Jumat, 09 Oktober 2020

Dolar Bonyok Dikeroyok di Asia, Rupiah Salah Satu Pelakunya!

Indonesian rupiah banknotes are counted at a money changers in Jakarta, Indonesia April 25, 2018. REUTERS/Willy Kurniawan
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)

Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun belum bosan menapaki jalur hijau di perdagangan pasar spot.

Hari ini, Jumat (9/10/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.737. Rupiah menguat 0,09% dibandingkan posisi kemarin.

Mata uang Tanah Air pun menguat di 'arena' pasar spot. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.675 di mana rupiah menguat 0,07%.

Dolar AS memang sedang nyungsep. Seluruh mata uang utama Asia berhasil menguat di hadapan dolar AS, tidak ada yang tertinggal di zona merah.

Suku Bunga Rendah, Dolar AS Jadi Kurang Seksi

Tidak cuma di Asia, dolar AS juga lesu di tataran global. Pada pukul 09:29 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,14%.

Kemarin, Komite Pengambil Kebijakan Bank Sentral AS (Federal Open Market Committee/FOMC) merilis notula rapat atau minutes of meeting edisi September 2020. Dalam notula tersebut, kata ketidakpastian (uncertainty) muncul 39 kali.

"Peserta rapat tetap memantau berbagai ketidakpastian, terutama yang disebabkan oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Meningkatnya ketidakpastian membuat prospek ekonomi masih cenderung bergerak ke bawah (downside)," sebut notula itu.

Tingginya risiko downside terhadap perekonomian Negeri Paman Sam membuat Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memandang suku bunga acuan perlu ditahan rendah sebagai upaya 'merangsang' aktivitas ekonomi. Saat ini Federal Funds Rate berada di 0-0,25%, terendah sepanjang sejarah.

"Sepertinya masih layak (appropriate) untuk menahan suku bunga di tingkat yang sekarang sampai kondisi pasar tenaga kerja sesuai dengan target Komite yaitu penyerapan maksimal (maximum employment) dan inflasi naik ke kisaran 2%," lanjut notula itu.

Mengutip data dotplot arah suku bunga acuan AS ke depan, paling cepat Federal Funds Rate baru naik pada 2022, itu pun kemungkinannya kecil. Bahkan pada 2023 sebagian besar anggota FOMC masih menilai suku bunga acuan di 0-0,25% adalah yang paling tepat. Sepertinya suku bunga baru naik dalam jangka panjang (longer run).

Dengan suku bunga yang masih akan rendah sampai beberapa tahun ke depan, maka imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS akan ikut terpangkas. Ini akan sangat terasa di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi yang sangat sensitif terhadap dinamika suku bunga.

Hasilnya, permintaan terhadap aset-aset berbasis dolar AS bakal turun. Greenback akan kehilangan keseksiannya, bahkan sampai beberapa tahun ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)

 
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar