Tampilkan postingan dengan label rifanfinancindo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rifanfinancindo. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juli 2019

Rifanfinancindo - The Fed Diramal Turunkan Bunga Acuan, Wall Street Cetak Rekor

Setelah Lemas Naik-Turun, Harga Minyak Mulai Stabil
Rifanfinancindo Palembang - Setelah melesat sekitar 2% kemarin, pergerakan harga minyak mulai terbatas. Belum ada sentimen baru membuat harga si emas hitam susah ke mana-mana.

Pada perdagangan Kamis (4/7/2019) pukul 08:30 WIB, harga Brent kontrak pengiriman September naik 0,02% ke US$ 63,83/barel. Adapun harga light sweet (WTI) menguat 0,05% menjadi US$ 57,37/barel. Sehari sebelumnya, harga Brent dan WTI ditutup menguat masing-masing sebesar 2,28% dan 1,94%.

Pergerakan harga minyak masih didorong oleh sentimen kesepakatan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya perihal perpanjangan masa pengetatan produksi minyak. Kemarin, OPEC+ epakat untuk terus menahan produksi di level yang sekarang, atau 1,2 juta barel/hari lebih rendah dibanding Oktober 2018. Artinya, dalam waktu dekat tidak akan ada lonjakan pasokan dari OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia.

Selain itu, harga minyak juga mendapat energi positif dari pengurangan jumlah fasilitas pengeboran aktif yang ada di Amerika Serikat (AS). Berdasarkan laporan dari Baker Huges, jumlah rig aktif di AS untuk minggu yang berakhir pada 3 Juli berkurang lima unit menjadi 788. Jumlah rig aktif seringkali menjadi satu indikator untuk memperkirakan produksi minyak Negeri Paman Sam. Kala jumlahnya berkurang, maka ada peluang produksi juga turun. Atau setidaknya tidak ada lonjakan dalam waktu dekat.

Bila pasokan masih bisa terjaga, maka begitu pula keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar minyak global. Ancaman banjir pasokan, seperti yang terjadi pada akhir tahun 2018 bisa dihindari.

Namun, beberapa sentimen negatif juga masih membebani harga minyak, sehingga penguatan hari ini amat terbatas. Salah satunya adalah inventori minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 28 Juni hanya turun sebesar 1,1 juta barel. Angka penurunan tersebut jauh lebih kecil dibanding prediksi konsensus analis yang sebesar 3 juta barel.

Yah, ada sedikit kekecewaan pelaku pasar. Kenyataan tidak seindah harapan. Alhasil perhitungan investasi pelaku pasar harus disesuaikan.

"Pelaku pasar kecewa degan penurunan inventori minyak mentah yang sangat kecil," ujar Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston, Texas, dikutip dari Reuters.

Beban pada harga minyak juga disumbangkan oleh defisit neraca dagang AS bulan Mei 2019 yang membengkak sebesar US$ 55,5 miliar atau paling parah dalam lima bulan terakhir. Perang dagang dengan China disebut-sebut menjadi dalang atas pembengkakan defisit neraca dagang AS. Wajar saja karena China merupakan mitra dagang utama Negeri Paman Sam.

Hal tersebut membuktikan bahwa rantai pasokan global masih mengalami hambatan yang cukup kuat. Perlambatan ekonomi dunia pun semakin sulit untuk dihentikan.

Ujung-ujungnya, permintaan energi, yang mana salah satunya adalah minyak mentah juga akan semakin terbatas.

Bahkan bank Barclays memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak pada 2019 akan menjadi yang paling lambat sejak 2011. Bank Morgan Stanley juga telah menurunkan proyeksi harga Brent jangka panjang menjadi US$ 60/barel dari yang semula US$ 65/barel.

Selain itu volume transaksi kontrak pembelian minyak akan terbatas karena hari ini AS akan merayakan Hari Kemerdekaan, sehingga sebagian besar pelaku pasar libur.(taa/taa)


Jumat, 28 Juni 2019

Rifanfinancindo - Pertemuan G20 Dimulai, Bursa Jepang Dibuka Melemah

Pertemuan G20 Dimulai, Bursa Jepang Dibuka Melemah
Foto: Bursa Jepang (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Rifanfinancindo Palembang - Bursa Jepang dibuka di zona merah, Jumat (28/6/2019), ketika pertemuan negara-negara Kelompok 20 atau G20 dimulai. Pembicaraan perdagangan yang dinanti-nantikan antara Amerika Serikat (AS) dan China juga akan berlangsung di sela-sela pertemuan ini.

Indeks acuan Nikkei 225 melemah 0,2% sementara indeks Topix terkoreksi 0,12% di awal perdagangan.

Isu perdagangan akan menjadi salah satu topik panas yang akan dibahas dalam pertemuan G20 di Osaka, Jumat dan Sabtu ini. Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping juga akan bertemu Sabtu siang waktu setempat untuk membicarakan perang dagang kedua negara.

Meski sebagian besar para pelaku pasar global telah memperkirakan tidak ada kesepakatan dagang yang akan dicapai esok, mereka masih berharap kedua negara akan mau melanjutkan perundingan dagang yang menemui jalan buntu Mei lalu.

Selain itu, rancangan komunike G20 disebut-sebut akan mencantumkan pernyataan mengenai praktik perdagangan proteksionis. Tekanan dari Trump membuat G20 harus menghapuskan satu frasa yang menyerukan perlunya melawan proteksionisme dari komunike pertemuan tahun lalu di Buenos Aires, Argentina.

Komunike yang diteken para menteri keuangan dan pemimpin bank sentral G20 awal bulan ini juga tidak menyebutkan perlawanan terhadap proteksionisme. Namun, beberapa negara Eropa meminta komunike pekan ini memasukkan kalimat yang menentang menyebarnya kebijakan perdagangan protektif, tulis surat kabar Jepang Asahi.

Jepang, yang memimpin pertemuan G20 tahun ini, mencoba mencari jalan tengah dan rancangan komunike saat ini berisi frasa yang mendukung perdagangan bebas, menurut surat kabar tersebut. (prm)


Rabu, 26 Juni 2019

PT Rifan Financindo - The Fed Hapus Harapan Penurunan Suku Bunga Besar-besaran

The Fed Hapus Harapan Penurunan Suku Bunga Besar-besaran
PT Rifan Financindo Palembang - Para pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve memupuskan harapan para pelaku pasar dan menepis tekanan presiden agar memangkas suku bunga acuan hingga 50 basis poin di pertemuannya bulan depan.

Gubernur The Fed Jerome Powell menegaskan independensi bank sentral dari pengaruh Presiden Donald Trump dan pasar keuangan yang saat ini tengah mendesak adanya pemangkasan suku bunga yang agresif. Ia menyampaikan hal itu dalam pidatonya di Dewan Hubungan Internasional di New York, Selasa (25/6/2019).

"The Fed bebas dari tekanan-tekanan politik jangka pendek," kata Powell, dilansir dari Reuters.

"Kami tidak ada urusan mencoba bekerja berdasarkan pergerakan sesaat di sektor finansial. Kami harus melihat lebih jauh dari itu," ujarnya ketika ditanya mengenai kemungkinan The Fed mengecewakan pasar karena tidak mewujudkan harapan penurunan bunga acuan secara agresif itu.

Namun, ia mengatakan dirinya dan koleganya tengah mencari tahu apakah ketidakpastian terkait bea impor AS, konflik Washington dengan para rekan dagangnya, dan lesunya inflasi memerlukan penurunan suku bunga.


The Fed Hapus Harapan Penurunan Suku Bunga Besar-besaran
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (REUTERS/Leah Millis)

Sebelumnya, Presiden The Fed St. Louis James Bullard memupuskan harapan penurunan suku bunga hingga 50 basis poin.

"Duduk di sini hari ini, saya rasa 50 basis poin akan berlebihan," ujarnya kepada Bloomberg TV dan dikutip Reuters

"Saya tidak merasa situasi saat ini benar-benar meminta hal tersebut namun saya bersedia menurunkan 25 basis poin... Saya tidak suka mendahului pertemuan (The Fed) karena banyak hal bisa berubah hingga saat itu tiba. Namun, jika saya harus memutuskan hari ini, itulah yang akan saya lakukan," lanjutnya.

The Fed pada pertemuan penentuan kebijakanya pekan lalu memutuskan menahan bunga acuan namun memberi sinyal akan melonggarkan kebijakan di Juli.

Bullard ketika itu memberikan suara agar The Fed menurunkan suku bunganya karena lemahnya inflasi dan ketidakpastian proyeksi pertumbuhan ekonomi memerlukan langkah tersebut.

Mengutip CME Fedwatch, pada Senin (24/6/2019), probabilitas FFR diturunkan 50 basis poin pada bulan Juli mencapai 42,6%. Sedangkan saat ini, setelah Powell dan Bullard berbicara, probabilitas itu turun menjadi tinggal 29,2%, dikutip dari Newsletter CNBC Indonesia.

Meski demikian, pelaku pasar masih yakin 100% bahwa suku bunga akan turun bulan Juli, setidaknya 25 basis poin. (prm)


Selasa, 25 Juni 2019

The Fed Diproyeksi Pangkas Bunga, Dolar Terus Melemah - Rifanfinancindo

The Fed Diproyeksi Pangkas Bunga, Dolar Terus Melemah
Rifanfinancindo Palembang - Indeks dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah pada perdagangan Senin (24/6/19), setelah mengalami penurunan tajam dalam tiga hari berturut-turut pada pekan lalu.

Sikap dovish Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih menjadi penekan utama Mata Uang Paman Sam.

Pada pukul 20:50 WIB, indeks dolar berada di level 96,13 atau melemah sekitar 0,9%, mengutip data dari Refinitiv. Sementara dalam tiga hari terakhir indeks yang digunakan untuk mengukur kekuatan dolar ini anjlok 1,47%.

Saat mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (20/6/19) lalu, The Fed membuka peluang pemangkasan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR).
Pasca-pengumuman kebijakan tersebut, pelaku pasar semakin yakin Jerome Powell, sang pimpinan, akan memangkas suku bunga di tahun ini. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group yang menunjukkan hingga akhir tahun probabilitas suku bunga 2,25% - 2,50% ditahan sebesar 0% alias tidak ada.

The Fed diprediksi akan memangkas FFR sebanyak 25 basis poin menjadi 2,00% - 2,25% pada bulan Juli. Probabilitas terjadinya pemangkasan suku bunga tersebut sebesar 63,6%, berdasarkan perangkat FedWatch.

Di sisa tahun 2019, The Fed diramal akan memangkas FFR lagi di bulan September dan Desember.

Meski mayoritas bank sentral utama dunia juga akan melonggarkan kebijakan moneter, namun The Fed diprediksi menjadi yang paling agresif. Hal ini tentunya berkebalikan dengan tahun 2018 lalu, saat bank sentral paling powerful di dunia ini menaikkan suku bunga sebanyak empat kali.

Kebijakan The Fed mengalami u-turn jika pada akhirnya benar-benar memangkas suku bunga.

Bank sentral lainnya yang juga berancang-ancang akan melonggarkan moneter adalah European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BOJ). Namun, kedua bank sentral itu sepertinya akan menggunakan instrumen selain suku bunga untuk pelonggaran moneter, misalnya dengan program pembelian aset seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.

Hanya Bank of England (BOE) yang belum bersikap dovish, malah bank sentral Inggris ini membuka peluang kenaikan suku bunga jika Inggris keluar dari Uni Eropa dengan kesepakatan atau soft Brexit. (pap/pap)

Kamis, 20 Juni 2019

Banjir Sentimen Positif, Harga Minyak Melesat 1% Lebih - Rifanfinancindo

Banjir Sentimen Positif, Harga Minyak Melesat 1% Lebih
Foto: REUTERS / Isaac Urrutia
Rifanfinancindo Palembang - Harga minyak melesat lebih dari 1% seiring dengan penurunan inventori minyak di Amerika Serikat (AS). Selain itu Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akhirnya telah menyepakati tanggal pertemuan untuk mendiskusikan kelanjutan pengurangan produksi.

Pada perdagangan Kamis (20/6/2019) pukul 09:00 WIB, harga minyak brent kontrak pengiriman Agustus naik hingga 1,59% ke US$ 62,8/barel. Adapun harga light sweet (WTI) kontrak pengiriman Juli melesat hingga 1,69% menjadi US$ 54,67/barel.

US Energy Information Administration (EIA) mengumumkan inventori minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 14 Juni 2019 berkurang hingga 3,1 juta barel dibanding pekan sebelumnya. Hal itu membuat pelaku pasar sumringah karena sebelumnya konsensus analis memperkirakan penurunan inventori hanya sebesar 1,1 juta barel.

Penurunan inventori di AS akan membuat permintaan minyak mentah akan meningkat, setidaknya dlaam jangka pendek. Namun itu juga memberi harapan bahwa permintaan minyak masih bisa terjaga di tengah perlambatan ekonomi global seperti sekarang ini.

Isu pelemahan permintaan memang menjadi salah satu yang paling diperhatikan pelaku akhir-akhir ini. Pasalnya tiga lembaga yang memantau perkembangan keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) pasar minyak, kompak menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan untuk 2019. Tiga lembaga tersebut adalah EIA, OPEC, dan International Energy Agency (IEA), yang mana masing-masing menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan tahun 2019 sebesar 160.000 barel/hari, 70.000 barel/hari, dan 100.000 barel/hari.

Sentimen permintaan yang positif juga datang dari perkembangan hubungan dagang AS-China yang kian mesra.

"Saya rasa pertemuan nanti (dengan Presiden Xi) akan berjalan dengan sangat baik. Tim kami akan memulai pembicaraan. China ingin sebuah kesepakatan, demikian pula AS. Namun kesepakatan itu harus menguntungkan bagi semuanya," tutur Trump, mengutip Reuters.

Kala dua raksasa ekonomi dunia tidak lagi saling hambat perdagangan, maka rantai pasokan global akan kembali lancar. Permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak juga berpotensi meningkat.

Sementara itu, OPEC akhirnya sepakat untuk bertemu pada tanggal 2 Juli 2019 di Wina, Austria demi menentukan kelanjutan kebijakan pengurangan produksi yang telah dilakukan sejak Januari 2019 silam.

Jauh hari sebelumnya, pertemuan dijadwalkan pada tanggal 25-26 Juni, tetapi Rusia meminta diundur hingga 3-4 Juli. Iran bahkan menyarankan pertemuan ditunda hingga 10-12 Juli.

Sejauh ini OPEC telah memberi sinyal akan terus menahan produksi di level yang rendah. Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih juga pernah mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengurangi produksi secara bertahap dan menjaga pasokan di level normal.

Jika benar pada pertemuan nanti OPEC dan sekutunya lanjut mengurangi pasokan hingga akhir tahun, harga minyak berpeluang untuk menguat lagi.

Dari Timur Tengah, serangan roket telah menghantam kawasan pemukiman dan kantor beberapa perusahaan minyak, termasuk ExxonMobil, di daerah dekat Basra, Irak pada hari Rabu (19/6/2019). Serangan tersebut turut membuat ketegangan yang telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir semakin parah.

"Kelompok (yang meluncurkan roket) terdiri dari lebih dari satu grup dan terlatih dalam hal peluncuran misil," ujar pihak keamanan Irak, mengutip Reuters.

Pekan lalu juga telah terjadi penyerangan pada dua kapal tanker di perairan dekat Selat Hormuz, yang mana beberapa negara menuding Iran sebagai pihak yang bertanggungjawab. Namun Iran dengan segera menampik tuduhan tersebut.

Entah siapa yang salah, tetapi konflik di Timur Tengah dapat mengancam pasokan minyak global. Sebab, wilayah tersebut merupakan ladang minyak terbesar di dunia. Pasokan yang semakin seret sudah tentu akan memberi dorongan ke atas pada harga minyak.(taa/taa)

 

Senin, 17 Juni 2019

GSP Dicabut, Perang Dagang AS-India Berkobar - Rifanfinancindo

GSP Dicabut, Perang Dagang AS-India Berkobar
Foto: REUTERS/Thomas White
Rifanfinancindo Palembang - India mengenakan bea impor yang lebih tinggi terhadap 28 produk asal Amerika Serikat (AS) sebagai balasan setelah Negeri Paman Sam mencabut fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) untuk Negeri Bollywood itu.

Aksi balasan dari India itu menargetkan produk-produk AS, seperti kacang almond, apel, dan kacang walnut.

Penerapan GSP sebelumnya membuat berbagai produk dari India senilai US$5,6 miliar dapat masuk ke AS tanpa dikenai bea impor.

Bea impor baru itu berlaku mulai Minggu, menurut pemberitahuan resmi pemerintah, dilansir dari Reuters. Langkah ini membuat perseteruan dagang baru terjadi setelah Presiden AS Donald Trump berkuasa pada 2017 dan berjanji akan menindak negara-negara yang mencetak defisit perdagangan besar.

Trump telah mencabut GSP bagi India sejak 5 Juni lalu. India menyebut kebijakan itu sangat disayangkan dan berjanji akan membela kepentingan nasionalnya.

Reuters sebelumnya melaporkan bahwa India bersiap untuk menjatuhkan bea masuk yang lebih tinggi jelang pertemuan Perdana Menteri Narendra Modi dan Trump di sela-sela konferensi G20 di Jepang pada 28 dan 29 Juni mendatang.

India awalnya mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan bea impor hingga 120% terhadap beberapa produk AS pada Juni tahun lalu menyusul keputusan Washington yang menolak mengecualikan New Delhi dari bea masuk baja dan aluminium yang lebih tinggi.

Namun, India terus-menerus menunda penerapan kebijakan itu sembari menunggu hasil pembicaraan dagang kedua negara. Nilai perdagangan AS-India mencapai sekitar US$142,1 miliar di 2018.

Bea masuk India yang lebih tinggi terhadap barang-barang AS dapat berdampak pada hubungan politik dan keamanan kedua negara.

GSP Dicabut, Perang Dagang AS-India Berkobar
Ilustrasi pabrik di India (Foto: REUTERS/Amit Dave)
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan berkunjung ke India bulan ini. Pada pekan lalu, ia sempat mengatakan negaranya terbuka untuk berdialog untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dengan India melalui pemberian akses pasar yang lebih besar bagi perusahaan-perusahaan Amerika di Negeri Bollywood itu.

Aturan baru India di beberapa bidang, seperti e-commerce dan lokalisasi data, telah membuat AS marah dan menghantam berbagai perusahaan seperti Amazon.com, Walmart, Mastercard, dan Visa. (prm)
 

Jumat, 31 Mei 2019

Masih Dibayangi Perang Dagang, Wall Street Menguat Terbatas - Rifanfinancindo

Masih Dibayangi Perang Dagang, Wall Street Menguat Terbatas
Rifanfinancindo Palembang - Indeks-indeks acuan Wall Street berhasil memulihkan diri dari pelemahan di sesi sebelumnya dan ditutup menguat, Kamis (30/5/2019). Namun, kekhawatiran terkait perseteruan dagang dan pelemahan ekonomi global membatasi laju penguatan tersebut.

Dow Jones Industrial Average naik tipis 0,17%, S&P 500 bertambah 0,21%, sementara Nasdaq Composite menguat 0,27%. Indeks-indeks utama tersebut ditutup melemah hari Rabu dengan Dow Jones kehilangan lebih dari 200 poin.

Wall Street sempat memerah di sesi perdagangan siang hari ketika imbal hasil obligasi negara Amerika Serikat (AS) atau US Treasury jatuh ke posisi terendahnya dalam 20 bulan terakhir di level 2,227%. Yield tersebut masih ada di atas 2,5% awal bulan ini, dilansir dari CNBC International.

Yield yang rendah menandakan harga obligasi tengah tinggi karena diburu investor.

Jatuhnya imbal hasil tersebut yang diikuti dengan pembalikan atau inversi yield (inverted yield) telah meningkatkan kecemasan bahwa pertumbuhan ekonomi AS tengah melambat. Para investor biasanya memandang obligasi sebagai alternatif aset yang lebih aman ketika kekhawatiran terkait perekonomian meningkat.

"Ini sudah pasti menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat," kata Ryan Nauman, ahli strategi pasar di Informa Financial Intelligence mengenai turunnya imbal hasil tersebut.

"Para investor tengah keluar dari saham dan masuk ke Treasury demi strategi bermain bertahan," jelasnya.

Perseteruan dagang antara AS dan China yang bekepanjangan membebani pasar. Seorang diplomat senior China kembali melancarkan retorika menyerang semalam sebelumnya.

China juga telah menghentikan pembelian kedelai dari AS, menurut laporan Bloomberg News.

Washington dan Beijing telah saling mengenakan bea masuk terhadap ratusan miliar dolar produk sejak awal 2018 yang memukul pasar keuangan global. Awal bulan ini, kedua negara menaikkan lagi bea impor terhadap berbagai produknya yang membuat perang dagang memanas. (prm)



Senin, 27 Mei 2019

Digosok Perang Dagang dan Brexit, Emas Semakin Berkilau - Rifanfinancindo

Digosok Perang Dagang dan Brexit, Emas Semakin Berkilau
Foto: REUTERS/Edgar Su
Rifanfinancindo Palembang - Harga emas global lanjut menguat seiring peningkatan risiko ekonomi global. Setelah perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China terlihat buntu, potensi Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan (no deal Brexit) kian memuncak.

Pada perdagangan hari Senin (27/5/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Juni di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat 0,21% ke level US$ 1.286,3/troy ounce. Adapun harga emas di pasar spot juga naik 0,16% menjadi US$ 1.286,74/troy ounce.

Pun hingga penutupan perdagangan Jumat (24/5/2019), harga emas COMEX dan spot mampu membukukan penguatan masing-masing sebesar 0,62% dan 0,59% dalam sepekan, secara point-to-point.

Menjelang akhir pekan lalu, pemerintah China dikabarkan sudah tidak memiliki keinginan untuk melanjutkan perundingan dagang dengan AS.

Hal itu menyusul langkah AS yang memasukkan raksasa teknologi asal China, Huawei, ke dalam daftar hitam. Alhasil perusahaan AS tidak dapat lagi membeli produk-produk buatan Huawei, kecuali mendapatkan izin resmi dari pemerintah.

Bahkan dampaknya meluas. Tidak hanya perusahaan AS yang mengehtikan kerjasama dengan Huawei, melainkan banyak perusahaan negara-negara lain. Contohnya Panasonic, yang mana pabrikan elektronik asal Jepang tersebut memutuskan untuk tidak lagi membeli komponen-komponen buatan Huawei. Ada pula ARM, perusahaan pembuat Chip asal Inggris yang melakukan hal serupa.

Ini membuat hubungan dagang AS-China masih tidak jelas. Jika sampai tidak ada perundingan dagang lagi, eskalasi perang tarif bukan sesuatu yang tidak mungkin. AS dikabarkan tengah mengkaji pengenaan tarif 25% pada produk China lain senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya bukan objek perang dagang.

Jika tidak ada halangan, kebijakan tersebut mungkin diberlakukan dalam 30-45 hari sejak akhir pekan lalu.

Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin juga mengatakan sejauh ini belum ada kebijakan lain yang direncanakan pihaknya.

Kala perang dagang semakin meluas, maka perlambatan ekonomi global hampir merupakan sebuah keniscayaan.

Ditambah, pada akhir pekan, Perdana Menteri Inggris, Theresa May mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya mulai 7 Juni 2019 mendatang.

Bahayanya, sejumlah nama calon pengganti May tampak bergairah untuk keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun.

"Agar bisa sukses dalam negosiasi, Anda harus siap untuk pergi begitu saja," ujar Andrea Leadsom, mantan ketua parlemen, mengutip Reuters.

"Kami akan meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober. Deal or no deal!" tegas Boris Johson, mantan menteri luar negeri, mengutip Reuters.

Sebenarnya May masih bisa menghindari no deal Brexit. Pada pekan pertama bulan Juni 2019, May sekali lagi akan membawa proposal Brexit ke hadapan parlemen. Bila akhirnya proposal Brexit (yang tanpa banyak perubahan) disetujui oleh parlemen, maka Inggris akan mengantongi kesepakatan dengan Uni Eropa.

Namun bila tidak, bayang-bayang hitam no deal Brexit semakin pekat. Kala no deal Brexit terjadi, analis memperkirakan ekonomi Inggris akan terkontraksi cukup dalam.

Mengingat Negeri Ratu Elizabeth merupakan ekonomi terbesar kelima di dunia, pasti dampaknya juga akan mendunia.

Perlambatan ekonomi global, dari yang sudah lambat, akan sulit untuk dihindari.

Alhasil risiko koreksi nilai aset semakin tinggi. Investor pun gencar memburu emas karena nilainya yang relatif lebih stabil dibandingkan instrumen-instrumen lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)

 

Rabu, 22 Mei 2019

Kemarin Melesat, Indeks Shanghai Kini Diterpa Profit Taking - Rifanfinancindo

Kemarin Melesat, Indeks Shanghai Kini Diterpa Profit Taking
Foto: REUTERS/Bobby Yip/File Photo
Rifanfinancindo Palembang - Aksi ambil untung menerpa bursa saham China pada perdagangan hari ini. Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai turun tipis 0,01% ke level 2.905,81. Sementara itu, indeks Hang Seng naik 0,35% ke level 27.753,54.

Maklum jika aksi ambil untung menghinggapi indeks Shanghai. Pasalnya pada perdagangan kemarin (21/5/2019), indeks Shanghai sudah melesat sebesar 1,23%. Melunaknya sikap AS terhadap China membuat saham-saham di Negeri Panda menjadi buruan investor pada perdagangan kemarin.

Seperti yang diketahui, pada pekan lalu Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.

Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 70 entitas terafiliasi dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.

Pada hari Senin (20/5/2019) waktu setempat, AS melunak dengan melonggarkan sejumlah larangan yang dikenakan pekan lalu terhadap Huawei.

Departemen Perdagangan AS mengizinkan Huawei untuk membeli barang-barang buatan AS selama 90 hari demi mempertahankan jaringan yang sudah ada saat ini dan menyediakan pembaruan (update) piranti lunak bagi ponsel-ponsel Huawei yang sudah ada saat ini, dilansir dari Reuters.

Pada hari ini, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan dirilis di China dan Hong Kong. 

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)


 

Kamis, 16 Mei 2019

Pengumuman dari Badan Siber RI: Update Segera WhatsApp Anda! - Rifanfinancindo

Pengumuman dari Badan Siber RI: Update Segera WhatsApp Anda!
Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Rifanfinancindo Palembang - Masalah kerentanan keamanan pada WhatsApp karena WhatsApp Calls bisa disusupi spyware asal Israel mendapat perhatian dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Badan yang dulunya bernama Lembaga Sandi Negara ini meminta penguna mengupdate aplikasi WhatsApp.

Dalam pengumumannya yang diterima CNBC Indonesia, BSSN menyatakan pada 13 Mai 2019, Facebook telah menerbitkan himbauan mengenai celah keamanan Remote Code Execution (RCE) CVE-2019-3568 pada aplikasi WhatsApp.

Himbauan BSSN soal celah keamanan di WhatsApp Calls (Foto: BSSN/IST)

"Celah keamanan ini memungkinkan penyerang untuk mengeksploitasi fungsi panggilan telepon pada WhatsApp untuk menghubungi celah target dan kemudian melakukan instalasi malware secara remote," ujar BSSN, Kamis (15/5/2019).

Untuk itu, BSSN menghimbau bagi pengguna ponsel yang menggunakan sistem operasi Android untuk meng-update aplikasi ke versi terbaru ke WhatsApp versi v2.19.134 dan WhatsApp Business versi v.2.19.44.

Pengguna ponsel iPhone untuk melakukan pemutahiran aplikasi ke versi terbaru ke WhatsApp versi v21.19.51 dan WhatsApp Business versi V.2.19.51.

Himbauan BSSN soal celah keamanan di WhatsApp Calls (Foto: BSSN/IST)
Begitu juga pengguna ponsel Windows Phone untuk update WhatsApp ke versi V2.18.384 dan pengguna ponsel yang menggunakan sistem operasi Tizen untuk update WhatsApp ke versi v2.18.15.

"Selalu lakukan pemutahiran terhadap aplikasi-aplikasi lain juga, karena pada umum pemutahiran memuat perbaikan terhadap isu keamanan yang sangat penting untuk mencegah eksploitasi celah keamanan pada aplikasi yang kita gunakan," pesan BSSN.

Celah keamanan melalui WhatsApp Calls pertama kali dilaporkan oleh Financial Times. Dalam laporannya disebutkan WhatsApp Calls bisa disusupi spyware asal Israel. Spyware tersebut adalah buatan perusahaan Israel bernama NSO Group. Spyware ini bisa menginvasi telepon WhatsApp pada versi Android dan iOS.

Spyware ini tak hanya bisa menyusupi lewat telepon, tetapi juga melalui panggilan telepon yang tak dijawab oleh pengguna. Dalam sejumlah kasus panggilan yang tak terjawab ini bisa hilang dalam dari daftar panggilan sehingga pengguna tidak menyadari adanya telepon tersebut.

Spyware merupakan sebuah software atau perangkat lunak yang bertugas untuk memantau dan memata-mata aktivitas penguna internet. Fungsi Spyware menjadi negatif apabila bisa digunakan untuk melihat dan mencuri data pengguna.


Senin, 13 Mei 2019

Masih Ada Harapan, Trump & Xi Jinping Akan Bertemu Juni Ini - Riffinancindo

Masih Ada Harapan, Trump & Xi Jinping Akan Bertemu Juni Ini
Rifanfinancindo Palembang - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan akan bertemu di sela-sela pertemuan G20 Juni mendatang di Jepang, kata penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Minggu (12/5/2019).

Ia mengatakan peluang terjadinya pertemuan itu cukup baik namun belum ada rencana konkret kapan delegasi AS dan China akan kembali melanjutkan perundingan dagang.

Negosiasi dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu berakhir Jumat pekan lalu tanpa menghasilkan perjanjian dagang. Perundingan tersebut berlangsung di tengah bayang-bayang penerapan kenaikan bea impor terhadap produk-produk China oleh pemerintahan Trump.


"Perundingan akan berlanjut," kata Kudlow, dilansir dari CNBC International. "Saya akan mengatakan ini: Ada pertemuan G20 di Jepang akhir Juni mendatang dan peluang bahwa Presiden Trump dan Presiden Xi akan bertemu di pertemuan itu cukup baik."

Trump menyebut perundingan pada Jumat lalu berlangsung konstruktif dan mengatakan negosiasi dagang akan berlanjut sembari AS tetap menerapkan bea masuknya. Namun, ia juga menyampaikan bahwa bea impor itu bisa dicabut bergantung pada situasi dan kemajuan yang terjadi di masa depan.

Kudlow dalam wawancara dengan Fox News itu memperkirakan China akan membalas langkah penerapan bea impor AS. Beijing memang telah mengancam akan meluncurkan serangan balasan pekan lalu namun sejauh ini belum melakukannya.

Kudlow juga mengatakan China telah mundur dari beberapa komitmennya yang memaksa Trump mengambil langkah menaikkan bea masuk. Ia merujuk pada pencurian hak kekayaan intelektual dan alih teknologi paksa sebagai isu-isu rumit yang belum berhasil disepakati kedua negara.

Masih Ada Harapan, Trump & Xi Jinping Akan Bertemu di Juni
Foto: Wakil Perdana Menteri China Liu He berjabat tangan dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin di luar kantor Perwakilan Dagang AS di Washington, AS, (9/5/2019). (REUTERS / James Lawler Duggan)
"Negosiasi telah berlangsung terlalu lama dan kami tidak dapat menerima kemunduran sikap apapun," katanya. "Kami tidak yakin China telah cukup berubah, kami akan menanti dan memperhatikan."

Pada Sabtu lalu, Trump memperingatkan China untuk segera menentukan sikapnya dalam polemik dagang ini atau menghadapi langkah yang lebih buruk di masa jabatannya yang kedua setelah pemilu 2020 mendatang.(prm)

Rabu, 08 Mei 2019

Perseteruan AS-China Makin Panas, Entah Sampai Kapan - Rifanfinancindo

Perseteruan AS-China Makin Panas, Entah Sampai Kapan
REUTERS / Jonathan Ernst
Rifanfinancindo Palembang - Hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali panas setelah presiden Donald Trump mengancam akan meningkatkan tarif impor pada barang-barang China.

Padahal, beberapa pekan terakhir santer beredar kabar bahwa kedua ekonomi terbesar di dunia itu sudah hampir melahirkan kesepakatan.

Minggu kemarin, Trump mengeluarkan ancaman baru akan menaikkan bea impor terhadap produk China senilai US$200 miliar menjadi 25% dari 10% pada Jumat pekan ini.

Hal itu karena para pejabat AS merasa China dalam sepekan terakhir telah mengingkari beberapa komitmen penting yang telah dibuat dalam perundingan dagang selama berbulan-bulan belakangan.

Lalu sampai kapankah perang dagang yang telah berlangsung setahun lebih ini akan berakhir? Jawabannya, belum ada yang bisa memastikan.

Namun, beberapa pihak termasuk Pimpinan Dana Moneter Internasional (IMF) yakin bahwa ekonomi dunia akan makin melambat jika perang dagang berlanjut lebih lama. Christine Lagarde bahkan dengan tegas mengatakan China dan AS harus menyelesaikan perang dagang mereka.

"Bagi kami di IMF, sangat penting bahwa ketegangan perdagangan diselesaikan dengan cara yang memuaskan bagi semua pihak karena jelas ketegangan antara Amerika Serikat dan China adalah ancaman bagi ekonomi global," kata Lagarde, mengutip Reuters, Selasa.

Meski Trump kembali meluncurkan ancamannya, beberapa analis Wall Street tetap optimistis kesepakatan dagang akan segera terwujud dan menganggap ancaman Trump hanyalah taktik negosiasi.

Negosiasi perdagangan antara pejabat AS dan China pun masih dijadwalkan untuk dilanjutkan pada Kamis di Washington.

Kementerian Perdagangan China mengatakan Wakil Perdana Menteri Liu He masih akan memimpin delegasi perundingan dari Beijing dan akan berada di Washington selama dua hari.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan rasa saling menghormati antara kedua belah pihak adalah dasar tercapainya perjanjian dagang.

"Kenaikan bea impor tidak dapat menyelesaikan masalah apapun," kata Geng dalam konferensi pers rutin, Selasa (7/5/2019).

"Pembicaraan adalah hal yang biasa terjadi dalam proses perundingan. Normal bagi kedua belah pihak untuk memiliki perbedaan. China tidak akan menghindari masalah dan China tulus ingin melanjutkan pembicaraan," ujarnya. (prm)


 

Jumat, 03 Mei 2019

Setelah Tertekan Akibat ,Harga Emas Rebound - Rifanfinancindo

Setelah Tertekan Akibat The Fed, Harga Emas Rebound
Rifanfinancindo Palembang - Setelah terkoreksi cukup dalam pada perdagangan Kamis (2/5/2019) kemarin, pergerakan harga emas dunia masih cenderung terbatas pada hari Jumat (3/5/2019).

Pada pukul 08:20 WIB, harga emas kontrak pengiriman Juni di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat tipis 0,06% menjadi US$ 1.272,8/troy ounce, setelah amblas 0,95% kemarin.

Adapun harga emas di pasar spot naik terbatas 0,08% ke posisi US$ 1.271,47/troy ounce setelah terkoreksi 0,46% kemarin.

Potensi rebound teknikal memang biasanya meningkat setelah harga jatuh cukup dalam. Hal ini yang kemungkinan terjadi pada harga emas hari ini. Pasalnya, sentimen yang ada masih membebani harga emas.

Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed kemarin mengumumkan hasil rapat bulanan dengan nada-nada yang agaknya lebih agresif dari biasanya.

Meskipun keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga acuan di 2,25%-2,5% sudah diprediksi. Namun pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell membuat pasar agak terkejut.

"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar.

"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.

Pernyataan tersebut meruntuhkan ekspektasi pelaku pasar akan kemungkinan The Fed untuk menurunkan suku bunga. Bila suku bunga The Fed tak turun, artinya dolar AS masih akan mempertahankan keperkasaannya. Investor pun cenderung melarikan asetnya pada instrumen-instrumen berbasis dolar.

Alhasil nilai Dollar Index (DXY) yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia menguat hingga 0,15% kemarin.

Saat dolar perkasa, daya tarik emas di mata para investor akan berkurang. Sebab emas di pasar global ditransaksikan dengan dolar. Harga emas pun menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang asing.


TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/prm)

 

Senin, 29 April 2019

Yen Masih Perkasa di Awal Pekan - Rifanfinancindo

Yen Masih Perkasa di Awal Pekan
Rifanfinancindo Palembang - Mata uang yen Jepang dibuka menguat di perdagangan Senin (29/4/19) setelah pada pekan lalu berhasil mencetak kenaikan dua minggu beruntun.

Yen mengawali perdagangan di level 111,52/US$ sebelum terkoreksi ke level 111,59/US$ pada pukul 7:17 WIB, melansir kuotasi dari MetaTrader 5.

Keberhasilan yen menguat pada pada pekan lalu tidak lepas dari performa dua hari perdagangan terakhir. Di hari Kamis (25/4/19), Bank of Japan (BOJ) yang mengumumkan kebijakan moneternya yang menjadi pemicu penguatan yen.


Dalam pengumumannya, BOJ menurunkan proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi Jepang. Dari proyeksi yang terbaru, BOJ memperkirakan hingga tahun 2022, inflasi akan sebesar 1,6%, yang berarti belum mencapai target yang dicanangkan sebesar 2%. Inflasi di tahun 2021 diprediksi sebesar 1,3% direvisi turun dari sebelumnya 1,3%.

Sekilas melihat proyeksi tersebut menandakan sikap dovish BOJ, namun sebenarnya masih lebih bagus dari yang diprediksi para pelaku pasar. Bank sentral tersebut sebelumnya diprediksi akan memberikan stimulus moneter tambahan atau setidaknya memberikan indikasi akan adanya stimulus atau pelonggaran moneter.

Namun nyatanya BOJ tidak menyinggung masalah stimulus, yang ada malah menyebutkan secara tegas kapan suku bunga akan mulai dinaikkan.

Jika sebelumnya bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda tersebut selalu bias dalam memberikan proyeksi suku bunga, kini dengan tegas menyatakan akan mempertahankan suku bunga -0,1% hingga musim semi atau sekitar kuartal II 2020, yang berarti suku bunga akan dinaikkan di tahun depan.

Hal tersebut yang membuat yen langsung melesat ke level terkuat dua pekan (USD/JPY di level terendah 2 pekan).

Performa yen ini berhasil dipertahankan di hari Jumat pasca-rilis data pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat (AS).

Meski diliris sebesar 3,2%, atau jauh di atas estimasi Forex Factory sebesar 2,2%, namun komponen belanja konsumen yang merupakan tulang punggung ekonomi Paman Sam justru menunjukkan pelambatan.

Hal itu yang membuat dolar kembali tertekan, dan berhasil dimanfaatkan yen untuk kembali menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA (prm)

 

Jumat, 12 April 2019

Heboh Surat Suara di Malaysia Tercoblos, Bagaimana Faktanya? | Rifanfinancindo

Heboh Surat Suara di Malaysia Tercoblos, Bagaimana Faktanya?
(CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rifanfinancindo Palembang - Kabar menghebohkan datang dari Selangor, Malaysia. Warga Negara Indonesia (WNI) di sana melaporkan temuan berupa surat suara tercoblos, mayoritas nomor urut 01, yakni pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Ketua Panwaslu Kuala Lumpur Yaza Azzahara ketika dikonfirmasi detikcom, Kamis (11/4/2019), membenarkan hal itu. Ia mengaku mendapatkan informasi sekitar pukul 12.00 waktu setempat.
"Saya langsung mendatangi langsung lokasi yang katanya ada surat suara tercoblos itu," kata Yaza seperti dikutip CNBC Indonesia dari pemberitaan detikcom.

Surat suara, menurut dia, dibungkus dalam kantong-kantong plastik berwarna hitam. Kantong-kantong itu diletakkan di sebuah ruko yang ada di Bangi, Selangor.

"Jadi berdasarkan sampel yang kita ambil, terdapat beberapa surat suara yang sudah dicoblos. Semuanya mayoritas mencoblos 01. Dan ada juga di pileg untuk dari NasDem. Ini sudah kami sampaikan ke Bawaslu," ujar Yaza.

Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Fritz Edward Siregar saat dikonfirmasi terpisah mengaku sudah membuat rekomendasi perihal kinerja panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang diragukan.

"Kami akan meminta KPU menghentikan pemungutan suara di seluruh Malaysia," katanya.

"Terbukti PPLN tidak melaksanakan tugas dengan benar. Meminta KPU segera melakukan evaluasi kinerja," sambungnya.

Temuan ini mengejutkan lantaran pemungutan suara baru di Malaysia baru akan dilaksanakan pada Minggu (14/4/2019) pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB. Demikian tertulis dalam Surat Edaran Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Malaysia di Kuala Lumpur Nomor: 00036/WN/04/2019/07.

"Kami mengimbau kepada seluruh warga negara Indonesia yang berada di Malaysia untuk dapat menggunakan hak pilihnya untuk memilih Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada Pemilu 2019. Terdapat 255 lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di berbagai kawasan (terlampir)," demikian tertulis dalam surat edaran itu.

Berdasar lampiran itu, mayoritas TPS berada di KBRI Kuala Lumpur yang berlokasi di Jalan Tun Razak dan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur di Lorong Tun Ismail masing-masing 25 TPS dan 23 TPS. Total pemilih di Malaysia merupakan yang terbanyak di antara negara-negara penyelenggara Pemilu Indonesia 2019, yaitu 985.216 pemilih.

Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara merespons pemberitaan tersebut.

"Ya dicek sajalah," ujar Jokowi selepas melaksanakan kegiatan kampanye di Depok, Jawa Barat, Kamis (11/4) sore.

Apabila itu benar dan merupakan pelanggaran, maka Jokowi mempersilakan agar dilaporkan ke Bawaslu.

"Mekanismenya jelas kok, enggak usah diangkat isu isu yang enggak jelas," kata petahana. (hps/hps)
 
  

Selasa, 09 April 2019

Dituduh Trump Sebabkan Ekonomi Lesu, The Fed Buka Suara - Rifanfinancindo

Dituduh Trump Sebabkan Ekonomi Lesu, The Fed Buka Suara
Rifanfinancindo Palembang - Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve menyangkal tuduhan Presiden Donald Trump bahwa pengetatan kebijakan moneternya telah memukul perekonomian.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan Jumat (5/4/2019) pekan lalu, The Fed St. Louis mengatakan langkah bank sentral menurunkan jumlah kepemilihan obligasi dalam neracanya - yang dikenal dengan istilah pengetatan kuantitatif - tidak akan memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan.
Pendapat tersebut secara langsung membantah pernyataan Trump di hari yang sama bahwa normalisasi kebijakan bank sentral telah benar-benar memperlambat perekonomian, dilansir dari CNBC International, Senin.

"Benar bahwa menghapuskan kebijakan moneter akomodatif yang tidak biasa akan menimbulkan aktivitas bisnis riil yang lebih sedikit dan harga-harga yang lebih rendah namun penyusutan neraca The Fed yang sedang berlangsung bukanlah penyebab lesunya pasar aset di 2018, tidak juga akan menghambat kegiatan ekonomi ke depan," tulis ekonom The Fed Christopher J. Neely.

The Fed telah melepas kepemilikan obligasi negara AS dan surat berharga berbasis hipotek senilai US$50 miliar per bulan untuk menurunkan nilai neracanya yang sebelumnya mencapai US$4,5 triliun.

Namun, bank sentral di Maret mengumumkan akan mulai memperlambat penurunan neraca itu di Mei dan menghentikannya di September setelah berhasil melepas kepemilikannya senilai sekitar US$1 triliun.

Trump pada Jumat lalu menyebut ekonomi AS bisa melesat seperti "roket" jika The Fed memangkas suku bunga acuan. Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah rilis data angka pekerja bulan Maret diumumkan.

Sang presiden juga mengatakan The Fed "benar-benar memperlambat pertumbuhan ekonomi AS, dan "tidak ada inflasi"terjadi karenanya.

"Saya pikir mereka (Fed) harus menurunkan suku bunga dan menghapuskan pengetatan kuantitatif," kata Trump kepada wartawan.

Para staff Gedung Putih juga telah meminta The Fed untuk memangkas suku bunga sebanyak 50 basis poin. (prm)


Kamis, 04 April 2019

Kompak dengan Bursa Asia, IHSG Dibuka Menguat ke 6.495 - Rifanfinancindo

Foto: Rachman Haryanto
Foto: Rachman Haryanto
Rifanfinancindo Palembang - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pagi ini. IHSG dibuka naik 15,740 poin (0,24%) ke 6.495,226.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini bertahan di level Rp 14.170.

Pada perdagangan pre opening, IHSG menguat 13,719 poin atau 0,21% ke 6.489,785. Indeks LQ45 menguat 3,486 poin atau 0,34% ke 1.023.

Membuka perdagangan Kamis (4/4/2019), IHSG melanjutkan penguatan 15,740 poin (0,24%) ke 6.495,226. Indeks LQ45 bertambah 3,975 poin (0,39%) ke 1.025,130.

Pada pukul 09.05 waktu JATS, IHSG masih menguat 16,938 poin (0,26%) ke 6.493. Indeks LQ45 juga naik lagi 3,029 poin (0,30%) ke 1.022.

Pada perdagangan Rabu (3/4) bursa saham Wall Street kompak ditutup menguat, Dow Jones naik 0,15%, S&P 500 menguat 0,21% dan Nasdaq positif 0,60%. Penguatan tersebut ditopang oleh optimisme perdagangan antara AS dan China, di mana Penasihat Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa kedua negara telah mendekati kata sepakat.

Sementara itu rilisnya data dari sektor jasa AS yang tercatat turun ke level terendah 1,5 tahun terakhir membuat penguatan bursa Wall Street sedikit tertahan.

Adapun data yang rilis diantaranya Markit Composite Final periode Maret turun ke level 54,6 lebih rendah dibandingkan sebelumnya yang di level 55,6, kemudian data penambahan jumlah tenaga kerja bulan Maret yang tercatat lebih sedikit dari perkiraan pasar atau sebanyak 129.000.

Perdagangan bursa saham Asia mayoritas bergerak positif pagi ini. Berikut pergerakannya:
  • Indeks Nikkei 225 naik 59,109 poin ke posisi 21.773,600
  • Indeks Hang Seng bertambah 32,320 poin ke 30.017,971
  • Indeks Komposit Shanghai naik 26,640 poin ke 3.241
  • Indeks Strait Times naik 6,060 poin ke 3.317
(ara/ara)

Sumber : Detik

Lowongan Kerja

Rifanfinancindo
Rifan Financindo
PT Rifan Financindo

Jumat, 29 Maret 2019

Jelang Akhir Pekan, IHSG Dibuka di Zona Merah | Rifanfinancindo

Foto: Grandyos Zafna
Rifanfinancindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pagi ini. IHSG dibuka naik tipis 0,195 poin ke 6.480,983.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini menguat posisinya dibanding kamis (28/3) kemarin, berada di level Rp 14.230.

