Selasa, 28 Mei 2019

Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Sempat Melesat - PT Rifan Financindo

Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Sempat Melesat
PT Rifan Financindo Palembang - Pergerakan harga minyak cenderung bervariasi setelah sebelumnya sempat melesat tajam.

Pada perdagangan hari Selasa (28/5/2019) pukul 08:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Juli melemah hingga 0,13% ke level US$ 70,02/barel. Sementara harga minyak light sweet (WTI) kontrak pengiriman Juli terpantau masih menguat 0,87% menjadi US$ 59,14/barel.

Sehari sebelumnya, harga Brent dan WTI melesat masing-masing sebesar 2,07% dan 1,24%.

Salah satu faktor utama yang membuat harga minyak melesat kemarin adalah ketegangan di Timur Tengah yang semakin memanas.

Jumat (24/5/2019), pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan penempatan 1.500 personel tentara tambahan di Timur Tengah. Pihaknya mengatakan langkah tersebut diambil untuk meningkatkan pertahanan terhadap Iran, menyusul penyerangan kapal tanker yang terjadi di awal bulan Mei.

Sebagai informasi, pada 12 Mei 2019 telah terjadi penyerangan pada empat kapal tanker di perairan dekat Selat Hormuz, tepatnya di wilayah Fujairah, berdasarkan keterangan otoritas Uni Emirat Arab (UEA), mengutip Reuters.

Meskipun tidak ada korban jiwa maupun tumpahan minyak, namun serangan tersebut membuat kapal mengalami kerusakan.

Pihak AS menuding Garda Revolusi Iran (IRGC) terlibat dengan memberi perintah kepada kelompok militan Houthi Yaman atas penyerangan tersebut.

Kini, kekuatan tempur AS semakin meningkat di Timur Tengah. Negeri Paman Sam juga dikabarkan telah menempatkan kapal induk yang berisikan jet tempur dan pesawat pengebom.

Iran kemudian mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan 'perang psikologis' dan sebuah 'permainan politik'.

Presiden AS, Donald Trump kemudian mengatakan bahwa penambahan personel yang sejumlah 1.500 orang hanya untuk kepentingan pertahanan. Namun dilengkapi dengan sistem pertahanan misil, pengawasan udara, tenaga mekanik, serta skuadron penerbang jet tempur.

"Kami ingin perlindungan di Timur Tengah. Kami akan mengirim tentara dengan jumlah yang relatif kecil, sebagian besar untuk pertahanan," ujar Trump, mengutip Reuters, Sabtu (25/5/2019).

Memang, hingga kini masih belum ada kontak senjata antara Iran dengan AS. Namun risiko itu tetap menghantui. Pelaku pasar juga khawatir apabila perang pecah, akan menyeret sederet negara-negara lain dan membuat konflik meluas.

Kalau sudah begitu, pasokan minyak akan mendapat hambatan karena fasilitas-fasilitas produksi di kawasan tersebut bisa lumpuh total. Terlebih Timur Tengah merupakan wilayah penghasil minyak bumi terbesar di dunia.

Di sisi lain, Menteri Minyak Kuwait, Khaled al-Fadhel mengatakan pasokan akan tetap ketat pasca tengah tahun 2019.

"Kita masih punya banyak pekerjaan. Saya yakin pasar [minyak] akan seimbang pada semester II-2019," ujar Al-Fadhel, seperti yang dilansir dari Reuters.

Seperti yang telah diketahui, anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya sepakat untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel/hari sepanjang Januari-Juni 2019.

Pertemuan OPEC+ (OPEC dan sekutunya) selanjutnya dijadwalkan pada bulan Juni mendatang untuk membahas kelanjutan dari kebijakan tersebut.

Beberapa waktu lalu Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih juga mengatakan bahwa pihaknya masih akan terus mengurangi produksi secara bertahap sepanjang semester II-2019.

Pelaku pasar pun menjadi yakin bahwa pasokan tidak akan melonjak tahun ini. Bahkan berpotensi untuk semakin ketat.

Akan tetapi faktor yang membebani harga minyak juga masih ada.

Pada hari Senin (27/5/2019) laba sektor industri di China periode April dibacakan melemah 3,7% year-on-year (YoY) oleh Biro Statistik Nasional (NBS). Jauh memburuk dibandingkan periode Maret yang masih bisa tumbuh 13,9% YoY.

Artinya ada perlambatan di sektor manufaktur, yang notabene menopang perekonomian Negeri Tirai Bambu. Hal ini menimbulkan kecemasan akan permintaan minyak yang berisiko tak tumbuh tahun ini.

Apalagi perang dagang AS-China sudah masuk babak baru setelah kedua negara mengumumkan tarif baru hingga 25%.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar