Jumat, 09 Desember 2016

2 Faktor Penyebab Harga BBM Akan Naik | Rifanfinancindo

Rifanfinancindo - PALEMBANG - Kenaikan harga minyak mentah karena terjadinya kesepakatan OPEC membuat Indonesia harus lebih berhati-hati. Pasalnya kenaikan minyak dunia akan memengaruhi harga minyak untuk konsumsi dalam negeri.
"Mungkin kita memang harus lebih hati-hati karena memang ketidakpastian global ini akan mendorong harga minyak (konsumsi dalam negeri) juga naik," kata Peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Okezone di Jakarta.

Selain pengaruh OPEC, menurut Bhima ada hal lainnya yang memengaruhi harga juga BBM dalam negeri di 2017 diperkirakan akan mengalami kenaikan.
"Ada dua faktor yang pertama memang faktor dari pasokan OPEC yang dipangkas, yang kedua faktornya adalah Trump. Jadi Trump nanti akan mendorong misalkan, pembangunan infrastruktur, ekonomi-ekonomi domestik digenjot di Amerika Serikat," ungkapnya.
Sehingga, kemungkinan Trump akan lebih banyak menggunakan pemakaian energi fosil. Hal itu nantinya diperkirakan akan memengaruhi tingkat permintaan akan minyak yang semakin tinggi.
"Yang jelas sekali lagi jangan sampai over dari asumsi APBN karena ini justru berbahaya untuk fiskal kita. Selain itu, untuk menekan kenaikan harga karena kita bukan rezim subsidi BBM lagi jadi satu-satunya cara memang harus melakukan semacam diversifikasi energi. Jadi diversifikasi energi agar kita tidak bergantung pada BBM," tambahnya. (dng)
(rhs)
Sumber : Okezone

Kamis, 08 Desember 2016

Acuan Rupiah Jadi Yuan, Inflasi Akan Lebih Terjaga | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo - PALEMBANG - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengganti acuan nilai tukar Rupiah dari dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Yuan China. Pasalnya, acuan menggunakan dolar AS sudah tidak relevan karena imbas pemilihan Presiden AS dampak langsung menekan nilai tukar Rupiah.
Pengamat Ekonomi David Sumual menuturkan, pendapat Presiden memang sangat relevan saat ini. Namun, hal ini hanya bisa diperuntukkan untuk perjanjian dagang antara Indonesia dan China.

"Porsi dagang kita dengan China makin lama makin besar. Jadi wajar kalau menggunakan yuan sedangkan mereka jika mau impor barang kita menggunakan Rupiah," ujarnya kepada Okezone.
David menekankan, penggunaan mata uang Yuan bukanlah diperuntukkan sebagai acuan. Pasalnya, masih banyak perjanjian kerjasama Indonesia yang acuannya menggunakan mata uang Negeri Paman Sam tersebut.

"Kalau Yuan digunakan supaya perdagangan inti semua enggak numpuk menggunakan dolar AS saja. Sehingga tidak mengganggu stabilitas ekonomi terutama stabilitas inflasi. Jadi kita bisa buat perjanjian bilateral seperti baru-baru ini China buat perjanjian bilateral dengan Rusia terutama untuk transaksi komoditas seperti migas," jelasnya. (dng)
(rhs)
Sumber : Okezone

Rabu, 07 Desember 2016

Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Keraguan Pemangkasan Produksi | Rifan Financindo

Rifan Financindo - PALEMBANG - Harga minyak dunia turun pada Selasa (Rabu pagi WIB), menghentikan kenaikan empat sesi berturut-turut, karena pasar mengkhawatirkan rekor produksi dan reaksi produsen-produsen minyak serpih AS dapat merusak kesepakatan pemangkasan produksi OPEC.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mencatat rekor produksi minyak tertinggi lagi pada November, naik menjadi 34,16 juta barel per hari, menurut survei Bloomberg News.

Sementara itu, Rusia melaporkan rata-rata produksi minyak pada November sebesar 11,21 juta barel per hari, tertinggi dalam hampir 30 tahun. Itu berarti OPEC dan Rusia sendiri memproduksi cukup untuk menutupi hampir setengah dari permintaan minyak global.
OPEC pada 30 November memutuskan untuk memangkas produksi minyaknya sebesar 1,2 juta barel per hari, menetapkan pagu produksi minyak di 32,5 juta barel per hari.

Pengurangan produksi ini berlaku mulai 1 Januari 2017, merupakan pemotongan produksi minyak pertama kartel sejak 2008. Pengurangan ini dikoordinasikan dengan negara produsen non-OPEC, Rusia, yang berjanji akan memangkas produksinya 300.000 barel per hari Di sisi lain, para analis telah memperingatkan bahwa harga minyak yang lebih tinggi akan mendorong produksi minyak serpih (shale oil) AS dan kemudian membawa harga turun kembali.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, turun USD0,86 menjadi menetap di USD50,93 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Februari, berkurang USD1,01 menjadi ditutup pada USD53,93 per barel di London ICE Futures Exchange.
(dni)
Sumber : Okezone

Selasa, 06 Desember 2016

OPEC Bakal 'Panaskan' Harga Minyak Jadi USD60/Barel | Rifanfinancindo

Rifanfinancindo - PALEMBANG – Setelah OPEC melakukan pertemuan tingkat tinggi, harga minyak dunia berhasil mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan adanya kesepakatan dari OPEC untuk memangkas produksi minyak dari negara-negara anggotanya. Kesepakatan ini diambil untuk pertama kalinya sejak tahun 2008 lalu.
Melansir CNN, harga minyak dunia pada akhir pekan lalu mencapai USD51,68 per barel. Harga minyak dunia ini adalah yang tertinggi dalam 17 bulan terakhir. Kenaikan ini juga disebabkan karena investor juga memandang positif hasil pertemuan ini.

“OPEC membuat keputusan pemangkasan yang sangat serius dan kredibel. Pasar memperoleh semua yang diharapkan dari OPEC," ujar Kepala Riset Minyak Global Michael Wittner di Societe Generale seperti dikutip pada laman CNN.

Sebelum pertemuan, pasar sempat memberikan respons negatif. Hal ini terlihat dari penurunan harga minyak dunia sebelum pertemuan OPEC. Hanya saja, harga minyak dunia saat ini mencapai level yang cukup memuaskan apabila dibandingkan titik terendahnya 13 tahun yang lalu.

Kenaikan harga minyak ini diproyeksi akan terus terjadi dalam jangka panjang. Bahkan, manajer analisis energi di Bentek Energy, Anthony Starkey, harga minyak mentah dapat meningkat hingga USD60 per barel pada tahun 2017 mendatang.

“Namun investor masih wait and see apakah OPEC berkomitmen terhadap pembatasan produksinya sendiri. OPEC memiliki rekam jejak yang beragam,” tutupnya.
(dni)
Sumber : Okezone

Senin, 05 Desember 2016

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA - Jakarta, Puluhan ribu massa akan turun ke jalan untuk menggelar Aksi Bela Islam jilid III di Monas, Jakarta hari ini (2/12/2016). Di saat bersamaan, ratusan ribu buruh siap mengepung Istana dan berdemo menolak kebijakan upah murah. Aksi yang disebut demo 2 Desember ini apakah akan berpengaruh pada laju nilai tukar rupiah?
Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak pada rentang 13.500-13.620 per dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan hari ini. Dari kurs tengah Bank Indonesia (BI) kemarin (1/12), nilai tukar mata uang Garuda menyentuh level Rp 13.582 per dolar AS.
"Demo 2 Desember kan sudah diredam, sehingga saya percaya tidak ada gejolak karena kondisi domestik kita tenang-tenang saja. Jadi saya perkirakan rupiah di level 13.500-13.620 per dolar AS hari ini," ujarnya, Jakarta, Jumat ini.
Ariston menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah bersafari ke partai politik, organisasi masyarakat (ormas) Islam, dan berbagai pihak terkait lainnya untuk meredam keadaan yang sempat memanas.
"Jadi sudah menunjukkan sinyal bahwa akan aman-aman saja. Bahwa tidak ada masalah di dalam negeri kita, meskipun ada demo 2 Desember," tuturnya.
Diakuinya, seluruh pelaku pasar di dunia saat ini lebih fokus pada perkembangan kebijakan pemerintah AS dan The Fed yang berencana menaikkan tingkat bunga acuan pada 14 Desember mendatang. Sehingga membuat nilai tukar rupiah terus tertekan.
"Faktor eksternal lebih kuat membayangi pergerakan rupiah saat ini. Sejak Donald Trump terpilih, rupiah melayang di kisaran 13.300-13.600 per dolar AS," ujar Ariston.
Dirinya memproyeksikan, kurs rupiah masih akan terus tertekan karena indikasinya The Fed akan menaikkan Fed Fund Rate pada akhir tahun ini sekali, dan dua kali di 2017.
"Kalau indikasinya masih mau naikkan suku bunga tahun depan, rupiah masih bisa tertekan. Hingga akhir tahun ini, rentang rupiah berada di level 13.300-13.700 per dolar AS," dia menerangkan.
Namun demikian, Ariston optimistis, peluang rupiah menguat di tahun depan masih terbuka lebar di kisaran 13.000-13.200 per dolar AS.
"Pendorong potensi apresiasi rupiah, diperkirakan ada repatriasi dari tax amnesty Rp 100 triliun, perbaikan pertumbuhan ekonomi di kuartal I, dan jika Trump tidak mengeluarkan kebijakan aneh, seperti kebijakan proteksionis," harap Ariston.
Untuk diketahui, puluhan ribu orang diperkirakan akan memadati kawasan Monas, Jakarta. Mereka menggelar aksi damai 2 Desember. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) bersama polisi telah sepakat mengubah demo 2 Desember menjadi aksi super damai yang diisi dengan kegiatan keagamaan di Monas. Kesepakatan tersebut tercapai saat keduanya bertemu di kantor MUI.
Meski format aksi berubah, namun demo 2 Desember tidak mengubah tuntutannya agar polisi dan kejaksaan menuntaskan proses hukum terhadap tersangka dugaan penistaan agama, Ahok.
Sumber - liputan6.com
rhd - rifanfinancindo

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA