salah satu pusat keuangan dunia itu.

Para pendemo juga dilaporkan membentuk barikade dengan pagar logam, menghancurkan jendela, menyalakan api dengan membakar kotak kardus di jalanan dan merusak stasiun metro MTR di Central, distrik paling maju dari bekas jajahan Inggris itu.

Distrik Central, tempat bagi berbagai bank, toko perhiasan, dan pusat perbelanjaan bermerek, dipenuhi grafiti, pecahan kaca, dan batu bata yang dihancurkan pendemo.

"Kita tidak bisa pergi karena ada polisi anti huru hara," kata seorang pengunjuk rasa bernama Oscar di Causeway Bay. "Mereka menembakkan gas air mata dari stasiun. Kami sedang menuju ke North Point," tambah lelaki berusia 20 tahun itu, mengutip Reuters.

Demo ini terjadi setelah pekan lalu Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengumumkan penarikan penuh dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang telah memicu demo. Pengumuman Lam ditujukan untuk mengakhiri demo. Namun, nampaknya langkah yang diambilnya itu gagal menenangkan pendemo.

RUU yang menjadi akar demo itu memungkinkan pelaku kriminal Hong Kong untuk diekstradisi ke daratan China dan diadili di pengadilan yang dikendalikan oleh Partai Komunis. Warga Hong Kong tidak terima dengan hal itu, menganggap langkah itu bisa merenggut kebebasan kota itu. selain itu, Hong Kong juga memiliki peradilan independen yang berasal dari pemerintahan Inggris meski masih menjadi wilayah China. (sef/sef)
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
Rifanfinancindo

Jumat, 06 September 2019

Rifanfinancindo - Ini Dia Pemenang Perang Dagang AS vs China

Rifanfinancindo - Pada hari September Amerika Serikat (AS) resmi memberlakukan tahap pertama kenaikan tarif 15% pada US$ 300 miliar barang asal China.

Sementara China juga mulai memberlakukan tarif tambahan pada beberapa barang AS senilai US$75 miliar. Tarif tambahan senilai 5% dan 10% dikenakan pada 1.717 barang dari total 5.078 produk yang berasal dari AS.

AS juga berencana untuk menaikkan tarif masuk menjadi 30% dari 25% yang sudah diberlakukan pada impor China senilai US$ 250 miliar mulai 1 Oktober.

Akibat serangkaian peningkatan dalam perang dagang dua ekonomi terbesar dunia ini, pasar saham telah mengalami pergerakan yang brutal sepanjang tahun ini.

Oleh karenanya, banyak investor yang mulai ragu pada prospek pengembalian dari investasi di sektor ini. Sebagai hasilnya, aset aman (safe haven) lainnya seperti emas menjadi banyak diincar.

Selain itu, perang dagang yang sudah berlangsung sejak awal 2018 ini telah membuat berbagai perusahaan yang beroperasi di kedua negara kalang kabut.

Ancaman tarif telah membuat mereka terpaksa melakukan berbagai upaya untuk melindungi keuntungan, di antaranya seperti melakukan efisiensi bisnis dan menaikkan harga produk. Bahkan, cukup banyak juga perusahaan yang memutuskan untuk memindahkan operasinya keluar AS dan China.

Di benua Amerika, negara yang umumnya dijadikan tempat pelarian dari tarif China adalah Brazil. Sementara di Asia, ada beberapa negara yang menjadi tujuan utama kepindahan perusahaan asal China, yaitu Vietnam, Malaysia dan India.

Seberapa banyak negara-negara asia ini diuntungkan perang dagang? Berikut rinciannya. (sef/sef)
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
Rifanfinancindo 

Kamis, 05 September 2019

Rifan Financindo - Bumi Makin Tua, Komplikasi Penyakit Ekonomi Berujung Resesi

Foto: Arie Pratama
Rifan Financindo - 5,45 miliar tahun, itulah usia bumi saat ini, berdasarkan data dari space.com. Ketika peradaban manusia mulai menguasai bumi yang tua ini, masalah-masalah yang dihadapi semakin kompleks. Scarcity atau kelangkaan adalah masalah utama yang bagi umat manusia. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas dihadapkan dengan terbatasnya alat pemuas kebutuhan.

Semakin tua usia bumi, peradaban semakin maju, roda perekonomian di masing-masing negara berputar untuk memenuhi kebutuhan manusia. Negara-negara berlomba-lomba meningkatkan aktivitas ekonomi untuk menyejahterakan warganya, menjadi negara maju atau menjadi negara kaya di bumi ini.

Perputaran roda perekonomian tentunya tidak selalu berjalan mulus, ada "penyakit-penyakit" yang dihadapi, misalnya tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, inflasi dan lain-lain.

Layaknya penyakit pada manusia, penyakit perekonomian bisa diobati oleh pemerintah negara masing-masing.

Tetapi kini penyakit ekonomi di bumi ini sepertinya semakin berkomplikasi, ujungnya bisa membawa resesi berjamaah. Resesi merupakan penyakit perekonomian yang paling ditakuti.

Suatu perekonomian dianggap mengalami resesi  ketika tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negatif atau berkontraksi untuk dua kuartal berturut-turut secara tahunan (year-on-year/YoY) atau lebih.

Resesi bisa dikatakan ujung dari penyakit-penyakit ekonomi. Resesi terjadi di kala semua sendi-sendi perekonomian mengalami kemerosotan. National Bureau of Economic Research, lembaga non-profit yang melakukan riset ekonomi, menggunakan lima indikator yang bisa menunjukkan resesi, yakni penurunan pendapatan riil, pasar tenaga kerja yang memburuk, kesehatan sektor manufaktur, penurunan penjualan grosir dan ritel, serta estimasi PDB bulanan.

Ketika resesi terjadi, pada akhirnya akan memberikan dampak buruk yang lebih besar lagi jika tidak segera diatasi. Tingkat kepercayaan investor bisa menurun, investasi Macet. Tanpa investasi, dunia usaha tidak bisa berekspansi, adanya pemutusan hubungan kerja, tingkat pengangguran akan meningkat, daya beli masyarakat turun, dan seterusnya hingga menimbulkan keruntuhan perekonomian. (pap/dru)

Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
Rifanfinancindo

Rabu, 04 September 2019

PT Rifan Financindo - Hati-Hati, The Fed Indikasikan Enggan Pangkas Suku Bunga

Hati-Hati, The Fed Indikasikan Enggan Pangkas Suku Bunga
Foto: BOE Tahan Suku Bunga Acuan (CNBC Indonesia TV)
PT Rifan Financindo - Bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserves (The Fed) sepertinya tidak akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Apalagi melihat kondisi ekonomi AS yang cukup solid seperti saat ini.

Hal ini diutarakan salah satu pejabat The Fed, Presiden Federal reserve of Boston Eric Rosengren. Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi AS masih stabil, pengeluaran konsumen juga masih kuat. Apalagi, indikator inflasi juga masih rendah dan kenaikan upah tetap ada.

"Maka dalam pandangan saya tidak diperlukan tindakan kebijakan segera," kata Rosengren sebagaimana dilansir CNBC Indonesia dari AFP, Rabu (4/9/2019). 
Komentar pejabat The Fed ini dikeluarkan menjelang 2 minggu sebelum pertemuan pembahasan penentuan tingkat suku bunga. Pada tanggal 17-18 September mendatang, The Fed akan menggelar pertemuan guna menentukan tingkat suku bunga acuan terbarunya.

Sebagian pelaku pasar begitu yakin The Fed akan mengambil sikap dovish. Mengutip situs CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 3 September 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 97,3%.

Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 50 bps berada di level 2,7%. Pernyataan pejabat the Fed ini kemungkinan disambut negatif pasar.

Sebelumnya, dalam simposium tahunan di Jackson Hole, Wyoming, Gubernur The Fed Jerome Powell sempat mengeluarkan pernyataan yang mengindikasikan pemangkasan suku bunga. The Fed akan melakukan apa yang mereka bisa untuk mempertahankan ekspansi ekonomi yang saat ini tengah dirasakan di AS.

"Tantangan bagi kita sekarang adalah untuk mengeksekusi kebijakan moneter yang bisa mempertahankan ekspansi (ekonomi) sehingga manfaat dari kuatnya pasar tenaga kerja bisa dirasakan oleh mereka yang belum merasakannya, dan sehingga tingkat inflasi bergerak dengan stabil di kisaran dua persen," kata Powell, dilansir dari CNBC International.

Namun kemudian, nada hawkish keluar dari mulut Powell. Dirinya menyebut bahwa melihat perkembangan sekarang The Fed tidak akan terlalu agresif. (sef/sef)

Selasa, 03 September 2019

Rifanfinancindo - Tidak Ada Aksi Jual Saham, Yen Jadi Loyo

Tidak Ada Aksi Jual Saham, Yen Jadi Loyo
Foto: Mata Uang Yen. (REUTERS/Yuriko Nakao/Files)
RifanfinancindoMata uang yen Jepang mengakhiri perdagangan Senin (2/8/19) dengan menguat tipis 0,08%, padahal di awal perdagangan melesat menguat cukup signifikan. Babak baru perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China tidak memicu aksi jual di bursa saham, sehingga yen tidak terlalu diburu pelaku pasar sebagai aset aman (safe haven).

Bursa utama saham Asia berakhir variatif pada Senin kemarin, indeks Nikkei yang melemah juga tidak terlalu tajam (-0,4%), indeks Shanghai Composite China malah berakhir menguat 1,31%. Bursa saham Eropa malah semuanya menghijau, sementara bursa saham AS libur pada Senin kemarin.

Pada hari ini, Selasa (3/9/19) pukul 7:28 WIB, yen berbalik melemah tipis 0,07%, diperdagangkan di kisaran 106,28/US$ di pasar spot, melansir daya Refinitiv.

Pada 1 September lalu, AS mulai mengenakan bea masuk 15% untuk importasi produk asal China senilai US$ 125 miliar di antaranya smartwatch, televisi layar datar, dan alas kaki. Sebelumnya, total produk China yang sudah terkena bea masuk di AS mencapai US$ 250 juta. 

Sementara China mengenakan bea masuk 5-10% untuk importasi produk made in the USA senilai US$ 75 miliar. Bea masuk baru ini mencakup 1.717 produk, termasuk minyak mentah. Ini adalah kali pertama minyak asal AS dibebani bea masuk di China. 

Resmi berlakunya tambahan tarif impor tentunya membuat pertumbuhan ekonomi global terancam semakin melambat.

Tapi, data ekonomi China menunjukkan kejutan, indeks aktivitas manufaktur di bulan Agustus menunjukkan ekspansi. Data yang dirilis oleh Caixin tersebut menunjukkan angka indeks manajer pembelian (purchasing managers' index/PMI) sebesar 50,4, naik dari bulan sebelumnya 49,9.

Indeks PMI dari Markit menggunakan angka 50 sebagai batas, di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang menurun sementara di atas 50 berarti ekspansi atau perusahaan-perusahaan manufaktur meningkatkan kegiatan usahanya.

Di tengah perang dagang yang kembali membara, ekspansi manufaktur tentunya menjadi kejutan, ini berarti ada permintaan yang cukup tinggi untuk produk-produk dari China. Hal tersebut membuat minat investor terhadap aset berisiko membaik, dan permintaan akan aset safe haven seperti yen berkurang. (pap)
Sumber : CNBC
 

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Senin, 02 September 2019

Rifan Financindo - Tarif Gojek Cs di Seluruh RI Naik, Begini Respons Pengguna

Foto: Ilustrasi Grab bike (Istimewa Grab Indonesia)
Rifan Financindo - Tarif baru ojek online (ojol) mulai berlaku penuh di seluruh wilayah RI mulai Senin (2/9/2019) hari ini. Tarif baru ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 tahun 2019.

Gojek memberlakukan tarif baru di 221 kota, sedangkan Grab akan menerapkan di 224 kota. Kenaikan tarif ini ternyata tidak hanya berlaku untuk dua aplikator besar tersebut.

Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, Ahmad Yani, menegaskan, aturan itu wajib dipatuhi semua aplikator penyedia layanan ojek online.

"Itu kita sudah sampaikan ke mereka bahwa you tarifnya harus sesuaikan dengan itu," ungkap Ahmad Yani kepada CNBC Indonesia, Jumat (30/8/2019).

Selain Grab dan Gojek, terdapat sejumlah aplikator lain yang memang selama ini sudah berkoordinasi dengan Kemenhub. Ahmad Yani menyebut, sosialisasi mengenai tarif sudah disampaikan juga kepada aplikator Cyberjek dan Maxim.

"Saya sudah sampaikan semua. Misalnya Cyberjek bahwa ada aturan, mereka harus ikuti aturan ini. Kemudian juga Maxim," tuturnya.
 
Mendapat Penolakan
Penerapan tarif baru ini mendapatkan penolakan dari banyak pengguna ojol. Penolakan ini karena, tarif Gojek dan Grab dinilai akan semakin mahal.

"Saya keberatan dengan tarif yang diberlakukan sekarang, apalagi saya cukup sering mengandalkan ojol untuk bekerja. Sehari bisa habis Rp 30 ribu, gimana kalau udah naik," ujar Efrem, salah satu pengguna setia ojol di Jakarta, kepada CNBC Indonesia, Minggu (1/8/2019). Efrem bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta dengan mobilitas tinggi.

Namun, pengguna setia Gojek dan Grab lainnya menilai, tidak masalah naik jika masih tetap diberikan promo. Promo dinilai akan sangat membantu dalam menggunakan transportasi online tersebut.

"Mahal deh pasti, [tarif] sekarang aja kalau deket aja jadi mahal pasti. Tapi semoga ada diskon," ujar Nia (32) yang juga pelanggan setia Gojek dan Grab. Ia berganti-ganti menggunakan dua aplikator ride-hailing ini.

Perempuan yang tinggal di Bekasi, Peti, juga berada pada pilihan yang sulit sebagai pengguna. Pelanggan setia ojol ini mengatakan setuju dan tidak setuju dengan tarif baru ini. Setuju jika tarif promo tetap berlaku sehingga tidak terlalu memberatkan keuangan.

Tak ada Lagi Tarif Murah Gojek & Grab

"Saya 50:50, selama promo ojol masih banyak saya agak terbantu dengan naiknya tarif. Contohnya selama tarif jarak terdekat dari stasiun Cawang ke Mampang sekarang Rp 10 ribu, dengan adanya promo Grab saya mengeluarkan ongkos Rp 4 ribu sekali jalan," jelas Peti, yang bekerja di salah satu perusahaan di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan ini.

Namun, jika tarif promo dihilangkan maka ia memilih untuk menggunakan moda transportasi lain.

"Tapi kalau promo juga dihilangkan mungkin akan beralih ke tTransjakarta atau bawa kendaraan pribadi yang akan semakin menambah polusi," tambahnya.

Sementara itu, pelanggan setia ojol lainnya mengatakan tidak masalah dengan adanya tarif baru. Meski tarif naik, ia menilai tidak akan signifikan sehingga tidak terlalu menguras kantong.

"Harga naik tapi enggak signifikan, dan masih wajar dibanding dengan ojek pangkalan yang mematok harga sembarangan. Saya rasa tidak terlalu berpengaruh mengingat terbantunya masyarakat oleh ojol," kata Randu Hedi Pradipta (26), seorang pekerja swasta.

Skema Tarif
 
Sebagai informasi, dalam keputusan tarif baru ini, ada dua komponen penyusun tarif ojek online. Pertama, biaya langsung yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan biaya tidak langsung yang ditetapkan aplikator dengan besaran maksimal 20% dari total biaya langsung.

Sebelumnya, sudah dilakukan uji coba tarif baru ini sejak 1 Mei 2019. Uji coba ini dilakukan di 8 kota di Indonesia. Selanjutnya, pelaksanaannya dilakukan bertahap dan dipastikan akan mulai berlaku esok hari.

Kemenhub menyusun tarif langsung berdasarkan zonasi:
  • Zona I (Sumatera, Jawa, Bali kecuali Jabodetabek): Rp 1.850-2.300 per km dengan biaya minimal Rp 7.000-10.000
  • Zona II (Jabodetabek): Rp 2.000-2.500 per km dengan biaya minimal Rp 8.000-10.000
  • Zona III (Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan lainnya): Rp 2.100-2.600 dengan biaya minimal Rp 7.000-10.000.
Untuk pengawasannya, Kemenhub akan menggandeng 25 Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) di seluruh Indonesia dan Dinas Perhubungan (Dishub) setempat.

Dua aplikator besar mendukung kenaikan tarif ini. Senior VP Public Policy and Government Relations Gojek, Panji Ruky bahkan menyampaikan apresiasi atas penerapan ini.

"Kami senantiasa mendukung upaya pemerintah untuk mengedepankan layanan ojol, menyejeterahkan mitra pemgemudi, dan perbaiki layanan," ungkapnya.

Dia berharap ojol tetap menjadi prioritas perhatian pemerintah. Di sisi lain, dia memastikan tarif ojol tidak akan melanggar aturan yang telah ditetapkan.

Senada, Head of Strategy & Planning Public Affairs Grab Indonesia, Tirza R. Munusamy juga mendukung penerapan menyeluruh ini. Grab bahkan punya persiapan khusus untuk realisasi aturan.

"Disiapkan alogoritma juga supaya sesuai dengan KM 348/2019. Survey ke mitra pengemudi juga sangat positif, baik buat pendapatan mereka. Semoga bisa buat mitra pengemudi dan pengguna lebih sejahtera," tandasnya. (hps/hps)
 

Jumat, 30 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - China Berniat Damai Dengan AS, Yen "Gak" Seksi Lagi

China Berniat Damai Dengan AS, Yen
Foto: Mata Uang Yen. (REUTERS/Yuriko Nakao/Files)
PT Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (29/8/19) kemarin. Munculnya harapan akan adanya pertemuan AS-China membuat permintaan akan aset aman atau safe haven seperti yen berkurang.

Pada pagi ini, Jumat (30/8/19) pukul 7:08 WIB, yen diperdagangkan di level 106,51/US$ atau stagnan dibandingkan penutupan perdagangan Kamis di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pada Kamis kemarin, yen melemah 0,37%.
Mengutip Reuters, Kementerian Perdagangan China mengungkapkan saat ini Beijing dan Washington sedang membahas pertemuan tatap muka dalam waktu dekat. 

Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, menyatakan kedua pihak harus menciptakan suasana yang kondusif jika ingin meraih hasil positif dalam perundingan tersebut. China sendiri, katanya, terus berusaha menghindari eskalasi dan bersedia untuk menyelesaikan perselisihan secara tenang.

"Sejauh yang saya tahu, delegasi kedua negara terus melakukan komunikasi yang efektif. Kami berharap AS menunjukkan ketulusan dan aksi konkret," kata Gao.

Kabar tersebut disambut baik oleh pelaku pasar, walaupun damai dagang sepertinya masih jauh akan terjadi, tetapi setidaknya China tidak lagi berniat membalas kenaikan tarif impor AS, dan perang dagang tidak lagi tereskalasi.
Sejak awal bulan Agustus pelaku pasar dibuat cemas dengan eskalasi perang dagang AS-China. Hal tersebut bermula dari AS yang mengenakan tarif baru impor produk dari China. Total nilai produk yang akan dikenakan tarif impor sebesar US$ 300 miliar.

China kemudian membalas kebijakan AS dengan mendevaluasi nilai tukar yuan hingga ke level terendah lebih dari satu dekade terhadap dolar AS. Kebijakan tersebut membuat pelaku pasar cemas perang dagang akan juga mengarah ke perang mata uang.
China ditengarai sengaja mendevaluasi mata uangnya untuk mendapat keunggulan kompetitif di perdagangan international. Produk China menjadi lebih murah, sehingga efek tarif impor tinggi dari AS bisa diminimalisir.
Sikap AS kemudian melunak, dan menunda kenaikan tarif sebagian produk China, bahkan ada yang dibatalkan.

Tetapi secara tiba-tiba pada Jumat (23/8/19) lalu, China menaikkan tarif impor untuk produk AS.  Pemerintah China akan menaikkan tarif impor mulai dari 5% sampai 10% terhadap produk-produk dari Paman Sam senilai US$ 75 miliar, dan mulai berlaku pada 1 September dan 15 Desember.

Tidak hanya itu, China kembali mengenakan tarif sebesar 25% terhadap mobil dari AS yang akan masuk ke China, dan untuk suku cadangnya akan dikenakan tarif sebesar 5%. Kebijakan ini sebelumnya dihentikan pada bulan April lalu, dan kini akan diberlakukan lagi mulai 15 Desember.
Kejutan dari China tersebut membuat Presiden Trump geram. Tidak berselang lama ia mengumumkan melalui Twitter bahwa Negeri Paman Sam akan menaikan bea masuk dari 25% menjadi 30% bagi impor produk China senilai US$ 250 miliar. Selain itu, Trump juga akan mengeksekusi bea masuk baru bagi importasi produk-produk China senilai US$ 300 miliar dengan tarif 15%.

"Mulai 1 Oktober, impor produk China senilai US$ 250 miliar yang saat ini dikenai tarif 25% akan naik menjadi 30%. Sebagai tambahan, impor baru senilai US$ 300 miliar yang awalnya dikenakan tarif 10% dinaikkan menjadi 15% berlaku 1 September. Terima kasih atas perhatiannya!" demikian cuit Trump.
Hubungan kedua negara pun memanas sejak saat itu yang membuat pelaku pasar cemas, dan baru mereda Kamis kemarin setelah China mengungkapkan sedang membahas pertemuan dengan AS.(pap)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Kamis, 29 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Jelang Pemberlakuan Tarif Baru, Indeks Shanghai Naik Tipis

Jelang Pemberlakuan Tarif Baru, Indeks Shanghai Naik Tipis
Foto: Reuters
Rifanfinancindo - Bursa saham China ditransaksikan di zona hijau pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai menguat 0,11% ke level 2.897,02. Sementara itu, indeks Hang Seng jatuh 0,22% ke level 25.558,24.

Belum adanya ketegangan lebih lanjut terkait perang dagang AS-China membuat aksi beli dilakukan di bursa saham China. 

Namun, aksi beli tersebut terbatas lantaran dalam waktu dekat, situasinya akan kembali memanas. Pasalnya, kita semakin dekat ke tanggal 1 September yang merupakan tanggal penerapan bea masuk baru oleh AS dan China terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Sekedar mengingatkan, menjelang akhir pekan kemarin China mengumumkan bahwa pihaknya akan membebankan bea masuk bagi produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar. Pembebanan bea masuk tersebut akan mulai berlaku efektif dalam dua waktu, yakni 1 September dan 15 Desember. Bea masuk yang dikenakan China berkisar antara 5%-10%.

Lebih lanjut, China juga mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% terhadap mobil asal pabrikan AS, serta bea masuk sebesar 5% atas komponen mobil, berlaku efektif pada 15 Desember. Untuk diketahui, China sebelumnya telah berhenti membebankan bea masuk tersebut pada bulan April, sebelum kini kembali mengaktifkannya.

AS pun merespons dengan mengumumkan bahwa per tanggal 1 Oktober, pihaknya akan menaikkan bea masuk bagi US$ 250 miliar produk impor asal China, dari yang saat ini sebesar 25% menjadi 30%.

Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.

Pada hari ini, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan dirilis di China dan Hong Kong.(ank/ank)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo
 

Rabu, 28 Agustus 2019

Rifan Financindo - Perang Dagang Berlanjut, China Tegaskan Emoh Nego Dengan AS

Perang Dagang Berlanjut, China Tegaskan Emoh Nego Dengan AS
Foto: Infografis/ Kronologi perang dagang AS-China belum temukan titik terang/Aristya Rahadian Krisabella
Rifan Financindo - Klaim bakal ada negosiasi damai antara Washington dan Beijing sepertinya masih jauh dari kenyataan. Kali ini, China secara resmi menegaskan, bahwa tidak ada komunikasi perdamaian antara keduanya, sebagaimana yang diutarakan Presiden AS Donald Trump awal pekan ini di KTT G7 di Prancis.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang kembali menegaskan bahwa ia tidak mengetahui negaranya melakukan panggilan telepon dengan AS. "Saya belum mendengar situasi ini mengenai dua panggilan yang disebutkan AS pada akhir pekan," katanya pada konferensi pers Selasa (27/8/19).

Dalam konferensi pers tersebut, Geng Shuang juga menyatakan China prihatin dengan langkah AS yang kembali menaikkan tarif impor untuk barang-barang negaranya. "Menyesal, AS telah semakin meningkatkan tarif pajak ekspor China ke AS. Tekanan ekstrem ini murni berbahaya bagi kedua belah pihak dan tidak konstruktif sama sekali," katanya lagi sebagaimana dilansir CNBC International.

Ia pun berharap pemerintah AS dapat bertindak rasional. "Kami berharap bahwa AS dapat menjaga ketenangan, kembali ke rasionalitas, menghentikan praktik yang salah, dan menciptakan kondisi bagi kedua belah pihak untuk melakukan konsultasi atas dasar saling menghormati, kesetaraan, dan saling menguntungkan," ujarnya lagi.

Media pemerintah China, Xinhua, juga bersikap tegas terhadap perang dagang. "China tidak dan tidak akan menyerah," kata Xinhua dalam sebuah kolom editorial.

Xinhua juga menyebut langkah Trump memerintahkan perusahaan AS agar meninggalkan China sebagai hal yang paling konyol. "Dengan memainkan trik lama bullying dan tekanan maksimum, pemerintah AS telah meningkatkan ketegangan perdagangan berulang kali dan mencoba memaksa China untuk menerima tuntutan irasionalnya," tulis media tersebut.

Perang dagang antara AS-China telah meningkat sejak Jumat pekan lalu, saat Trump mengatakan akan menaikkan bea impor yang ada atas US$ 250 miliar produk China menjadi 30% dari 25% pada 1 Oktober.

Terlebih lagi, tarif atas barang-barang China lainnya senilai US$ 300 miliar, yang mulai berlaku pada 1 September, akan dinaikkan menjadi 15%, bukan 10%.

Hal itu diumumkannya melalui postingan di Twitter setelah beberapa jam sebelumnya China mengumumkan akan mengenakan tarif impor pada US$ 75 miliar barang AS.

Meski demikian, ungkapan Trump yang menyebutkan akan adanya perdamaian sempat membuat ketegangan mereda. Namun sayangnya bantahan China membuat ekonomi dunia kembali labil. (sef/sef)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Selasa, 27 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Catat! Safe Haven Baru Selain Emas: Yen dan Franc

Catat! Safe Haven Baru Selain Emas: Yen dan Franc
Foto: mata Uang (Reuters)
PT Rifan Financindo - Volatilitas dolar AS makin tidak jelas setelah perang dagang antara AS dan China yang berkepanjangan. Investor yang dominan memegang dolar AS sebagai salah satu instrumen safe haven mulai ditinggalkan.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan ketidakpastian pasar keuangan global yang berlanjut ini mendorong pergeseran penempatan dana global ke aset yang dianggap aman seperti komoditas emas.

Ternyata, ada lagi instrumen yang saat ini dianggap sebagai safe haven. Adalah Yen (Jepang) dan Franc (Swiss).

"Risk off yang dipicu full blown trade war ini kembali memicu aksi flight to quality sehingga yield US Treasury Bond turun tajam ke 1,48% dan mendorong penguatan tajam nilai tukar safe haven seperti JPY (Yen) dan CHF (Franc)," kata Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah, Selasa (27/8/2019).

Menurut Nanang, memanasnya suhu perang dagang di akhir pekan lalu seolah memupus harapan pasar global yang berharap ada angin segar dari symposium Jackson Hole. Di mana menguatkan ekspektasi bahwa the Fed Chairman, Jerome Powell di Jackson Hole akan memberikan komitmen mengambil langkah yang sudah dinantikan yaitu memangkas suku bunga pada FOMC berikutya.

Kenapa Yen dan Franc?

Mata uang yen Jepang dianggap sebagai salah satu aset safe haven karena status Jepang memiliki suplus current account yang besar sehingga memberikan jaminan stabilitas bagi mata uangnya.

Selain itu Negeri Matahari Terbit merupakan negara kreditur terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Keuangan Jepang yang dikutip CNBC International, jumlah aset asing yang dimiliki pemerintah, swasta, dan individual Jepang mencapai US$ 3,1 triliun di tahun 2018. Status tersebut mampu dipertahankan dalam 28 tahun berturut-turut.

Jumlah kepemilikan aset asing oleh Jepang bahkan 1,3 kali lebih banyak dari Jerman yang menduduki peringkat kedua negara kreditur terbesar di dunia.

Saat terjadi gejolak di pasar finansial seperti saat ini, para investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut, dan yen menjadi menguat.

Bukti yen dianggap sebagai mata uang safe haven terlihat dari pergerakannya di bulan Agustus saat terjadi eskalasi perang dagang AS-China. Sepanjang bulan Agustus yen sudah menguat 2,5% melawan dolar AS, sementara sejak awal tahun menguat 3,2%.

Terhadap rupiah, yen sepanjang bulan Agustus menguat 4,13% dan sepanjang tahun sebesar 2,5%.

Sementara itu franc juga dianggap sebagai aset safe haven karena stabilitas pemerintahan dan sistem finansial yang dimiliki Swiss, mengutip investopedia.com. Swiss juga memiliki tingkat inflasi yang stabil, serta para investor memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kredibilitas bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB).

Hasil studi para ekonom Deutche Bank menunjukkan dalam rentang Maret 1986 sampai September 2012 menunjukkan franc cenderung menguat ketika bursa saham global anjlok serta terjadi finansial stress. Namun, ketika kondisi finansial global relatif stabil, pergerakan franc dipengaruhi faktor fundamental lain seperti inflasi di Swiss. Sehingga para ekonom yang melakukan studi tersebut menyimpulkan franc menjadi aset safe haven saat terjadi gejolak di pasar finansial.

Sejak awal Agustus ketika AS mengenakan tarif impor baru ke China sehingga terjadi gejolak di pasar finansial, franc menguat 1,44% melawan dolar AS. Sementara jika dilihat sejak awal tahun, franc hanya menguat 0,09%, dimana sebelum Agustus pasar finansial masih relatif stabil.

Hal yang sama terjadi dengan kurs franc melawan rupiah, sepanjang bulan Agustus franc menguat 3% melawan Mata Uang Garuda, sementara jika dilihat dari awal tahun malah melemah 0,6%. (pap)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Senin, 26 Agustus 2019

Rifan Financindo - Investor Pilih Emas, Rupiah Lesu di Kurs Tengah BI dan Spot

Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rifanfinancindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun kesulitan meladeni dolar AS di perdagangan pasar spot.

Pada Senin (26/8/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.261. Rupiah melemah 0,08% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Sementara di pasar spot, depresiasi rupiah malah lebih parah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.250 di mana rupiah melemah 0,28%.

Namun tidak apa-apa, karena hampir seluruh mata uang utama Asia pun melemah di hadapan greenback. Bahkan yen Jepang yang perkasa pun terkulai lemas.  

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:05 WIB:  

Jumat, 23 Agustus 2019

Rifan Financindo - Tunggu Arah Kebijakan The Fed, Harga Minyak Naik Perlahan

Tunggu Arah Kebijakan The Fed, Harga Minyak Naik Perlahan
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Rifan Financindo - Pergerakan harga minyak mentah dunia masih terbatas dengan kecenderungan menguat. Pelaku pasar masih menantikan gambaran yang jelas dari kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. Gubernur The Fed, Jerome Powell dijadwalkan untuk berpidato dalam simposium Jackson Hole malam hari nanti.

Pada sesi perdagangan hari Jumat (23/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober menguat 0,2% ke level US$ 60,04/barel. Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,1% menjadi US$ 55,41/barel.

Sebagaimana yang telah diketahui, simposium Jackson Hole telah berlangsung sejak hari Kamis (22/8/2019) kemarin. Simposium ini diselenggarakan oleh The Fed dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti ekonomi dan perbankan. Pembahasan dalam pertemuan ini adalah seputar perekonomian, dan isu resesi yang masih hangat di kalangan pelaku pasar.

Powell akan membacakan pidato pada hari Jumat (23/8/2019) pagi waktu setempat atau malam hari waktu Indonesia. Pelaku pasar akan mencermati setiap nada-nada yang keluar dari mulut Powell.

Harapannya, ada nada-nada yang semakin dovish sehingga peluang untuk pemangkasan suku bunga acuan (Federal Fund Rate/FFR) yang agresif semakin tinggi.

Karena bila hal itu terjadi, laju pertumbuhan ekonomi bisa digenjot lebih tinggi lagi. Jika perekonomian AS tumbuh lebih pesat, maka seluruh dunia juga akan merasakan dampaknya. Sebeb saat ini Negeri Paman Sam merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan terhubung dengan rantai pasokan global yang kompleks.

Permintaan energi seringkali bergerak searah dengan pertumbuhan ekonomi global. Kala pertumbuhan ekonomi bisa dipacu, artinya permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak, juga bisa bertambah.

Peningkatan pemrintaan tentu menjadi berita baik di pasar minyak mentah dunia karena harganya jadi punya potensi meningkat.

Sementara itu harga minyak juga masih mendapat tekanan dari pemangkasan proyeksi pertumbuhan permintaan global yang dilakukan oleh International Energy Agency (IEA) dan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Pada awal Agustus, IEA memprediksi pertubuhan permintaan minyak dunia di tahun 2019 akan tertekan ke level terendah sejak krisis keuangan 2008. IEA memangkas prediksi pertumbuhan permintaan minyak dunia menjadi tinggal 1,1 juta barel/hari di 2019 dan 1,3 juta barel/hari di tahun 2020.

Sementara pada hari Jumat (16/8/2019), OPEC kembali memangkas prediksi permintaan minyak global tahun 2019 sebesar 40.000 barel/hari dan memberi sinyal terjadinya surplus pasokan di tahun 2020.

Permintaan minyak dunia versi OPEC sebesar 29,41 juta barel/hari pada tahun 2020, yang mana turun 1,3 juta barel dari tahun 2019.

Jika produksi minyak OPEC tetap ditahan pada level yang sekarang, pada tahun 2020, akan terjadi surplus minyak sebesar 200.000 barel/hari, seperti yang tertulis dalam laporan bulanan OPEC.

Adanya sentimen penurunan permintaan membuat laju kenaikan harga minyak menjadi terbatas. (taa/taa)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Kamis, 22 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Trump Kembali Serang The Fed, Ungkap Bunga 0% di Jerman

Trump Kembali Serang The Fed, Ungkap Bunga 0% di Jerman
Foto: Infografis/Happy Birthday Donald Trump, Ini Kekayaan Presiden As ke 45/Arie Pratama
PT Rifan Financindo - Serial tweet Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus berlanjut. Kali ini, Trump kembali menyerang The Federal Reserves (Fed).

Dalam cuitannya, Trump dengan menggunakan huruf kapital menuliskan "KEMANA FEDERAL RESERVE?". Sepertinya Trump ingin mendesak lembaga yang dipimpin Jerome Powell tersebut untuk segera memangkas suku bunga.

"Jerman saat ini menerapkan suku bunga nol, dan bahkan mungkin orang diberi uang saat meminjam uang. Sementara AS, yang kondisinya lebih kuat, masih membayar bunga. Hentikan pengetatan (moneter). Dolar AS menjadi sangat kuat, sulit untuk mengekspor. Padahal tidak ada inflasi!," tulisnya Rabu (21/8/2019).

Sebelumnya di awal pekan Trump meminta Fed memangkas suku bunga hingga 100%. Namun berdasarkan data, sebenarnya suku bunga Jerman berada di kisaran 2%. Meski demikian suku bunga Bank Sentral Eropa yang berada di kisaran -0,4%.

Pada Rabu, Fed kembali melakukan pertemuan untuk membahas soal stimulus untuk perekonomian AS. Perpecahan terjadi diantara pejabat bank sentral meski Powell menginginkan penurunan suku bunga satu tingkat dari bulan lalu.

Konsesus menunjukan komite bank sentral terbagi dalam dua pandangan. Beberapa orang menginginkan penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps). Tapi beberapa pejabat lain menginginkan suku bunga tetap. (sef/sef)

Rabu, 21 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Wall Street Merah, Bursa Asia Dibuka Loyo

Wall Street Merah, Bursa Asia Dibuka Loyo
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Rifanfinancindo - Bursa Tokyo dibuka melemah pada pembukaan Rabu (21/8/2019) seiring dengan melemahnya Wall Street pada penutupan Selasa. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta krisis politik di Itali menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi investor.

Indeks Nikei 225 dibuka melemah 0,91% atau 187,25 poin di level 20.489.,97. Sementara Indeks Topix dibuka jatuh 0,98% atau sekitar 14,82 poin ke level 1.491,95.

Kepala Startegis Okasan Online Securities menuturkan faktor global sangat mempengaruhi perdagangan. "Ada kurangnya insentif perdagangan secara lokal, sehingga saham cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar Jepang," katanya sebagaimana dilansir CNBC Indonesia dari AFP.

Sebelumnya, Wall Street ditutup melemah pada penutupan Selasa (20/08/2019) waktu setempat. Pelemahan ini menghentikan kenaikan beruntun selama tiga sesi, di tengah-tengah kegelisahan atas pertumbuhan global dan perang perdagangan AS-Cina.

Penurunan tersebut dipicu setelah Trump mengatakan dia tidak siap untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan Cina. Saham bertengger di zona merah hampir sepanjang hari.