Pada perdagangan pre opening, IHSG menguat tipis 0,195 poin ke 6.480,983. Sementara Indeks LQ45 melemah 0,78 poin (0,02%) ke 1.018,935.
Membuka perdagangan Jumat (29/3/2019), IHSG berbalik ke zona merah dengan melemah tipis 0,200 poin (0,00%) ke 6.480,588. Indeks LQ45 bertambah 0,005 poin (0,0%) ke 1.019,018.

Pada pukul 09.05 waktu JATS, IHSG kembali melemah 5,636 poin (0,09%) ke 6.475,152. Indeks LQ45 juga melemah 1,224 poin (0,6%) ke 1.017,789.

Pada perdagangan semalam (28/03) bursa saham Wall Street kompak ditutup dalam teritori positif, dimana Dow Jones naik 0,36%, S&P menguat 0.36% dan Nasdaq positif 0,34%.

Penguatan ini terjadi seiring dengan optimisme para pelaku pasar terhadap pembicaraan perdagangan antara China dan AS yang diperkirakan menghasilkan suatu kemajuan yang baik.

Sementara itu rilisnya data GDP AS pada kuartal IV 2018 yang melambat atau tumbuh sebesar 2.2% dibandingkan sebelumnya (QoQ) yang tumbuh 3.4% tidak menghambat pergerakan indeks untuk tetap ditutup dalam zona hijau.

Perdagangan bursa saham Asia mayoritas bergerak negatif pagi ini. Berikut pergerakannya:
  • Indeks Nikkei 225 naik 130,340 poin ke posisi 21.164,100
  • Indeks Hang Seng naik 19,199 poin ke 28.794,410
  • Indeks Komposit Shanghai turun 10,990 poin ke 3.005,930
  • Indeks Strait Times naik 8,4poin ke 3.211,980
(fdl/fdl)

Sumber : Detik

Selasa, 26 Maret 2019

Bukan Resesi, Inversi Yield Tandakan Bunga The Fed Ketinggian - Rifanfinancindo

Bukan Resesi, Inversi Yield Tandakan Bunga The Fed Ketinggian
Rifanfinancindo - Mantan gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Janet Yellen, mengatakan pasar obligasi AS saat ini bisa jadi tengah memberi sinyal perlunya pemotongan suku bunga dan mengakhiri tren pelemahan ekonomi.

Menurutnya, pembalikan yield obligasi bertenor tiga bulan dan 10 tahun yang terjadi sejak Jumat pekan lalu itu bukanlah pertanda resesi.

Inversi antara tenor tiga bulan dan 10 tahun seringkali dijadikan indikator terjadinya resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan. Investor yang meminta 'jaminan ' lebih tinggi untuk instrumen jangka pendek menggambarkan pembacaan yang suram terhadap kondisi perekonomian dalam waktu dekat.

Yellen yang memimpin The Fed di periode 2014-2018 ditanya mengenai inversi yield dan apakah itu menandakan resesi dalam sebuah konferensi di Hong Kong, Senin (25/3/2019).

"Jawaban saya adalah tidak, saya tidak melihatnya sebagai sebuah sinyal resesi," ujarnya, dilansir dari CNBC International.

"Berbeda dengan di masa lalu, saat ini ada tendensi bahwa kurva yield cenderung sangat mendatar," ujarnya. Ia menambahkan bahwa saat ini lebih mudah bagi yield tersebut untuk terinversi di mana yield obligasi bertenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang.

"Dan fakta ini mungkin menandakan bahwa The Fed di suatu titik perlu untuk menurunkan suku bunga, namun ini tentu saja tidak menandakan bahwa beberapa perkembangan ini akan menyebabkan resesi," tambah Yellen.

Meski yakin tidak akan terjadi resesi, namun ia mengakui bahwa ekonomi AS memang tengah melambat.

"AS memang tengah mengalami perlambatan pertumbuhan," ujarnya. Namun perkiraan The Fed bahwa AS akan tumbuh 2,1% dari 3,1% tahun lalu masih mendekati potensi Negeri Paman Sam itu.

"Jadi, ini bukanlah situasi yang berbahaya," kata Yellen. "Jadi, ya, pertumbuhan melambat, namun saya tidak melihat ekonomi melambat ke level yang akan menyebabkan resesi."

Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal atau lebih berturut-turut. (prm)



Kamis, 21 Maret 2019

Shanghai & Hang Seng Bergerak Terbatas karena Trump | Rifanfinancindo

Shanghai & Hang Seng Bergerak Terbatas karena Trump
Foto: Reuters
Rifanfinancindo - Indeks Shanghai dibuka stagnan pada 3.090,64, sementara indeks Hang Seng naik 0,23% ke level 29.387,75.

Indeks bursa saham acuan di Negeri Panda memilih sikap bertahan di pembukaan perdagangan hari ini (21/3/2019) karena pergerakan pelaku pasar dibatasi dua sentimen yang datang dari Bank Sentral AS/The Fed dan Presiden AS Donald Trump.

Dini hari tadi, pukul 02:00 WIB, Jerome Powell, Gubernur The Fed, memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (Federal Funds Rate) di kisaran 2,25-2,5% atau median 2,375% seperti perkiraan pasar. Powell dan sejawat juga memproyeksikan tidak akan ada kenaikan suku bunga lanjutan di tahun 2019, dilansir Reuters.

"Mungkin perlu waktu sebelum proyeksi lapangan kerja dan inflasi mendorong perubahan kebijakan," kata Gubernur The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers setelah rapat penentuan kebijakan.

Keputusan ini harusnya membuat bursa saham China bergembira, namun hari ini Trump malah membatasi pergerakan pelaku pasar dengan mengumumkan bahwa tarif impor terhadap produk-produk China dapat tetap diterapkan untuk jangka waktu yang panjang, dilansir Reuters.

"Kami tidak berbicara untuk menghapusnya (tarif impor ke China). Kami bicara tentang mempertahankannya untuk jangka waktu yang lama karena kami harus memastikan bahwa China mengikuti kesepakatan, dan menerapkannya", ujar Trump.

Jika akhirnya, China benar-benar memilih mundur, tentu perang dagang akan semakin terekskalasi dan memperburuk perekonomian kedua belah negara.

Pada hari ini, pukul 03:30 WIB, Hong Kong akan merilis data tingkat inflasi bulan Februari.

Sebagai informasi tambahan, tingkat inflasi Hong Kong pada bulan Januari dicatatkan sebesar 2,4%, dan ini adalah nilai terendah semenjak Agustus 2018.

TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/hps)