Dow Jones Industrial Average melemah 0,7% ke level 25.962,44. Indeks S&P 500 turun 0,8% dan ditutup pada level 2.900,51. Sementara Indeks Komposit Nasdaq merosot sebesar 0,7% ke level 7.948,56. (sef/sef)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo 

Selasa, 20 Agustus 2019

Rifan Financindo - Harga Emas Antam & Dunia Kompak Anjlok, Berlanjut Hari Ini?

Harga Emas Antam & Dunia Kompak Anjlok, Berlanjut Hari Ini?
Rifan Financindo - Awal pekan ini tampaknya bukan hari baik bagi emas. Harga emas global dan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) kompak turun karena sentimen negatif perang dagang dan resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) seolah-olah lenyap dari pasar.

Harga emas dunia, secara teknikal sudah turun di bawah US$ 1.508/troy ounce yang menjadi level support. Level ini bisa menentukan kemana arah emas nantinya.

Hingga perdagangan tengah hari kemarin, Senin (19/08/2019) emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.507.31/troy ons. Pada pukul 07:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) terkoreksi 0.22% ke level US$ 1.520,3/troy ounce (Rp 684.334/gram). Sementara harga emas di pasar spot melemah 0,29% menjadi US$ 1.509.3/troy ounce (Rp 679.427/gram).

Harga emas dunia melemah pada perdagangan Senin (17/8/19) melanjutkan pelemahan pada perdagangan Jumat pekan lalu. Pulihnya sentimen pelaku pasar yang tercermin dari penguatan bursa saham global membuat daya tarik emas sebagai aset aman atau safe haven berkurang pada hari ini.

Hilangnya isu resesi di Amerika Serikat (AS) sejak Jumat lalu memberikan tekanan bagi harga emas. Potensi terjadinya resesi yang digambarkan oleh inversi yield obligasi (Treasury) AS sudah mulai hilang pada hari Jumat.

Inversi merupakan keadaan di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi daripada tenor panjang. Dalam situasi normal, yield obligasi tenor pendek seharusnya lebih rendah.

Yield Treasury AS kini kembali normal, dan Presiden AS, Donald Trump juga mengesampingkan terjadinya resesi di Negara Adikuasa tersebut.

"Saya pikir kita tidak mengalami resesi, (ekonomi) kita bekerja sangat baik. Masyarakat kita menjadi lebih kaya. Saya memberikan pemotongan pajak yang besar dan mereka mendapat banyak uang" kata Trump kepada reporter, sebagaimana dikutip CNBC International.

Selain itu, isu perang dagang dan currency war atau perang mata uang juga mulai mereda. AS secara resmi menunda kenaikan bea impor dari China, bahkan ada beberapa produk yang batal dikenakan tarif.

Terbaru, Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengungkapkan tim negosiasi dagang AS dan China akan berkomunikasi secara intensif dalam 10 hari ke depan. Apabila komunikasi ini positif, maka rencana dialog dagang di Washington pada awal September bisa terlaksana.

Sementara itu kecemasan akan perang mata uang juga mulai meredup setelah China tidak lagi mendevaluasi kurs yuan secara agresif melawan dolar AS. Meski demikian pada hari ini PBoC menetapkan nilai tengah yuan 7,0211/US$ atau lebih lemah dari Jumat 7,0136/US$.

Akibat berbagai sentimen positif tersebut, dan jika tidak ada perubahan sentimen, emas menjadi kehilangan pijakan menguat (untuk sementara), dan fase koreksi turun emas berpotensi akan terjadi dalam beberapa hari ke depan.

Tanpa adanya momentum penguatan, emas masih akan bergerak di kisaran US$ 1.508. Jika mampu bergerak konsisten di bawah level tersebut, Logam Mulia berpeluang menguji kembali level US$ 1.504. Penembusan di bawah level tersebut akan membawa harga turun ke level psikologis US$ 1.500. 

Jika level psikologis ditembus, harga emas berpotensi melemah ke US$ 1.496.

Sementara jika mampu bergerak konsisten di atas US$ 1.508, emas memiliki peluang menguat ke resisten (tahanan atas) US$ 1.515, Momentum penguatan akan di dapat jika emas mampu menembus resisten tersebut, target ke area US$ 1.522.

Sementara itu, di domestik harga emas acuan yang diproduksi Antam turun level Rp 708.000/gram. Pada perdagangan Jumat pekan lalu (16/8/2019) harga emas Antam berada pada level Rp 717.000/gram.

Berdasarkan harga Logam Mulia di gerai Butik Emas LM - Pulo Gadung di situs logammulia milik Antam hari ini (19/8/19), harga tiap gram emas Antam ukuran 100 gram turun menjadi Rp 70,8 juta per batang dari harga pada Jumat kemarin Rp 71,7 juta per batang.

Emas Antam kepingan 100 gram lumrah dijadikan acuan transaksi emas secara umum, tidak hanya emas Antam. Harga emas Antam di gerai penjualan lain bisa berbeda.

Adapun harga emas 1 gram lebih mahal yakni Rp 757.000/gram, turun Rp 2.000 dari harga Sabtu kemarin (17/8/2019) yakni Rp 759.000.

Penurunan harga emas ini terjadi mengekor koreksi yang dialami emas global. Harapan damai dagang Amerika Serikat (AS)-China masih menjadi sentimen utama yang menekan harga emas. Namun, kemungkinan adanya penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) yang lebih tajam masih memberikan dorongan ke atas bagi si logam mulia. (hps/hps)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo